Hari Bumi 2025: Energi Bersih untuk Masa Depan Umat Manusia

3 days ago 14
  • Hari Bumi 2025 mengambil tema “Our Power, Our Planet” yang menyerukan percepatan transisi menuju sumber energi terbarukan. Peralihan cepat dan masif menuju energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi disebut sebagai kunci untuk memitigasi dampak terburuk perubahan iklim.
  • Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB mengatakan energi terbarukan lebih murah, lebih sehat, dan lebih aman daripada alternatif bahan bakar fosil. Tindakan adaptasi sangat penting untuk menciptakan ekonomi yang kuat dan masyarakat yang lebih aman untuk sekarang dan di masa depan.
  • Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menjelaskan bahwa pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih sangat rendah, meskipun potensinya mencapai lebih 3.686 GW (Gigawatt). 
  • Kerangka regulasi yang terfragmentasi, keterbatasan tenaga kerja terampil, serta lemahnya hubungan antara riset dan kebijakan energi menjadi hambatan utama bagi integrasi sektor manufaktur energi terbarukan di Indonesia.

Hari Bumi setiap 22 April, merupakan pengingat kita semua menjaga planet yang kita huni. Tema tahun 2025 adalah “Our Power, Our Planet”. Ini merupakan seruan global untuk mempercepat transisi menuju sumber energi terbarukan.

Saat ini pembakaran bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama merupakan kontributor terbesar terhadap emisi gas rumah kaca. Peralihan cepat dan masif menuju energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, air, dan panas bumi merupakan kunci untuk memitigasi dampak terburuk perubahan iklim.

“Bumi sedang demam. Tahun lalu adalah yang terpanas yang pernah tercatat, rekor panas dalam satu dekade terakhir. Kita tahu apa yang menyebabkan penyakit ini: emisi gas rumah kaca yang ditekan manusia ke atmosfer, sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil,” kata Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam pesannya pada Hari Bumi 2025.

Baca: Hari Bumi 2024: Burung Laut Paling Terancam Sampah Plastik Akibat Ulah Manusia

Indonesia memiliki potensi air melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Menurut dia, kita semua tahu gejalanya adalah kebakaran hutan yang dahsyat, banjir, dan panas. Bahkan, nyawa melayang dan mata pencaharian hancur. Maka yang harus dilakukan adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cepat, serta mempercepat adaptasi untuk melindungi diri kita sendiri dan alam dari bencana iklim.

“Jalan menuju pemulihan merupakan cara saling menguntungkan. Energi terbarukan lebih murah, lebih sehat, dan lebih aman daripada alternatif bahan bakar fosil. Tindakan adaptasi sangat penting untuk menciptakan ekonomi kuat dan masyarakat yang lebih aman untuk sekarang dan masa depan.”

Guterres menegaskan, tahun ini sangat penting. Semua negara harus membuat rencana aksi iklim nasional baru yang selaras dengan upaya membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius. Hal ini sangat penting untuk menghindari bencana iklim yang terburuk. Ini adalah kesempatan penting untuk meraih keuntungan dari energi bersih.

“Saya mendorong semua negara untuk mengambilnya dengan G20 yang memimpin. Kita juga membutuhkan tindakan untuk mengatasi polusi, mengerem laju hilangnya keanekaragaman hayati, dan memberikan dana yang dibutuhkan negara-negara untuk melindungi planet kita,” tegasnya.

Baca: Terancam Punah, 6 Fakta Dampak Krisis Iklim pada Produksi Kopi

Krisis iklim juga berdampak pada perkembangan pohon kopi arabika akibat naiknya suhu dan berjangkitnya penyakit tanaman. Tampak petani memetik biji kopi arabika yang menjadi andalan masyarakat Gayo, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Kondisi di Indonesia

Mewujudkan transisi energi dan mengatasi krisis iklim memerlukan kolaborasi erat antara individu, komunitas, dan pembuat kebijakan. Individu memiliki kekuatan untuk membuat pilihan yang lebih berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengurangi konsumsi energi, memilih transportasi ramah lingkungan, dan mendukung produk-produk yang diproduksi secara bertanggung jawab.

Di Indonesia, kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) memberikan landasan bagi pemerintah untuk memprioritaskan pengembangan industri manufaktur energi terbarukan sebagai bagian strategi pembangunan ekonomi dan mitigasi perubahan iklim.

Dalam studi IESR berjudul Market Assessment for Indonesia’s Manufacturing Industry for Renewable Energy, menyoroti peluang energi surya, angin, dan baterai di Indonesia untuk berkembang. Optimalisasi pengembangannya berpotensi memberikan manfaat ekonomi signifikan, termasuk penciptaan 9,7 juta pekerjaan-tahun (job-years) pada 2060. Selain itu, total potensi ekonomi dari ketiga sektor ini diperkirakan mencapai USD551,5 miliar (sekitar Rp8.824 triliun) pada 2060.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menjelaskan bahwa pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih sangat rendah, meskipun potensinya mencapai lebih dari 3.686 GW (Gigawatt). Dia mencontohkan, pemanfaatan PLTS baru mencapai 0,32 GW, jauh dari potensinya lebih dari 3.300 GW yang tersedia.

Fabby menilai bahwa kerangka regulasi yang terfragmentasi, keterbatasan tenaga kerja terampil, serta lemahnya hubungan antara riset dan kebijakan energi menjadi hambatan utama bagi integrasi sektor manufaktur energi terbarukan di Indonesia.

“Kajian ini bisa menjadi inspirasi program hilirisasi yang menjadi prioritas pemerintahan Prabowo. Jika dikembangkan dengan baik, industri ketiga teknologi ini dapat menjadi bagian dari transformasi ekonomi jangka panjang Indonesia, yang tidak hanya bertumpu pada komoditas, tetapi pada nilai tambah dan teknologi,” jelas Fabby dalam keterangan tertulis, 25 Maret 2025.

Baca juga: IESR: Target Energi Bersih Indonesia di COP29 Harus Selaras Perjanjian Paris

Menjaga kelestarian hutan merupakan cara bijaksana menjaga kehidupan umat manusia di Bumi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Studi IESR tersebut memberikan empat rekomendasi.

Pertama, Indonesia perlu memastikan rantai pasok industri manufaktur, paling tidak untuk perakitan panel surya, turbin angin, dan baterai, termasuk perakitan dan penerapan proyek rekayasa, pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement, Construction/EPC). Pengembangan rantai pasok lebih jauh perlu didukung studi kelayakan menyeluruh dan keterlibatan pemangku kepentingan nasional, dan global.

Kedua, pemerintah perlu merumuskan peta jalan untuk adopsi energi terbarukan yang berkelanjutan beriringan dengan peta jalan penguatan industri manufaktur energi terbarukan. Perumusan peta jalan ini juga harus sejalan dengan perencanaan energi nasional.

Ketiga, transformasi strategi industri menjadi strategi ekonomi memerlukan dukungan pemerintah berupa insentif, pembiayaan, dan kebijakan yang menciptakan ekosistem ideal dari hulu ke hilir dan konsisten dalam penerapannya.

Keempat, Indonesia perlu melakukan persiapan sumber daya manusia (SDM) melalui kebijakan pendidikan dan pelatihan yang sesuai, agar tenaga kerja memiliki keterampilan ramah lingkungan yang mendukung industri energi terbarukan.

Umat Manusia Hanya 0,01 Persen dari Kehidupan Planet Bumi. Apa 99,99 persennya?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|