Kapal Ikan Asing Berseliweran, Bagaimana Penerapan PSMA?

2 weeks ago 28
  •  Dua tahun sudah Indonesia menerapkan kesepakatan negara pelabuhan (port states measures agreement/PSMA) di empat pelabuhan yang resmi ditunjuk. Sayangnya, belum berjalan efektif, dari empat pelabuhan, baru satu yang banyak masuk kapal ikan asing.
  • Malah, beberapa pelabuhan lain non-PSMA justru kedatangan KIA.  Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menyebutkan, selama periode Mei sampai September 2024, ada tiga pelabuhan di Indonesia yang dikunjungi kapal ikan dan pengangkut ikan asing.
  • Masuknya KIA ke pelabuhan non-PSMA, membuka celah praktik IUUF di Indonesia. Kondisi ini,  juga kian menegaskan pelabuhan yang ditunjuk sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52 Tahun 2020 belum terbukti efektif.
  • Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menilai, implementasi instrumen internasional PSMA di Indonesia belum efektif. Penerapan PSMA masih terbatas hanya pada empat designated ports. Guna mengefektifkan implementasi PSMA, pemerintah mesti menetapkan lebih banyak lagi pelabuhan pelaksana. Untuk itu, perlu kerja sama yang baik antara KKP dengan Kemenhub.

Indonesia mengoperasikan empat pelabuhan untuk penerapan kesepakatan negara pelabuhan (port states measures agreement/PSMA) sejak 2022. Penerapan PSMA dengan pengesahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini bertujuan untuk mencegah Illegal Unreported Unregulated Finishing (IUUF) di berbagai wilayah perairan.

Masalahnya, hingga dua tahun berselang, penerapan PSMA itu belum bisa mengarahkan kapal ikan asing (KIA ) masuk ke Indonesia melalui keempat pelabuhan itu. Malah, beberapa pelabuhan lain non-PSMA justru kedatangan KIA.  Begitu temuan kajian Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) yang rilis belum lama ini di Jakarta.

“Pada faktanya, designated ports di Indonesia sangat terbatas, dan hanya Pelabuhan Umum Benoa di Bali yang rutin melaksanakan ketentuan PSMA, karena secara berkala dikunjungi oleh KIA,” kata Imam Prakoso, Analis Senior IOJI di Jakarta.

Adapun empat pelabuhan terpilih itu adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman di Jakarta, PPS Bungus di Padang (Sumatera Barat), PPS Bitung di Bitung (Sulawesi Utara), dan PPS Benoa (Bali). Keempatnya menjadi tempat KIA bisa masuk ke wilayah perairan Indonesia.

IOJI menyebutkan, selama periode Mei sampai September 2024, ada tiga pelabuhan di Indonesia yang dikunjungi kapal ikan dan pengangkut ikan asing.

Ketiga pelabuhan itu adalah Pelabuhan Ciwandan (Banten), Pelabuhan Oping (Pulau Seram, Maluku Tengah, Maluku), dan Pelabuhan Tual, Maluku.

Dua di antara sejumlah kapal yang masuk ke pelabuhan non-PSMA, adalah Seifuku Maru 78,  berbendera Jepang dengan tonase 379 gros ton (GT). Kapal ini  terdeteksi mengunjungi Pelabuhan Ciwandan pada 31 Mei 2024.

Ada juga Fu Yuan Yu Yun 993, kapal pengangkut ikan berbendera Tiongkok dengan tonase mencapai 3.450 GT yang terdeteksi  mengunjungi Pelabuhan Oping di Pulau Seram pada 17 September 2024.

Masuknya KIA ke pelabuhan non-PSMA, kata Imam, membuka celah praktik IUUF di Indonesia. Kondisi ini,  juga kian menegaskan pelabuhan yang ditunjuk sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52 Tahun 2020 belum terbukti efektif.

Selain itu, juga mengungkap fakta lain,  bahwa PSMA hanya di Pelabuhan Umum Benoa. Sementara, PPS Nizam Zachman baru kedatangan satu KIA pada 2023, dan PPS Bitung beserta PPS Bungus belum pernah sekalipun masuk KIA.

Menurut Imam, ada kecenderungan KIA memilih pelabuhan yang tidak menerapkan ketentuan PSMA seperti Pelabuhan Ciwandan, Oping, Tual sebagai tujuan berlabuh atau transit.  Pertimbangannya, karena kemudahan akses, fasilitas, serta bebas dari penerapan PSMA.

Kapal ikan di Benoa. . Foto: A. Asnawi/Mongabay Indonesia

Belum efektif

Imam menyinggung adanya pandangan bahwa PSMA memiliki kesamaan dengan Pengawasan Negara Pelabuhan atau Port State Control (PSC) padahal keduanya berbeda.

Merujuk Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Nomor 103 Tahun 2018, PSC adalah pengawasan negara, dalam hal ini Syahbandar terhadap kelaiklautan dan keamanan KIA yang masuk ke pelabuhan. Tujuannya, memastikan syarat-syarat konvensi (IMO) terpenuhi.

Merujuk Permen KP No 39 Tahun 2019, PSMA adalah ketentuan-ketentuan atau tindakan pemerintah terhadap kapal perikanan berbendera asing yang akan masuk dan,atau menggunakan fasilitas pelabuhan perikanan atau pelabuhan lain yang ditunjuk guna mencegah, menghalangi, dan memberantas IUU fishing.

Hal itu membuat tugas dan wewenang pelabuhan memiliki perbedaan spesifik. Sayangnya, banyak KIA masih memanfaatkan kondisi itu sebagai celah masuk ke Indonesia melalui pelabuhan.

Menurut Imam, ada banyak KIA menghindari pelabuhan pelaksana PSMA dan memilih untuk berlabuh di pelabuhan lain yang hanya menerapkan ketentuan PSC. Padahal, ketentuan PSC tidak cukup mendeteksi dan mencegah produk perikanan hasil IUUF oleh KIA.

“IOJI menilai implementasi instrumen internasional PSMA di Indonesia belum efektif. Penerapan PSMA masih terbatas hanya pada empat designated ports,” katanya.

Guna mengefektifkan implementasi PSMA, pemerintah mesti menetapkan lebih banyak lagi pelabuhan pelaksana. Untuk itu, perlu kerja sama yang baik antara KKP dengan Kemenhub.

Tujuannya, agar penerapan ketentuan wajib PSMA diterapkan secara wajib bagi setiap KIA yang masuk ke pelabuhan manapun di Indonesia. Baik pelabuhan perikanan maupun pelabuhan umum. Selain itu, perlu membangun kapasitas petugas PSMA melalui pelatihan dan fasilitas pelayanan pelabuhan terpadu.

Tri Aris Wibowo,  Direktur Kepelabuhan Perikanan KKP mengatakan, pemerintah menunggu laporan pelaku usaha atau pemilik kapal yang mengajukan perizinan melalui PSMA.

Dia mengakui, KKP belum cukup sosialiasi ke Kemenhub berkaitan dengan penerimaan kapal asing ke pelabuhan non-perikanan. Untuk itu, dia setuju kalau memperbanyak pelabuhan PSMA.

“Namun belum terjadi koordinasi antara pihak lainnya.”

Dia menerangkan, PSMA bermanfaat bagi Indonesia karena meningkatkan kendali, sekaligus sebagai memenuhi tanggung jawab berdasarkan hukum internasional. Ia juga memberikan kesempatan bagi negara-negara pelabuhan untuk memeriksa dan memverifikasi kapal-kapal yang meminta izin memasuki pelabuhan, atau yang sudah berada di pelabuhan, dan belum terlibat IUUF.

“Kerja sama dan pertukaran informasi lebih baik dan efektif antar negara pantai, negara bendera, dan organisasi dan pengaturan pengelolaan perikanan regional (RFMOs)”.

Manfaat berikutnya, PSMA akan berkontribusi pada penguatan pengelolaan dan tata kelola perikanan di semua tingkatan. Selain itu, PSMA juga memberikan pengaruh positif terhadap konservasi dan pengelolaan perikanan dengan berkontribusi terhadap pengumpulan data yang lebih akurat dan komprehensif. Juga, meningkatkan pelaporan kapal kepada administrasi nasional dan RFMO, dan memfasilitasi penerapan standar ketenagakerjaan, keselamatan serta aturan internasional yang lebih ketat pada kapal.

“Dapat mencegah ikan yang ditangkap dari kegiatan IUU fishing mencapai pasar nasional dan internasional.”

Selain itu, Indonesia juga berkepentingan untuk menerapkan PSMA, karena bisa menguatkan rezim hukum nasional di bidang perikanan dan kelautan. Terlebih, Indonesia juga meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dan UN Fish Stock Agreement  1995.

Indonesia berkepentingan karena menjadi negara yang ikut serta mendorong pemberantasan kegiatan IUUF melalui penguatan kerja sama antar pelabuhan. Indonesia juga menjadi anggota beberapa organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO), sehingga harus mematuhi ketentuan/kesepakatan yang salah satunya menerapkan PSMA.

Indonesia merupakan negara pelabuhan yang berdekatan dengan laut lepas (high seas). Posisi ini sangat memungkinkan untuk pelayanan pelabuhan oleh kapal berbendera asing yang beroperasi di laut lepas.

Tri Aris Wibowo bilang, Indonesia memiliki peran sebagai pelaksana PSMA, di antaranya sebagai negara pelabuhan (port state) yang berhak memeriksa dan memverifikasi KIA yang akan masuk atau sudah berada di pelabuhan, untuk memastikan tidak terlibat IUUF.

Kemudian, sebagai negara bendera (flag state), Indonesia harus mengambil tindakan terhadap KIA yang melakukan IUUF, dan bertanggung jawab kepada kapal di luar wilayah yurisdiksinya. Termasuk, melarang kapal masuk ke pelabuhan, bahkan meminta negara pelabuhan menindak kapal yang bersalah.

Sebagai negara pasar (market state), Indonesia juga berperan mencegah perdagangan produk ikan dari IUUF, dokumentasi penangkapan dan persyaratan sertifikasi, transparansi dan ketertelusuran produk perikanan.

Foto-udara-tiga-kapal-asing-pencuri-ikan-di-tenggelamkan-di-Perairan-Batam-Provinsi-Kepri.-Kapal-ditenggelamkan-setelah-berkeputusan-tetap.-Humas-KKP.jpgTiga kapal pencuri ikan yang ditenggelamkan di Perairan Batam, Kepulauan Riau. Penerapan PSMA salah satu untuk menekan penangkapan ikan ilegal. Foto: Humas KKP

Perlu sinergi

Guna PSMA bisa lebih menyeluruh di masa mendatang, sekaligus jadi alat mencegah dan memberantas IUUF di Indonesia, perlu sejumlah strategi kolaborasi pemerintah.

Hendrikus Suprapto,  PSC Officer (PSCO) Kemenhub  mengakui, perlu sinergi yang baik antara PSMA dan PSC. Salah satunya, dengan inspeksi bersama dari PSMA dan syahbandar sebagai pemegang otoritas pelabuhan. Hal itu, agar tidak terjadi pemeriksaan berulang dan ada pertukaran data maupun informasi ketika kapal ikan masuk ke pelabuhan umum.

Dia mengatakan, saat KIA masuk pelabuhan umum, ada persyaratan harus mereka penuhi untuk bisa terbit surat perizinan masuk dari Direktorat Perhubungan Laut Kemenhub.

Kalau persyaratan tak KIA urus ketika mengajukan perizinan masuk, maka unit pelaksana teknis (UPT) di pelabuhan, seperti Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) akan menolak dan memproses mereka karena masuk tanpa izin.

“Selain itu, Kemenhub juga melaksanakan patroli dalam rangka memperkuat implementasi PSMA,” katanya.

PSO, katanya, dalam menjalankan tugas akan memeriksa kelaiklautan kapal yang mencakup keselamatan, pencegahan pencemaran, pengawakan, garis muat, pemuatan, dan kesejahteraan awak kapal. Juga, memeriksa kesehatan penumpang, status hukum, dan manajemen keselamatan kapal.

“Serta pemenuhan persyaratan lainnya sesuai konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia,” katanya.

Kalau kapal itu sudah memenuhi semua persyaratan kelaiklautan, PSCO akan verifikasi lebih lanjut, lakukan initial inspection, apabila kapal tersebut akan berhenti di pelabuhan lain. Jika kapal tidak memenuhi persyaratan kelaiklautan, PSCO akan mengecek sistem Asia Pacific Computer System untuk melanjutkan initial inspection.

Dave Akbarshah Fikarno Laksono,  Wakil Ketua Komisi I DPR menyebut penerapan PSMA di Indonesia menghadapi tantangan keterbatasan sumber daya dengan melihat personel, peralatan, infrastruktur, dan teknologi.

Aparat perlu mendapatkan pelatihan khusus tentang prosedur PSMA, sehingga memiliki pemahaman teknis terkait inspeksi kapal, verifikasi dokumen, atau identifikasi alat tangkap ilegal.

“Tantangan lain, masih kurangnya kemampuan berbahasa asing para aparat.”

Kemudian, berpindahnya kapal ilegal dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Biasanya, pelaku IUUF akan memanfaatkan pelabuhan kecil atau negara yang tidak meratifikasi PSMA untuk melancarkan aksinya.

Selanjutnya, penegakan hukum lemah. Proses hukum terhadap pelanggaran PSMA seringkali memakan waktu lama, baik dalam pengumpulan bukti maupun proses pengadilan. Hal ini dapat mengurangi efek jera terhadap pelaku illegal fishing.

Lalu, lemahnya koordinasi antar instansi. Biasanya, penegakan hukum PSMA melibatkan berbagai pihak, seperti otoritas pelabuhan, KKP, dan aparat keamanan laut. Kurangnya koordinasi sering kali menyebabkan tumpang tindih kewenangan atau penanganan kasus yang tidak efektif.

*******

PSMA Sudah Diterapkan, Kenapa Pencurian Ikan Masih Terjadi di Indonesia?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|