Penemuan tak terduga di jantung hutan tropis Papua Nugini membuka babak baru dalam dunia herpetologi. Seorang ilmuwan asal Amerika Serikat secara tidak sengaja menjadi saksi peristiwa yang luar biasa: seekor ular hitam legam membelit dan melumpuhkan seekor elang hidup-hidup. Ular misterius itu, yang awalnya tak dikenali, ternyata belum pernah diklasifikasikan secara ilmiah. Dari momen tersebut, terbukalah jalan bagi identifikasi empat spesies ular pohon baru—masing-masing berasal dari pulau-pulau terpencil yang sebelumnya nyaris tak tersentuh eksplorasi ilmiah.
Pada April 2025, herpetolog Fred Kraus dari University of Michigan, AS menerbitkan hasil ekspedisinya di jurnal Zootaxa, mendokumentasikan empat spesies ular pohon baru dari genus Dendrelaphis. Salah satu penemuan paling mencolok terjadi di Pulau Sudest (juga dikenal sebagai Vanatinai atau Tagula Island), di mana Kraus menyaksikan secara langsung seekor ular membelit dan melumpuhkan seekor burung elang pemangsa besar dari jenis goshawk (Accipiter spp.) dengan bentang sayap mencapai 1,2 meter.

Ular tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Dendrelaphis anthracina, dinamai berdasarkan kata Latin untuk “hitam arang”. Spesies baru ini memiliki panjang tubuh hingga 142 cm, dengan warna hitam mengkilap, mata berwarna hitam, dan dagu putih mencolok. Selain perilakunya yang agresif, ular ini juga ditemukan di berbagai tipe habitat: dari hutan hujan primer hingga pekarangan dan kebun yang dikelola manusia.
Baca juga: Dari Welang hingga Viper, Inilah Ular-Ular Paling Berbahaya di Tiap Benua di Dunia
Tiga Penemuan Lain di Pulau-Pulau Terpencil Papua Nugini
Dendrelaphis atra – Ular Hitam Doff dari Pulau Misima
Di Pulau Misima, Kraus mengidentifikasi spesies baru lainnya: Dendrelaphis atra. Meskipun memiliki morfologi yang mirip dengan D. anthracina, ular ini memiliki ciri khas berupa warna hitam pekat tanpa kilap (matte black). Individu muda menunjukkan warna abu-abu kecoklatan, yang kemudian berubah menjadi hitam solid seiring pertambahan usia.

Ular sepanjang 125 cm ini menunjukkan kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang telah dimodifikasi manusia. Ia ditemukan tidak hanya di hutan dan kebun, tetapi juga di wilayah pertambangan dan sekitar bangunan. Penamaan “atra” berasal dari bahasa Latin untuk “gelap” atau “hitam”, merujuk pada karakteristik pewarnaan tubuhnya.
Dendrelaphis melanarkys – Ular Jaring Bermata Jingga dari Rossel Island
Pulau Rossel menjadi lokasi penemuan spesies ketiga, Dendrelaphis melanarkys. Spesies ini memiliki penampilan yang sangat khas: mata jingga terang, sisik gelap dengan pola menyerupai jaring, dan lidah berwarna gelap. Nama “melanarkys” berasal dari bahasa Yunani, menggabungkan kata “melan” (hitam) dan “arkys” (jaring).

Dengan panjang mencapai hampir 150 cm, ular ini ditemukan di kawasan hutan tropis serta di lokasi yang menunjukkan keberadaan manusia, seperti bekas desa Bibikea yang telah ditinggalkan. Kombinasi visualnya menjadikannya salah satu spesies paling mudah dikenali di antara penemuan baru ini.
Dendrelaphis roseni – Spesies Terkecil yang Dinamai untuk Seorang Sahabat
Penemuan keempat terjadi di Pulau Woodlark, tempat ditemukannya Dendrelaphis roseni, spesies terkecil dari keempatnya dengan panjang sekitar 105 cm. Ular ini memiliki karakteristik warna yang berubah seiring usia, dari abu terang saat muda menjadi lebih gelap ketika dewasa. Spesies ini ditemukan di habitat alami maupun wilayah yang telah dimodifikasi, termasuk kebun dan pekarangan rumah.

Nama roseni diambil dari Clark Rosen, seorang pakar herpetologi dan sahabat dekat Fred Kraus yang telah wafat. Penamaan ini menjadi bentuk penghormatan atas kontribusi Rosen terhadap ilmu pengetahuan dan konservasi.
Keempat spesies baru ini seluruhnya ditemukan di pulau-pulau terpisah dalam gugusan Kepulauan Louisiade dan Woodlark di Provinsi Milne Bay. Masing-masing spesies hanya ditemukan di satu lokasi geografis, menjadikan mereka spesies endemik dengan rentang distribusi yang sangat terbatas.
Fenomena ini mendukung konsep “spesiasi pulau” atau island speciation, di mana populasi yang terisolasi secara geografis berkembang menjadi spesies baru akibat tekanan seleksi alam yang unik di masing-masing pulau.
Baca juga: Mengungkap Misteri: Lebih dari 75.000 Ular Berkumpul di Narcisse Setiap Tahun
Papua Nugini: Titik Panas Keanekaragaman Reptil Dunia
Menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP), Papua Nugini memiliki lebih dari 5% keanekaragaman hayati global, dan menjadi rumah bagi lebih dari 80 spesies ular yang telah diidentifikasi. Provinsi Milne Bay, tempat penemuan ini dilakukan, merupakan salah satu kawasan dengan konsentrasi reptil dan amfibi endemik tertinggi di dunia.
Genus Dendrelaphis sendiri tersebar luas di Asia Tenggara dan Australasia, namun banyak spesiesnya yang masih belum dikenali secara formal. Studi yang dilakukan Kraus menutup sebagian celah tersebut, sekaligus membuka peluang penelitian lanjutan di wilayah-wilayah terpencil lainnya.
Penemuan ini bukan hanya menambah daftar spesies reptil dunia, tetapi juga menjadi pengingat penting bahwa keanekaragaman hayati dunia belum sepenuhnya dipetakan. Beberapa dari ular ini ditemukan di habitat yang telah terganggu oleh aktivitas manusia, seperti pertambangan dan kawasan pemukiman. Tanpa perlindungan dan pengelolaan konservasi yang tepat, spesies-spesies langka ini bisa terancam punah sebelum benar-benar dipahami.
Indonesia—yang memiliki lanskap geografi dan ekologi serupa—juga berpotensi menyimpan spesies-spesies baru yang belum teridentifikasi. Penemuan seperti ini seharusnya menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk meningkatkan eksplorasi biodiversitas dan memperkuat kebijakan perlindungan habitat.