Hadapi Bencana, Begini Strategi Kolaborasi Desa-desa di Lombok

2 weeks ago 43
  • Kampung-kampung di pesisir Pulau Lombok terancam tenggelam. Tahun demi tahun, dampak banjir rob dan abrasi makin parah. Warga terpaksa mengungsi, meninggalkan sisa rumah bahkan sudah ada yang pindah.
  • Para kepala desa di Kecamatan Pemenang sadar kerentanan daerah mereka. Rob, longsor, banjir, kekeringan, atau bencana hidometerologi terjadi setiap tahun.Untuk  itu, membangun ketangguhan lewat adaptasi dan kolaborasi menjadi pilihan.
  • Kolaborasi ini untuk mengatasi bencana yang tidak mengenal administrasi wilayah, karena saling terkait satu sama lain. Misal, daerah-daerah pesisir di Desa Pemenang Barat, Pemenang Timur, dan Malaka,  rentan dengan banjir rob dan banjir bandang  saat bersamaan. Banjir luapan sungai juga pengaruh daerah lain, seperti faktor penyebab di hulu.
  • Datu Aryanata Bayuaji, Camat Pemenang Kabupaten Lombok Utara, mengatakan,  kerjasama antar desa dalam penanggulangan bencana bisa menguatkan masyarakat. Kerjasama tidak hanya saat bencana, juga untuk kesiapsiagaan masyarakat.

Kampung-kampung di pesisir Lombok , Nusa Tenggara Barat, terancam tenggelam. Tahun demi tahun, dampak banjir rob dan abrasi makin parah. Warga terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah bahkan sudah ada yang pindah.

Hunaidi,  mengenang kenangan 12 tahun silam di kampungnya, Telok Kombai, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Kala itu, dia relawan Siaga Bencana dari satu organisasi, membantu evakuasi warga pesisir terdampak banjir rob.

Sejak itu, setiap akhir tahun, saat musim hujan disertai angin, rob selalu datang di Telok Kombal. Mereka ungsikan warga dengan rumah terendam parah. Dia ikut memberikan bantuan air bersih dan makanan siap saji pada warga terdampak.

“Saya baru sadar ternyata semua kelapa yang dulu masih hidup, sekarang mati,’’ kata Hunaidi.

Dia masih ingat dan menyebut satu persatu rumah warga yang terendam rob Maret 2012 itu. Warga  sudah pindah. Hanya beberapa masih bertahan karena tidak mampu membeli lahan di tempat lain.

Dulu, rob biasa terjadi di Telok Kombal. Sekali setahun, di akhir atau awal tahun, hanya terjadi sepekan, lalu air surut.

Kalau tak ada rob, masyarakat beraktivitas di pesisir maupun jalankan ritual,  seperti ritual nyawen laut,  yang mereka lakikan tiap  tahun.  Ini ritual tolak bala dan syukuran atas berbagai karunia Tuhan terhadap sumber daya laut.

Kenangan itu mulai hilang. Telok Kombal pesisir sekarang ini kampung sekarat mulai warga tinggalkan.

Meski begitu, Telok Kombal masih pesisir yang bertahan sebagai kampung nelayan.

Tak jauh beda pesisir barat Kota Mataram, tepatnya di Kampung Bugis, Kecamatan Ampenan. Warga tak pernah tidur tenang malam hari sejak pekan terakhir Desember 2024. Gelombang tinggi akhir 2024 lebih parah dibandingkan akhir 2023.

Mirip kejadian akhir 2022, gelombang tinggi disertai angin kencang menyapu rumah warga di sepanjang pesisir. Rumah yang dulu masih tersapu seperempat atau setengah, tinggal menunggu waktu roboh atau terseret gelombang.

Beberapa rumah rusak penghuninya tinggalkan sejak awal 2023. Bangunan itu kini jadi tanggul penyelamat rumah di bagian belakang, tetapi tetap tak bikin tidur tenang.

“Saya sudah memindahkan orang tua. Dulu,  orang tua tinggal di sini,” kata Faisal, pemilik rumah yang rusak.

Rumah Faisal persis di bibir pantai. Dulu,  ada jarak dengan batas pasang tertinggi. Kalau pun ada rob, paling hanya sebatas air terlihat di depan teras.

Sejak 2022, gelombang langsung menghantam tembok rumah karena abrasi. Rumah yang dia bangun dari tabungan keluarga bertahun-tahun itu pun ambruk kena  gelombang

Rumah warga di Kampung Bugis, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram yang sudah ditinggalkan penghuninya. Foto: Fathul Rahman/Mongabay Indonesia

Karena kondisi makin parah, warga membuat tanggul dari bambu tetapi tidak bisa mengatasi gelombang tinggi. Tanggul terbawa gelombang.

Fenomena ini pun memakan jalan pesisir Kampung Bugis. Warga tak bisa  melintas saat gelombang besar. Karena  abrasi, jalan pun amblas akhir 2024.

Belum ada kejelasan nasib warga yang menjadi korban. Pejabat daerah sempat berkunjung akhir 2022, tetapi belum ada penanganan apapun.

Warga di pesisir Mapak, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, juga jadi korban  rob dan  sudah relokasi. Pemerintah membangun rumah hunian baru bagi mereka.

“Di Ampenan malah pemerintah bangun Taman Pantai Boom. Setiap tahun diperbaiki, sementara kampung nelayan yang rusak tidak ada tindakan,’’ katanya.

Padahal,  kedua lokasi itu hanya berjarak 400 meter. Pantai Boom berada di sebelah selatan Kampung Bugis.

Di tengah mereka terdapat terminal Ampenan PT Pertamina. Tanggul kokoh berdiri untuk mengamankan aset vital nasional itu. Pemerintah juga membangun tanggul permanen di Pantai Boom untuk melindungi kawasan wisata Kota Tua Ampenan.

Sedang  masyarakat Kampung Bugis harus selalu siaga kalau sewaktu-waktu rob kembali masuk rumah mereka. “Kalau sore begini masih aman, bisa kita lihat ombak. Kalau malam itu yang bikin tidak tenang,’’ kata Rahmat, warga Kampung Bugis.

Tak jauh dari Rahmat, terpasang spanduk peringatan bahaya tsunami. Ironisnya, tidak perlu menunggu tsunami menggerus rumah warga di pesisir Kampung Bugis. Gelombang dan banjir rob  setiap tahun mengikis jalan, kini mulai tembok rumah warga. Kampung Bugis perlahan tenggelam.

Sekuel foto rob perbandingan tahun 2012 (kiri) dan 2024 (kanan) di kampung pesisir Dusun Telok Kombal, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Dulu masih berdiri tegak pohon kelapa, sekarang hampir semua pohon kelapa mati akibat terendam air laut. Foto: Fathul Rahman/Mongabay Indonesia

 

Bangun ketangguhan dan kolaborasi

Para kepala desa di Kecamatan Pemenang sadar kerentanan daerah mereka. Rob, longsor, banjir, kekeringan, atau bencana hidometerologi terjadi setiap tahun.Untuk  itu, membangun ketangguhan lewat adaptasi dan kolaborasi menjadi pilihan.

“Tidak bisa sendiri-sendiri menangani bencana,’’ kata Asma’at, Kepala Desa Pemenang Barat.

Belajar dari pengalaman gempa Lombok 2018, masyarakat di desa-desa Kecamatan Pemenang tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi antar desa perlu  untuk membangun ketangguhan. Pada 2024, para kepala desa meneken peraturan desa bersama untuk penanggulangan bencana.

Kolaborasi ini untuk mengatasi bencana yang tidak mengenal administrasi wilayah, karena saling terkait satu sama lain. Misal, daerah-daerah pesisir di Desa Pemenang Barat, Pemenang Timur, dan Malaka,  rentan dengan banjir rob dan banjir bandang  saat bersamaan. Banjir luapan sungai juga pengaruh daerah lain, seperti faktor penyebab di hulu.

Anak-anak pesisir Mapak, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram bermain di sisa runtuhan rumah yang rusak diterjang rob. Saat ini warga sudah pindah ke permukiman baru. Foto: Fathul Rahman/Mongabay Indonesia

Untuk itu, katanya, perlu kolaborasi semua desa untuk menyelesaikan masalah ini. Begitu juga ketika terjadi bencana, antar desa bisa saling mendukung. Menyediakan lokasi pengungsian, transportasi, dan logistik akan mengurangi beban desa.

Datu Aryanata Bayuaji, Camat Pemenang Kabupaten Lombok Utara, mengatakan,  kerjasama antar desa dalam penanggulangan bencana bisa menguatkan masyarakat. Kerjasama tidak hanya saat bencana, juga untuk kesiapsiagaan masyarakat.

Dia bilang, perlu peningkatan kapasitas masyarakat, jadi  selain kegiatan-kegiatan sosialisasi, edukasi kebencanaan bisa menjadi program bersama.

Sebagai kecamatan berbasis pariwisata, kerentanan bencana jadi  satu isu penting. Masalah yang terjadi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah,  terkait air bersih akan berdampak pada desa lain dan pariwisata di Lombok Utara umumnya.

“Kita harapkan kerjasama ini bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain, tidak hanya di Lombok Utara tapi semua daerah.”

Perwakilan pemerintah melihat kondisi warga yang masih bertahan di pesisir Telok Kombal, Desa Pemenang Barat, Kabupaten Lombok Utara. Sebagian warga masih bertahan karena tidak memiliki lahan untuk pindah. Foto: Fathul Rahman/Mongabay Indonesia

*******

Banjir Rob Pekalongan, Bagaimana Mitigasi dan Adaptasinya?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|