- Simpanse menunjukkan perilaku urinasi menular yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Studi menemukan bahwa individu cenderung buang air kecil dalam waktu berdekatan, terutama jika berada dalam jarak dekat satu sama lain.
- Hierarki sosial berperan dalam pola urinasi menular. Simpanse dengan status lebih rendah lebih cenderung mengikuti perilaku buang air kecil dari individu yang lebih dominan dalam kelompok.
- Sebelumnya, perilaku yang menular juga dijumpai pada simpanse, yaitu pada perilaku grooming dan bermain
- Temuan dalam penelitian ini membuka wawasan baru tentang bagaimana perilaku fisiologis dapat memiliki fungsi sosial.
Fenomena perilaku yang menular sering kali kita temui dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari senyuman yang menyebar hingga menguap yang tiba-tiba terjadi saat bersama teman. Pada dunia primata pun perilaku menular pernah dijumpai pada perilaku grooming dan bermain. Namun, siapa sangka bahwa buang air kecil atau urinasi pun dapat menunjukkan sifat menular, terutama di antara primata seperti simpanse. Penelitian terbaru di Kumamoto Sanctuary, Jepang, mengungkap bahwa perilaku ini tidak terjadi secara acak, melainkan dipengaruhi oleh kedekatan fisik dan struktur sosial kelompok.
Urinasi yang Dipengaruhi Kedekatan Fisik Anggota Kelompok
Para peneliti dari Kyoto University melakukan studi ekstensif selama 604 jam di Kumamoto Sanctuary dengan mengamati empat kelompok simpanse yang terdiri atas 20 individu, yaitu 16 jantan dan 4 betina. Dalam penelitian ini, para ilmuwan mencatat setiap kejadian urinasi yang terjadi dalam interval waktu 60 detik secara berurutan. Pengamatan ini dirancang untuk mendeteksi apakah terdapat pola sinkronisasi dalam perilaku buang air kecil di antara para simpanse.
Para peneliti tidak hanya fokus pada frekuensi urinasi, tetapi juga mengamati kondisi-kondisi yang menyertainya, seperti jarak antar individu dan situasi di mana perilaku ini terjadi. Salah satu hipotesis awal adalah bahwa faktor-faktor eksternal seperti waktu pemberian makan atau momen ketika simpanse dilepaskan ke area terbuka bisa memicu perilaku urinasi secara bersamaan. Namun, hasil pengamatan menunjukkan pola yang lebih kompleks dan dipengaruhi oleh kedekatan fisik antar anggota kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika satu simpanse mulai buang air kecil, individu lain yang berada dalam jarak tiga meter cenderung mengikuti tindakannya dalam waktu kurang dari 60 detik. Temuan ini mendukung hipotesis bahwa urinasi bisa menjadi perilaku yang menular secara sosial. Menariknya, fenomena ini tidak hanya terjadi karena faktor-faktor lingkungan atau kebetulan semata, tetapi juga tampak berkaitan dengan dinamika sosial dalam kelompok.
Selain itu, penelitian ini menandai pertama kalinya para ilmuwan berhasil mengukur dimensi sosial dari perilaku urinasi. Fenomena sinkronisasi ini tidak hanya sekadar tindakan fisiologis biasa, melainkan juga berpotensi memainkan peran penting dalam memperkuat kohesi kelompok. Dalam konteks ini, perilaku urinasi yang disinkronkan dapat dianggap serupa dengan aktivitas sosial lain seperti saling merawat atau bermain, yang secara alami mempererat hubungan antar individu.
Baca Juga: Studi Ungkap Gen Ketahanan Malaria yang Sama pada Simpanse Hutan dan Manusia
Pengaruh Hierarki terhadap Pola Urinasi
Salah satu temuan paling mengejutkan dari studi ini adalah bahwa urutan dan struktur sosial dalam kelompok simpanse berpengaruh signifikan terhadap pola urinasi. Para peneliti menemukan bahwa jika simpanse dengan status sosial tinggi atau dominan mulai buang air kecil, individu yang berada di bawahnya dalam hierarki cenderung segera mengikuti perilaku tersebut. Ini mengindikasikan adanya bentuk “kepemimpinan tersembunyi” dalam aktivitas sehari-hari yang tampaknya sepele, namun memiliki implikasi besar terhadap dinamika kelompok.

Fenomena ini menonjolkan peran hierarki sosial sebagai pendorong utama dalam perilaku menular. Tidak seperti perilaku menular lainnya—misalnya, menguap yang biasanya lebih kuat terjadi antara individu yang memiliki hubungan sosial dekat—penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kasus urinasi, kedekatan sosial secara langsung (misalnya melalui frekuensi grooming) tidak secara signifikan mempengaruhi kecenderungan individu untuk mengikuti. Dengan kata lain, meskipun dua simpanse mungkin memiliki ikatan sosial yang kuat karena sering saling membersihkan, hal tersebut tidak membuat mereka lebih cenderung untuk buang air kecil bersama-sama kecuali jika yang memulai tindakan tersebut adalah sosok dominan.
Baca juga: Simpanse Gunakan Alat Semakin Canggih, Bukti Budaya yang Diturunkan Antar Generasi
Penelitian mengenai urinasi menular pada simpanse di Kumamoto Sanctuary telah membuka jendela baru dalam pemahaman kita mengenai hubungan antara perilaku fisiologis dan struktur sosial. Studi ini tidak hanya mengungkap bahwa urinasi bisa terjadi secara sinkron di antara individu yang berada dalam jarak dekat, tetapi juga menyoroti peran penting hierarki sosial dalam memicu pola perilaku tersebut. Temuan bahwa individu dengan status dominan cenderung memicu respons dari anggota kelompok yang lebih rendah menambah dimensi baru dalam pemahaman tentang dinamika kepemimpinan dan interaksi sosial dalam kelompok primata.