Dari Merauke, Berinovasi di Tengah Melimpahnya Sumberdaya Perikanan Laut

2 weeks ago 29
  • Meskipun kaya dengan sumberdaya perikanan, kendala nelayan di Merauke adalah ketersediaan infrastruktur seperti tempat penyimpanan (cold storage) dan persoalan akses pasar.
  • Beberapa warga bersepakat membangun kelompok usaha berbasis inovasi yang bertujuan untuk mendapatkan nilai tambah produk, diantaranya kerupuk, pempek, ikan asin, olahan ikan, hingga udang beku.
  • Para pihak yang peduli memberikan dukungan tidak saja berbentuk alat tetapi juga pelatihan seperti pengolahan produk, pengelolaan kelompok hingga pemasaran.
  • Perlu dorongan lebih, agar kelompok-kelompok lain dapat semakin berkembang memanfaatkan sumberdaya yang kaya di pesisir selatan Papua dan laut Arafura.

Merauke, kabupaten paling ujung timur Indonesia yang berhadapan dengan laut Arafura adalah wilayah yang menyimpan kekayaan laut yang luar biasa. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) potensi perikanannya mencapai 375.000 ton per tahun.

Dekat dengan pesisir bukan berarti warga hidup dalam tingkat kesejahteraan. Keterbatasan pengetahuan, tingginya biaya transportasi, hingga keterbatasan infrastruktur seperti wahana penyimpanan (cold storage) sering menjadi penghalang.

Bahkan tak jarang ikan kakap putih yang banyak dijumpai di sini, dikarenakan permasalahan ruang penyimpan, akhirnya hanya diambil gelembung renangnya, sementara dagingnya yang kurang diminati oleh pasar terpaksa di buang.

Tetapi lambat laun berkat kegigihan dan kemauan berinovasi hal ini dapat mulai terpecahkan berkat kerja keras warga dan dukungan para pihak.

Hasnah (kanan), dan kelompok Eltimo, kelompok perempuan yang mengolah hasil ikan menjadi bernilai tambah. Foto: Fakhrurrozi

Adalah Hasnah, seorang warga setempat, yang coba mencari jalan untuk memberi nilai tambah untuk ikan-ikan tangkapan nelayan tersebut. Dia tinggal di Desa Lampu Satu, Merauke yang berhadapan langsung dengan laut lepas.

Hasnah berpikir untuk memberdayakan perempuan dengan memanfaatkan potensi hasil perikanan yang ada. Pada tahun 2013, dia mendirikan Eltimo, kelompok usaha yang mencoba mengolah hasil tangkapan nelayan lokal.

Ikan-ikan tangkapan seperti tenggiri, kakap, dan ebi mereka jadikan produk bernilai tambah. Pempek ikan tenggiri dan kerupuk ikan adalah dua produk andalan mereka yang sangat diminati oleh konsumen.

Meskipun proses produksinya masih dilakukan secara manual, Eltimo telah berhasil menciptakan kualitas produk yang diakui, bahkan telah memperoleh sertifikasi halal dan BPOM.

‘’Dari sepuluh anggota awal, kini hanya lima orang yang aktif. Lima yang sudah keluar, mereka sekarang sudah mandiri, sudah punya usaha sendiri. Ini bukti kalau kelompok berhasil memberdayakan anggota,” sebut Hasnah bangga.

Dia bilang, ingin menjadikan perempuan menjadi pendorong pencapaian kesejahteraan di Desa Lampu Satu.

Namun, perjalanan mereka tidak selalu mudah. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah keterbatasan akses pasar ke luar Merauke dan rumitnya perizinan usaha.

Hasna dan kelompoknya sering merasa terbebani dengan biaya pengiriman yang tinggi dan proses administrasi dalam pengurusan izin berusaha yang memakan waktu. Meski demikian dia merasa optimis di masa depan akan ada solusi.

Hal ini sebutnya, pun tak lepas dari pendampingan Yayasan TAKA yang didukung program ATSEA-2, sebuah program kemitraan regional yang mendorong pengelolaan lestari di laut Arafura dan laut Timor.

Lewat program ini mereka diberikan pelatihan, bantuan peralatan seperti freezer dan vacuum sealer, serta perluasan jangkauan pemasaran mereka secara daring.

Pasangan Rahman dan Hasnawati dari Desa Kumbe yang mengembangkan produk ikan yang berlimpah di Merauke. Foto: Fakhrurrozi

Selain di Desa Lampu Satu, program ini juga mendorong inovasi bagi warga lokal yang ada di Desa Kumbe, sebuah desa lain di Merauke yang terletak di tepi aliran sungai yang bertemu dengan laut.

Dimotori oleh pasangan suami istri Rahman dan Hasmawati, berkembang kelompok yang berinovasi dalam pengolahan hasil perikanan.

Pada tahun 2016, mereka melihat potensi besar hasil tangkapan laut dan sungai yang ada di sekitar desanya. Mereka lalu bersepakat membentuk kelompok yang diberi nama Yanbui, kelompok ini awalnya berfokus pada penangkapan ikan.

Namun, melimpahnya hasil tangkapan ikan, -bahkan pernah hingga ratusan kilogram sehari, membuat tantangan baru muncul: keterbatasan alat penampungan ikan dan kendala pengiriman.

Hasil berpikir ulang. Rahman dan Hasmawati lalu mengalihkan perhatian kepada pengolahan hasil laut yang dapat memberi nilai tambah bagi produk perikanan mereka.

Dimulai dengan proses pengolahan yang sederhana, seperti pengeringan dengan sinar matahari, menjadi awal dari langkah panjang mereka.

‘’Kami manfaatkan ikan kuru, belanak, kakap tawar, dan manga-manga untuk diolah menjadi ikan dan ikan asin’’ ucapnya ketika ditemui di pesisir pantai. Selain ikan, mereka juga mengolah udang beku.

Dalam perjalanan kelompoknya, Rahman bilang sempat menolak permintaan ikan kiriman karena kekurangan tempat penyimpanan di cold storage mereka. Masalah ini semakin terasa berat karena modal yang terbatas untuk membeli peralatan tambahan.

Kelompok pengolah hasil perikanan Yanbui, di Desa Kumbe sedang membersihkan ikan hasil nelayan (kiri) dan udang hasil olahan yang telah di packing/bungkus (kanan). Foto: Fakhrurrozi

Kelompok ini juga mendapat dukungan Yayasan TAKA dalam program ATSEA-2 berupa bantuan rumah pengolahan ikan, tambahan freezer, dan pelatihan intensif, mereka mulai meningkatkan kapasitas produksi sekaligus memperluas pasar.

‘’Dukungan ini tidak hanya berupa alat, tetapi juga pengetahuan baru tentang pemasaran, pembagian hasil, dan pelaporan keuangan yang menjadi kunci keberlanjutan kelompok mereka,’’ tuturnya.

Meskipun telah banyak pencapaian dalam pengembangannya, Rahman dan Hasmawati masih memiliki impian besar untuk kelompoknya.

Mereka berharap dapat membuka cabang di luar daerah dan meningkatkan fasilitas seperti alat pengering ikan modern yang dapat digunakan meski cuaca tidak mendukung.

Rahman juga masih bercita-cita untuk dapat berinovasi mengolah limbah kepala udang menjadi produk bernilai, sebagai upaya memaksimalkan potensi sumber daya yang ada.

Di tengah keterbatasan, Rahman dan Hasmawati membawa harapan baru bagi komunitas mereka, menjadikan Kelompok Yanbui sebagai bukti bahwa inovasi lokal dapat menjadi penggerak perubahan yang signifikan.

‘’Kami tidak menyerah. Dengan manajemen yang semakin terstruktur, kelompok kami tetap bertahan dan perlahan berkembang,’’ tutupnya.

*Fakhrurrozi, peneliti kelautan dan perikanan, terlibat dalam beberapa beberapa proyek konservasi pesisir dan laut, lulusan Program Pasca Sarjana Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

***

Foto utama: Nelayan menangkap ikan kakap putih di perairan Merauke. Dok: ATSEA-2

Ini Upaya Hilirisasi dan Pengembangan Komoditas Perikanan Bernilai Ekonomi Tinggi

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|