- Danau Jemut di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, memiliki potensi sumber daya ikan melimpah, terutama di daerah dengan ekosistem danau dan sungai. Namun perikanan di danau ini menurun akibat pencemaran dan perubahan lahan.
- Sebagai danau yang berkarateristik ekosistem rawa, Danau Jemut tergantung pada fluktuasi air, di musim hujan danau bisa tergenang cukup dalam, sedangkan di saat kemarau bisa berubah menjadi becek dan dangkal.
- Perubahan lahan di sekitar perairan danau untuk perkebunan sawit, pemukiman, dan penambangan emas tanpa izin menyebabkan pencemaran yang merusak kualitas air dan ekosistem Danau Jemut.
- Analisis dan penelitian dilakukan untuk mengelola pengendalian pencemaran dan pemantauan kualitas air guna melestarikan sumberdaya perairan yang ada.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi perikanan laut yang besar. Namun sebenarnya potensi perikanan darat di daerah yang memiliki perairan danau maupun sungai pun, tidak kalah besarnya.
Jika perikanan laut berada di wilayah yang luas, sebaliknya perikanan darat bersifat lebih spesifik dan kompleks. Ia melibatkan pengelolaan dari wilayah hulu hingga hilir, kadang terbagi antar administrasi wilayah (provinsi dan kabupaten) yang memerlukan pendekatan lintas sektoral. Masalah pencemaran perairan pun juga bisa muncul sebagai masalah.
Salah satu contoh nyata dari kompleksitas perikanan darat ini adalah Danau Jemut di Kecamatan Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Meski memiliki potensi sumberdaya ikan yang melimpah, namun dalam beberapa tahun belakangan danau ini kondisinya mulai berubah.
Banyak ikan yang dulu banyak ditemukan kini sulit ditemukan. Ukuran ikan yang ditangkap pun semakin mengecil.
Ditengarai, penyebabnya disebabkan berbagai faktor, diantaranya pencemaran dan sedimentasi akibat perubahan lahan sekitar danau untuk perkebunan sawit, lahan permukiman, serta aktivitas penambangan emas tanpa izin.
Sebagai danau yang berkarateristik ekosistem rawa yang tergantung pada fluktuasi air, di musim hujan Danau Jemut, yang luasnya ± 40,44 hektar ini, bisa tergenang cukup dalam, sedangkan di saat kemarau bisa berubah menjadi becek dan dangkal.
Keberadaan danau ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat sekitar, karena selain sebagai tempat pemancingan, danau juga menyediakan sumber pangan yang kaya protein dari ikan.
Untuk mengenal lebih dalam mengenai kompleksitas Danau Jemut, program Bincang Alam mendalaminya melalui diskusi bertajuk “Potensi Perikanan Darat: Belajar dari Pengelolaan Danau Jemut” yang diadakan pada 6 Februari 2025 yang mengundang Nuraini, peneliti Natural Resource Economist dari Conservation Strategy Fund Indonesia/Yayasan Strategi Konservasi Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah yang banyak melakukan intervensi untuk pelestarian ekosistem Danau Jemut.
Berikut adalah rangkuman diskusi, yang tata bahasanya telah disesuaikan guna penulisan artikel ini.
***
Mongabay Indonesia: Sebelum memulai diskusi ini, bisa diperkenalkan apa itu Conservation Strategy Fund (CSF) Indonesia dan apa programnya?
Nuraini: CSF Indonesia adalah organisasi non profit yang berfokus pada pengetahuan dan memberikan dorongan untuk pengembangan ekonomi yang sustainable di Indonesia. Karena berfokus pada ekonomi, kami menggunakan economic tools untuk mendukung lingkungan maupun sumberdaya alam.
Program kami salah satunya capacity building, dimana kami melakukan pelatihan khusus untuk topik-topik yang berkaitan dengan ekonomi dan sumber daya alam. Kami memiliki lebih dari 650 fellows atau alumni yang sudah mengikuti training kami dan tersebar di berbagai wilayah.
Kami bekerja secara nasional untuk membuat peta jalan ekonomi biru. Di tingkat regional kami bekerja di beberapa region seperti Sulawesi Tenggara, termasuk turut membantu valuasi ekonomi Masyarakat Adat di Asmat dan Jayapura, dan beberapa tempat lainnya.
Mongabay Indonesia: Apa yang menjadi keistimewaan Danau Jemut, jika dikaitkan dengan pengelolaan perikanan darat?
Nuraini: Pertama-tama mungkin dari Kabupaten Sintang dulu. Sintang itu daerah istimewa yang banyak sekali mitra pembangunan yang bekerja di sana.
Sintang mencanangkan visi Sintang Lestari, jadi ini bukan hanya tentang landscapenya saja, namun juga perihal sungai-sungai dan danaunya yang juga harus lestari. Kabupaten Sintang sendiri tidak memiliki akses ke laut (dikelilingi daratan), jadi perikanan di sana mengandalkan sungai dan danau yang ada.
Masyarakat Kecamatan Ketungau Hilir pun sangat bangga dengan hasil perikanannya, seperti salai dan blongsong, yang menjadi bagian dari budaya lokal. Yang jelas pastinya ikan danau itu enak-enak untuk dikonsumsi.

Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa, ada jenis-jenis ikan yang dulu ada sekarang jadi tidak ada, atau jenis ikan yang tadinya mudah ditemukan jadi sulit ditemukan sekarang.
CSF Indonesia, bekerjasama dengan IPB University dan Universitas Tanjungpura, memiliki fokus pada keberlanjutan sumber daya ikan sebagai solusi untuk mendukung gizi masyarakat, terutama terkait masalah stunting. Di sini kami lalu menggunakan pendekatan sosial-ecological system yang memetakan berbagai elemen.
Lalu mengapa Danau Jemut dipilih sebagai fokus perhatian?
Danau Jemut memiliki sumber daya ikan terbanyak. Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten pun berencana menjadikan wilayah ini sebagai kampung nelayan.
Berbeda dari danau besar seperti Danau Toba, Danau Jemut adalah danau menjari dengan ekosistem rawa banjiran. Fluktuasi volume air sangat dipengaruhi oleh musim hujan dan kemarau, yang mempengaruhi ekosistem dan kehidupan di sekitar danau.
Meskipun ada potensi, masyarakat setempat mengindikasikan bahwa kondisi Danau Jemut sedang memburuk, yang menjadi perhatian utama dalam upaya konservasi dan pengelolaannya.
Jadi misalnya yang dulu ada ikan arwana, sekarang jadi tidak ada. Jika 20 tahun lalu airnya bisa diminum, sekarang jadi tidak bisa. Padahal air itu adalah bagian dari jasa ekosistem, kalau misalnya sebenarnya airnya bersih kan kita bisa minum, dan itu jadi hilang.
Nah, saat kami bertanya kepada masyarakat, pencemaran perairan adalah hal yang paling mempengaruhi terhadap keberadaan ekosistem danau ini.

Mongabay Indonesia: Bagaimana pencemaran itu bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap hasil perikanan?
Nuraini: Jadi karena ada perubahan lahan di sekitar danau tersebut. Maksudnya yang dulunya hutan, sekarang sudah jadi lahan sawit, lalu juga ada permukiman, juga ada PETI (pertambangan emas tanpa izin) di sepanjang sungai yang mempengaruhi kualitas air di sana.
Kami juga mendapatkan informasi yang menarik dari kelompok-kelompok yang gemar memancing di Sintang, bahwa dalam 10 tahun terakhir tangkapan ikan cenderung mengecil.
Ini jadi indikasi bahwa berarti ikan-ikan yang besar itu terlalu banyak diambil, jadi tidak sampai besar, lalu sudah diambil lagi. Jadi populasinya bisa saja terganggu.
Mongabay Indonesia: Apa yang menjadi tantangan perlindungan di Danau Jemut?
Nuraini: Yang pertama adalah identifikasi Resources Actor, bukan hanya bagi pelaku utamanya yaitu nelayan, -tetapi karena anau Jemut adalah Danau Lindung yang sudah ada SK nya, maka ini juga melibatkan pihak Pengelola Danau.
Pengelola Danau ini sudah ada juga, namun bisa dibilang belum bisa aktif dalam pengawasan. Ini bukan hanya kasus di Danau Jemut saja sebenarnya, menurut saya ini tantangan hampir di seluruh ekosistem lindung yang ada di Indonesia.
Perairan Danau Jemut ini secara ekosistem jasa ekosistemnya adalah spawning ground, lalu tempat mancing dan tempat rekreasi, lalu sebagai tempat ikan berlindung. Sebenarnya dari ikan-ikan yang ada tentunya penting bagi pendapatan bagi nelayan dan juga pengolah ikan. Adanya pertumbuhan penduduk dan permintaan pasar, penangkapan pun lama kelamaan semakin tinggi.

Mongabay Indonesia: Mendapati permasalahan dan tantangan perubahan ekosistem Danau Jemut, apa yang CSF dapat rekomendasikan?
Nuraini: Menjadi danau lindung perlu adanya pemantauan kualitas air untuk memastikan habitatnya masih bagus. Lalu juga ada pengendalian pencemaran, jadi misalnya PETI-PETI yang ada di sekitarnya mungkin akan mempengaruhi air apalagi kalau misalnya lagi musim banjir dan bercampur dengan senyawa-senyawa yang dari proses seperti itu.
Kalau untuk meminalkan dampak dari sawit, maka perlu ada pengaturan agar pupuknya minimal. Lalu kemudian untuk tata kelola perlu dikuatkan di tingkat desanya untuk lebih bisa mendorong danau lindung ini.
Jadi ini langkah awal, lalu bisa menjadi langkah lanjutan, penelitian-penelitian membuka penelitian-penelitian lain yang lebih spesifik dalam mendorong ekonomi di sana dan untuk memberikan atensi juga dengan lingkungan.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Kapuas bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan serta Dinas Pariwisata, untuk menganalisis potensi pengembangan industri perikanan dan ekowisata di Danau Jemut.
Penelitian ini fokus pada analisis ekonomi nilai tambah. Penelitian ini juga mencakup analisis potensi ekowisata, seperti memancing, panen raya, dan festival danau, untuk melihat apakah pengembangan ekowisata di daerah tersebut memungkinkan.
***
Foto utama: Warga sedang menjemur ikan bilis yang nantinya akan diolah menjadi ikan salai asap. Perikanan darat menjadi gantungan utama warga di pedalaman Kalimantan. Foto: Hs poetra
Rusaknya Danau Poso dan Ancaman Hilangnya Keragaman Spesies Endemik Air Tawar