20 Tahun Tsunami Aceh: Pentingnya Mitigasi dan Peringatan Dini Bencana

1 month ago 41
  • Bencana tsunami menerjang Aceh, pada 26 Desember 2004.
  • Tsunami dapat disebabkan beberapa hal, karena gempa bumi, letusan gunung api, longsor, dan jatuhnya meteor. Namun, yang paling sering terjadi akibat gempa bumi.
  • Aceh yang terletak antara lempeng Benua Eurasia dan lempeng Benua Indo-Australia, menjadikan wilayah ini sebagai kawasan tektonik aktif.
  • Tsunami merupakan perpindahan volume air dalam jumlah besar, disebabkan perubahan dasar laut secara vertikal yang terjadi mendadak.

Bencana tsunami yang menerjang Aceh, pada 26 Desember 2004, terjadi 20 tahun lalu.

Dalam buku “Aceh Pasca 15 Tahun Tsunami: Kilas Balik dan Proses Pemulihan” yang dikeluarkan Tsunami and Disaster Mitigation Research Center [TDMRC] Universitas Syiah Kuala, dijelaskan bahwa tsunami dapat disebabkan beberapa hal. Ada karena gempa bumi, letusan gunung api, longsor, dan jatuhnya meteor. Namun, yang paling sering terjadi akibat gempa bumi.

“Aceh yang terletak antara lempeng Benua Eurasia dan lempeng Benua Indo-Australia, menjadikan wilayah ini sebagai kawasan tektonik aktif,” jelas para penulis yaitu, Syamsidik, Agus Nugroho, Rina Suryani Oktari, dan Mirza Fahmi.

Baca: Hutan Gambut, Benteng Alami Tsunami yang Tidak Diperhitungkan

Wilayah Lampuuk, Aceh Besar, Provinsi Aceh, setelah 20 tahun tsunami. Foto drone: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Mereka menjelaskan, berdasarkan data, patahan gempa 2004 terdiri enam segmen dengan total panjang 1.155 kilometer.

“Paling mengejutkan, waktu yang dibutuhkan untuk meruntuhkan dasar laut sekitar delapan menit.”

Tsunami merupakan perpindahan volume air dalam jumlah besar, disebabkan perubahan dasar laut secara vertikal yang terjadi mendadak.

“Ketinggian gelombang tsunami terus bertambah ketika mendekati pantai. Ini disebabkan perubahan kontur laut yang semakin dangkal. Proses tersebut turut menjelaskan mengapa gelombang tsunami yang terbentuk dekat sumber gempa hanya tercatat tidak lebih satu meter, namun dekat kawasan pantai di Aceh dan lainnya dapat mencapai puluhan meter,” tulis mereka.

Baca: Mitigasi Berbasis Vegetasi untuk Redam Tsunami

Persawahan di wilayah Aceh Besar yang dulu pernah rusak karena tsunami. Foto drone: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Mitigasi Bencana

Apakah masyarakat Aceh siap menghadapi bencana yang sama di kemudian hari?

“Dalam beberapa kejadian gempa di Aceh setelah 26 Desember 2004, dapat dilihat bahwa  sebagian besar masyarakat Aceh belum cukup siap,” terang Fajri, pemerhati sosial di Banda Aceh, Selasa [24/12/2024].

Gempa yang melanda 11 April 2012, masih membuat kepanikan luar biasa.

“Warga Banda Aceh dan Aceh Besar lari menyelamatkan diri. Evakuasi menjadi tidak beraturan karena sebagian warga ingin menjauh dari laut sementara sebagian lain menuju laut mencari keluarga.”

Pada Selasa, 2 Juli 2013, gempa tektonik berkekuatan magnitudo 6,2 mengguncang Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kemudian, Rabu, 6 Desember 2016, gempa mengguncang Kabupaten Pidie Jaya.

“Seperti gempa sebelumnya, masyarakat Aceh masih belum siap dengan bencana tersebut, sehingga banyak yang meninggal.”

Sejauh ini, banyak bangunan yang didirikan tidak tahan gempa.

“Pemerintah juga belum mempersiapkan mitigasi bencana yang baik, agar warga tidak  panik,” ukar Fajri.

Baca: PLTD Apung, Jejak Tsunami Aceh yang Kini Menjadi Objek Wisata Bersejarah

Warga berhenti di jalan utama Banda Aceh untuk menghening cipta kejadian tsunami yang hari ini 26 Desember 2024 diperingati sebagai 20 tahun bencana dahsyat tersebut. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Fakhruddin, warga Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, mengatakan pentingnya mitigasi dan peringatan dini bencana tsunami.

“Sebagian besar remaja di Aceh tidak paham tsunami, belum lagi bagaimana cara menyelamatkan diri,” terangnya, Rabu [25/12/2024].

Sosialisasi dan simulasi harus sering dilakukan.

“Banyak yang belum pahan, bahkan ada yang menyamakan tsunami dengan air pasang,” ujarnya.

Mongabay Indonesia menanyakan tentang tsunami kepada sejumlah remaja di Aceh yang lahir setelah 26 Desember 2004. Umumnya, mereka tidak mengerti meski tinggal di pesisir laut.

“Memang tsunami akan terjadi lagi? Itu tidak mungking,” jawaban sebagian besar mereka.

Baca juga: Mengapa Gempa Bumi Tidak Bisa Diprediksi?

Warga berdoa di kuburan massal korban tsunami di Ulee Lheue, Banda Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Masyarakat Belum Sepenuhnya Siap

Pakar bencana Aceh yang juga Dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Ibnu Rusydy mengatakan, setelah tsunami 2004, pemerintah pusat, daerah, akademisi kampus, and LSM telah melakukan upaya mitigasi gempa dan tsunami.

“Beberapa kejadian memberi kita pemahaman, masyarakat belum sepenuhnya siap. Secara struktural, banyak rambu dan bangunan evakuasi, namun secara kultural perlu ditingkatkan lagi, karena belum dimanfaatkan dengan baik,” terangnya, Selasa [24/12/2024].

Simulasi bencana harus dilakukan reguler, guna membangun budaya sadar bencana.

“Sudah saatnya, mata pelajaran mitigasi bencana menjadi kurikulum wajib siswa SD hingga SMA,” ungkapnya.

Di kuburan massal di Ulee Lheue Banda Aceh, ini para keluarga mendoakan korban bencana dahsyat tsunami yang terjadi 20 tahun silam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Pejabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA, pada Senin [23/12/2024], mengatakan gempa dan tsunami Aceh memberi pelajaran penting bahwa bencana dapat terjadi kapan saja.

“Kita harus siap hidup berdampingan dengan bencana dan selalu waspada terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi,” paparnya.

Memahami Megathrust: Gempa Dahsyat yang Berpotensi Terjadi di Indonesia

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|