- Segang merupakan ritual adat pendinginan padi yang dilakukan di kebun adat Suku Soge di wilayah Tana Ai, di Desa Watuomok, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT.
- Ritual bertujuan agar padi tumbuh segar dan menghasilkan panen yang bagus.
- Masyarakat etnis Tana Ai yang mendiami wilayah timur Sikka percaya, padi merupakan dewi, perempuan yang memberi kehidupan. Untuk itu, harus dihormati dan diperlakukan istimewa.
- Kebun adat merupakan lahan pertanian yang sudah lama tidak ditanam padi, sekitar tiga Di kebun adat, segala proses mulai pembukaan lahan hingga panen harus melalui ritual.
Puluhan warga Kampung Wairbou, Desa Watuomok, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT, berkumpul di kebun adat mereka, Rabu (5/2/2025).
“Hari ini akan dilakukan ritual adat Segang, yaitu pendinginan padi di kebun adat Suku Soge di wilayah Tana Ai,” sebut Henderikus Hiong, Pemangku Adat Suku Soge.
Biasanya, pemangku adat lebih dulu masuk hutan di pagi hari, mencari dedaunan dan akar kayu sebagai perlengkapan ritual.
“Ritual bertujuan agar padi tumbuh segar dan menghasilkan panen bagus. Dedaunan dan akar akan ditanam di empat sudut kebun,” ucap Hiong.
Masyarakat etnis Tana Ai yang mendiami wilayah timur Sikka percaya, padi merupakan dewi, perempuan yang memberi kehidupan. Untuk itu, harus dihormati dan diperlakukan istimewa.
Baca: Tiyaitiki, Kearifan Suku Tepra Menjaga Perairan Teluk Tanah Merah

Kebun adat
Kebun adat merupakan lahan pertanian yang sudah lama tidak ditanam padi, sekitar tiga tahun. Di kebun adat, segala proses mulai pembukaan lahan hingga panen harus melalui ritual.
Rafael Raga, pendiri Yayasan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengembangan Wilayah Tana Ai (YLPM – BANGWITA), mengatakan ritual diawali dengan membersihkan lahan yang akan ditanam.
Setelah kayu dan dedaunan dijemur selama dua bulan, lalu sekitar September dibakar dan dibersihkan. Berikutnya, benih padi ladang usia 90-120 hari, siap ditanam.
“Dulu, Oktober sudah musim tanam karena curah hujan teratur. Biasanya, tetua adat membaca tanda alam dengan melihat banyaknya laron yang datang.”
Setelah usia tanam padi 1,5 bulan maka dilaksanakan ritual adat Segang. Usai ritual, semua orang dilarang masuk kebun selama empat hari.
“Dari segi ilmu pengetahuan, larangan ini bermakna selama padi berisi maka aktivitas manusia di kebun harus dikurangi. Tujuannya, agar padi tumbuh baik dan sempurna,” ujar Rafael.
Baca: Kearifan Lokal dan Relasi Sosial Suku Baduy dalam Hadapi Tantangan Perubahan Iklim

Klasifikasi tanah
Hasil penelitian tim Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terdiri Eko Cahyono, Mohamad Shohibuddin, Gayatri Kusumastuti, Habiburrachman, Fajar Ahsani, dan Gilang Maulana, yang dipaparkan dalam seminar nasional “Integritas Kebijakan Pembaruan Tenurial di Wilayah Adat untuk Penyelesaian Krisis Sosial Ekologi dan Konflik Agraria di Pulau Flores” di IFTK Ledalero, Sikka, Sabtu (11/11/2023), menjelaskan bagaimana kearifan berladang.
Tana sebagai kesatuan ulayat, dipimpin seorang pemimpin adat yang disebut tana pu’an. Wewenangnya, lebih pada aspek ritual dan seremonial.
“Adapun urusan menyangkut pembagian dan pemanfaatan ladang, diatur masing-masing klan. Kewenangan urusan ini dipegang kaum perempuan (du’a luka), sesuai sistem matrilineal yang berlaku pada etnis Tana Ai,” jelas Eko dan kolega.
Baca juga: Kearifan Masyarakat Adat Malako Kociak: Menjaga Sungai Subayang dengan Aturan Lubuk Larangan

Hasil penelitian menunjukkan, masyarakat Tana Ai membuat klasifikasi cukup rinci atas tanah, berdasarkan keadaan dan jenis penggunaannya. Pertama, tana uma, yaitu tanah ladang yang diklaim turun temurun dan diusahakan produktif.
Kedua, tana roin dan ‘ai tali, yaitu tanah yang menjadi cadangan ladang mendatang. Ketiga, tana wair matan, yaitu tanah sekitar mata air yang pohonnya dilarang ditebang. Keempat, tana ‘urun ri’i rotan, merupakan tanah berumput atau padang ilalang yang tidak ditanami dan dapat diakses seluruh anggota masyarakat.
Kelima, tana uran doe, adalah tanah di lereng atas gunung yang basah, dingin, dan rawan longsor, yang dilarang dibudidayakan. Keenam, tana repit go’it kokan ra’at, yaitu tanah yang terlalu terjal untuk ditanami.
“Terkahir, tana nuba nanga, yaitu daerah muara dan pesisir yang dihindari karena malaria dan filariasis. Wilayah ini, terutama digunakan untuk lokasi ritual,” terang peneliti.
Kearifan Suku Semende: Menjaga Alam dan Bersahabat dengan Kucing Liar