Begini Komitmen Bersama Dorong Percepatan Reforma Agraria

2 weeks ago 28
  • Persoalan agraria masih tinggi di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi 3.234 konflik agraria mencakup lebih dari 7 juta hektar lahan, dan berdampak pada 1,8 juta keluarga. Sekitar 68% tanah di Indonesia hanya dikuasai 1% kelompok.
  • Perwakilan organisasi masyarakat sipil dan perwakilan pemerintah yang hadir dalam ALF 2025 menandatangani pernyataan bersama (joint statement) berisi percepatan pelaksanaan reforma agraria melalui upaya sistemik, penyelesaian konflik, perlindungan hukum, pengakuan wilayah adat, redistribusi tanah bagi petani, petani kecil, buruh tani, penggarap, nelayan, perempuan, serta lembaga ekonomi desa dan koperasi.
  • Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, pemerintah harus menuntaskan hambatan-hambatan birokrasi dan ego sektoral antar kementerian atau lembaga. Untuk itu, perlu kepemimpinan langsung dari presiden agar reforma agraria bisa berjalan sistematis dan konsisten.
  • Ossy Dermawan, Wakil menteri ATR/BPN mengatakan, pemerintah berkomitmen memastikan hak atas tanah, masa depan yang adil dan berkelanjutan. Ditambah lagi, kementerian ATR/BPN memiliki misi utama hadirkan reforma agraria melalui sinkronisasi peta antar lembaga, serta penyelesaian tumpang tindih pengelolaan lahan.

“Kami minta penyelesaian konflik tanpa libatkan aparat bersenjata. Hari ini, banyak petani dikriminalisasi, intimidasi, padahal mereka sedang perjuangkan hak atas tanah,” kata Nia Sudin, perwakilan Solidaritas Perempuan Poso, Sulawesi Tengah di tengah ratusan peserta Forum Tanah Asia (Asia Land Forum/ALF) 2025, di Jakarta, Rabu (19/2/25).

Dalam sesi tanya jawab dia menceritakan, masyarakat Lembah Napu, Kabupaten Poso, khawatir kehilangan tanah  produktifnya setelah ada bank tanah.

Kehadiran bank tanah tidak hanya menguasai bekas lahan hak guna usaha (HGU) PT Sandabi Indah Lestari (SIL) seluas 7.740 hektar, juga 3.213 tanah garapan masyarakat di 5 desa, yakni, Desa Alitupu, Kalemago, Winowanga, Maholo dan Watutau.

“Catatan kami, Solidaritas Perempuan, ada 304 jiwa terdampak bank tanah, baru di satu desa. Sedangkan yang (lokasi) disampaikan bank tanah ada lima desa yang masuk di eks HGU SIL,” katanya.

Nia berharap, komitmen Pemerintah Indonesia mewujudkan reforma agraria, dan mendukung perjuangan masyarakat serta petani dalam memperoleh hak atas tanah maupun sumber kehidupan.

Kekhawatiran petani-petani Poso hanyalah satu contoh dari begitu banyaknya persoalan agraria di Indonesia. Narasi Indonesian Context, video pembuka ALF 2025 memperlihatkan, dalam 10 tahun terakhir terjadi 3.234 konflik agraria mencakup lebih 7 juta hektar lahan, dan berdampak pada 1,8 juta keluarga.

Ketimpangan makin nyata dengan penguasaan tanah oleh segelintir orang. Tayangan itu menyebut, 68% tanah di Indonesia dalam kuasa 1% kelompok. Lebih 17 juta keluarga petani hanya memiliki setengah hektar lahan karena konversi tanah pertanian untuk investasi, pembangunan kawasan bisnis dan infrastruktur.

Jumpa pers Asia Land Forum 2025 di Jakarta. Foto: KPA

Apa yang harus pemerintah lakukan?

Pemerintahan Prabowo Subianto mencantumkan komitmen dua dari delapan misi Astacita yang menekankan kemandirian pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau dan ekonomi biru. Juga, membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Ida Nurlinda, Guru Besar Hukum Agraria Universitas Padjadjaran mengatakan, untuk wujudkan misi itu, pembentukan Undang-undang Reforma Agraria menjadi keniscayaan. UU ini, katanya, harus mencakup ketentuan yang memutus kendala-kendala birokrasi dan menempatkan masyarakat sebagai subjek utama kebijakan dan pembangunan.

“Saya sepakat, soal agraria ini masalah darurat. Sesuatu yang sifatnya darurat harus diatasi juga dengan komitmen yang tidak biasa,” katanya dalam sesi diskusi Forum Agraria Indonesia (FAI) bertajuk “Aksi Bersama Percepatan Reforma Agraria, Pembangunan Desa dan Koperasi Rakyat untuk Mencapai Kedaulatan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan.”

Dalam 25 tahun terakhir, katanya,  pemerintah punya niat menyelesaikan konflik agraria. Sayangnya, kebijakan dan program tak berjalan konsisten. Komitmen itu tampak dari penerbitan TAP MPR Nomor 9/2021 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.

Upaya lain, katanya, dari kebijakan seperti, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono punya program pembaharuan agraria nasional (PPAN). Kemudian, pemerintahan Joko Widodo mencanangkan target tanah objek reforma agraria (TORA) melalui program 9 juta hektar legalisasi aset dan redistribusi aset.

Sisi lain, katanya, data KPA 10 tahun terakhir menunjukkan peningkatan konflik agraria. “Artinya, dari program-program itu, ada hal yang perlu disempurnakan supaya tepat sasaran,” katanya.

Dia bilang, reforma agraria sejati itu dari masyarakat. “Dari pelaku di daerah. Karena mereka yang tahu masalahnya, mereka juga yang tahu solusinya.”

Asia Land Forum, berlangsung tiga hari, 19 Februari-21 Februari 2025 di Jakarta. Foto: KPA

Pernyataan bersama

Saat hari pertama ALF 2025 di sesi Indonesia Day, ada joint statement antara Pemerintah Indonesia dan organisasi masyarakat sipil.  Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan, pemerintah harus menuntaskan hambatan-hambatan birokrasi dan ego sektoral antar kementerian atau lembaga. Untuk itu, perlu kepemimpinan langsung dari presiden agar reforma agraria bisa berjalan sistematis dan konsisten.

Dia mendorong,  perwakilan pemerintah hadir untuk meneruskan keluhan masyarakat pada presiden, menginisiasi kelahiran peta jalan reforma agraria, membuat terobosan hukum dan memastikan hak-hak warga atas tanah terpenuhi. Ia bisa lewat UU Reforma Agraria dan UU Masyarakat Adat.

“RA harus cari terobosan hukum, diskresi, kenapa ada 39.000 desa di Indonesia masih belum jelas tata batasnya. Kenapa ada kurang-lebih 3.400 desa berada di peta kawasan hutan, padahal itu sumber pangan, sumber kehidupan masyarakat?” ucap Dewi.

Dalam jangka pendek, katanya, pemerintah harus mempercepat pencapaian target Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). Untuk jangka menengah, perlu peta jalan reforma agraria.

Rencana-rencana itu, katanya, mesti dapat dukungan dari TNI dan Polri dengan mengedepankan pemahaman bahwa masyarakat merupakan subjek pembangunan, bukan ancaman.

Dewi berharap, pernyataan bersama (joint statement) yang perwakilan organisasi masyarakat sipil dan perwakilan pemerintah tandatangani, dapat mewujudkan percepatan reforma agraria yang adil, inklusif dan berkelanjutan bagi rakyat Indonesia.

Pernyataan itu, katanya, berisi percepatan pelaksanaan reforma agraria melalui upaya sistemik, penyelesaian konflik, perlindungan hukum, pengakuan wilayah adat, redistribusi tanah bagi petani, petani kecil, buruh tani, penggarap, nelayan, perempuan, serta lembaga ekonomi desa dan koperasi.

Perwakilan organisasi masyarakat sipil dan pemerintah, katanya, sepakat mendorong penguatan landasan reforma agraria, melalui UU Reforma Agraria. Juga, penguatan kelembagaan ekonomi yang masyarakat kembangkan.

“Selebihnya,  kami ingin upaya pencapaian swasembada pangan dengan memperkuat sentra-sentra pangan masyarakat. Jadi, pertanian, kebun masyarakat, pertambakan, peternakan itulah yang harus diperkuat kalau kita mau swasembada pangan, lewat jalan reforma agraria.”

Pemerintah harus wujudkan reforma agraria sejati.Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Ossy Dermawan,  Wakil Menteri ATR/BPN mengatakan,  berbagai tantangan dalam pengelolaan agraria, termasuk ketimpangan kepemilikan tanah, tumpang tindih lahan, perlu ada penyelesaian dengan kolaborasi dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan.

Saat ini, katanya, dari luas tanah sekitar 190 juta hektar, 120 juata hektar masuk kawasan hutan, sedangkan 70 juta hektar  alokasi penggunaan lain, di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN. Dari jumlah itu, hampir 56 juta hektar (80%) teregistrasi dan tersertifikasi.

Menurut Ossy, pemerintah berkomitmen selesaikan tantangan ini melalui kebijakan reforma agraria, untuk memastikan hak atas tanah, masa depan adil dan berkelanjutan. Ditambah lagi, KATR/BPN punya misi utama hadirkan reforma agraria melalui sinkronisasi peta antar lembaga, serta penyelesaian tumpang tindih pengelolaan lahan.

“Pemerintah Indonesia aktif mempromosikan kebijakan satu peta. Sinkronisasi peta lintas sektor akan mendukung pelaksanaan reforma agraria, minimalisir potensi konflik dan tumpang tindih pemanfaatan lahan,” kata Ossy.

Untuk mewujudkan aspirasi dan cita-cita reforma agraria, KATR perlu kerja sama dan kolaborasi yang sinergis lintas kementerian dan sektor. Menurut dia, hingga kini, kerja sama pemerintah dengan organisasi masyarakat sipil membuat langkah signifikan,  terlihat dari capaian LPRA.

“Dari 70 lokasi target, kita berhasil 15.725 bidang tanah seluas 5.140, 68 hektar di 26 lokasi.”

Budiman Sudjatmiko,  Kepala Badan Pengentasan Kemiskinan menilai, reforma agraria merupakan syarat kemajuan bangsa. Tanpa menyelesaikan masalah-masalah agraria, suatu bangsa akan menanggung beban ganda, yakni, persoalan masa lalu dan tantangan masa depan.

“Akhirnya,  jadi bangsa galau, tidak tentu arah. Mau industrialisasi tanggung, mau agraria juga tanggung,” katanya.

“Reforma agraria adalah urusan agar bangsa ini tidak punya utang ratusan tahun.”

Dia bilang, Presiden Prabowo menginstruksikan pejabat kementerian, lembaga untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem dan berikan tanah untuk rakyat. Polanya, dengan mendorong petani membangun bisnis inti plasma dan menguasai mayoritas lahan.

Budiman sepakat, reforma agraria harus jalan di bawah kepemimpinan presiden langsung. Sebab, dengan hukum positif, kementerian dan lembaga ragu membuat terobosan hukum karena faktor kewenangan bisa berujung tuduhan korupsi.

“Betul, mesti kepemimpinan presiden. Saya bayangkan, karena soal agraria adalah soal darurat, dengan 1% menguasai sekian persen sumber daya kita. Mungkin tingkatan agraria mesti Dekrit tentang pertanahan, untuk tunjukan kedaruratan.”

Terobosan kebijakan itu, katanya,  harus mendapat dukungan berbagai pihak seperti partai politik, kepolisian, tentara dan lain-lain. Tanpa dukungan itu, Dekrit Presiden berisiko dimanipulasi jadi ancaman politik pada pemimpin negara.

********

Reforma Agraria Bakal Makin Sulit?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|