- Apa perkembangan kasus perdagangan 1,2 ton sisik trenggiling (Manis javanica) yang terbongkar akhir tahun lalu? Dari sidang perdana di Pengadilan Negeri Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut), Senin (14/4/25), terungkap fakta, ternyata sisik trenggiling itu dari gudang barang bukti Polres Asahan.
- Era Husni Thamrin, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Asahan, saat membacakan dakwaan menyebut, kasus berawal dari Bripda Alfi Siregar, tersangka yang bertugas di Polres Asahan, mau menjual ratusan kg sisik trenggiling yang dia ambil dari gudang penyimpanan barang bukti.
- Nanda Nababan, Direktur Eksekutif Advokat dan Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia menyatakan, fakta dalam surat dakwaan menunjukkan tindak pidana terjadi karena pelaku hendak menjual lagi barang bukti. Untuk itu, majelis hakim bisa memberikan hukuman lebih berat.
- Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT Indonesia, menyatakan, fakta dalam dakwaan merupakan puncak gunung es dari maraknya keterlibatan aparat dalam perdagangan ilegal satwa liar.
Apa perkembangan kasus perdagangan 1,2 ton sisik trenggiling (Manis javanica) yang terbongkar akhir tahun lalu? Dari sidang perdana di Pengadilan Negeri Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut), Senin (14/4/25), terungkap fakta, ternyata sisik trenggiling itu dari gudang barang bukti Polres Asahan.
Era Husni Thamrin, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Asahan, saat membacakan dakwaan menyebut, kasus berawal dari Bripda Alfi Siregar, tersangka yang bertugas di Polres Asahan, mau menjual ratusan kg sisik trenggiling yang dia ambil dari gudang penyimpanan barang bukti.
Dia menghubungi jaringannya, Serda Rahmadani Syahputra, agar memindahkan ke kediaman Serka M Yusuf. Keduanya anggota TNI di Kodim Asahan.
Sesampainya di gudang penyimpanan barang di Polres Asahan, Alfi membuka gudang dan memperlihatkan mobil pickup L300 berkelir hitam. Berkarung-karung sisik trenggiling ada di dalam mobil itu.
Mereka membawa keluar mobil itu. Sesampainya di kios Yusuf, mereka memindahkan sisik trenggiling, dan mobil pickup kembali ke Polres Asahan.
Setelah berhasil berpindah lokasi inilah mereka mulai melakukan proses penawaran di pasar gelap. Seseorang bernama Alex berminat membeli sisik trenggiling. Proses tawar-menawar pun berlangsung menggunakan telepon seluler.
Begitu ada kesepakatan harga, Rahmadani menerima transfer uang dari Alex Rp3,5 juta melalui nomor rekening Amir Simatupang, tersangka sipil. Uang itu tanda jadi pembelian sisik trenggiling, rinciannya, Rp3.000.000 untuk pengiriman dengan bus, Rp500.000 sisanya untuk Amir.
Yusuf, Amir, dan Rahmadani mengepak 320 kg sisik trenggiling pesanan Alex. Mereka mengemas ke sembilan kotak rokok berwarna coklat.
Pada 11 November 2024 pagi, Amir dan Rahmadani menuju warung dekat bus. dua jam kemudian, Yusuf datang membawa sembilan kotak berisi sisik trenggiling. Petugas gabungan Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul, Balai Gakkum Kemenhut Wilayah Sumatera, jajaran Polda Sumut dan Kodam I/BB menangkap tangan saat penurunan barang bukti.

Hukuman lebih berat
Nanda Nababan, Direktur Eksekutif Advokat dan Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia menyatakan, fakta dalam surat dakwaan menunjukkan tindak pidana terjadi karena pelaku hendak menjual lagi barang bukti. Majelis hakim, katanya, mesti memberikan hukuman lebih berat.
Kasus ini membuktikan aparat penegak hukum tidak profesional, tak transparan, dan sesuai perundangan dalam menangani kejahatan satwa liar. Apalagi, ada aparat yang justru terlibat.
Kondisi ini juga menjadi pengingat organisasi yang fokus pada isu konservasi untuk melakukan advokasi dan pengawalan perkara serta memastikan berjalan sesuai aturan.
Jadi, tidak hanya fokus pada pelaku, juga pada penanganan barang bukti. Dari penangkapan sampai putusan pengadilan, termasuk saat pemusnahan atau penyerahan barang bukti pada lembaga berwenang maupun jadi bahan penelitian.
Nanda menyebut, berkas dakwaan masih sumir. Terutama ihwal kejelasan barang bukti sisik trenggiling. Jaksa seharusnya bisa lebih rinci menjelaskan asal perkara barang bukti.
“Supaya majelis hakim melahirkan pertanyaan-pertanyaan pada para pelaku soal bagaimana mereka melakukan tindakannya, siapa saja terlibat. Sehingga, nantinya memperkuat dalil pemberatan hukuman yang dijatuhkan.”
Kalau sisik trenggiling ini barang bukti dari kasus yang masih dalam proses penyidikan, maka registrasi laporan perlu jelas. Bisa saja, ini barang bukti yang Kejaksaan titipkan di Polres Asahan karena Jaksa tidak memiliki tempat cukup.
“Kalau memang ini barang bukti perkara vonis, maka harus merujuk pada amar putusan yang telah ditetapkan,” jelas Nanda.

Puncak gunung es
Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT Indonesia, menyatakan, fakta dalam dakwaan merupakan puncak gunung es dari maraknya keterlibatan aparat dalam perdagangan ilegal satwa liar.
“Ini bukanlah kasus pertama yang melibatkan oknum aparat,” katanya pada Mongabay, Kamis (17/4/25).
Sumut, merupakan zona merah perdagangan ilegal satwa liar. Bahkan, Sumut, Aceh dan Riau, merupakan pintu utama penyelundupan satwa liar dari Indonesia ke luar negeri, dan sebaliknya.
“Ada uang yang besar dalam bisnis ilegal satwa liar. Motif mendapatkan uang besar inilah yang pada akhirnya membuat hampir semua instansi terkait disusupi oleh jaringan perdagangan ilegal satwa liar yang bekerja sangat rapi dan canggih.”
Keterlibatan aparat dalam perdagangan ilegal satwa liar, katanya, terjadi hampir di semua instansi terkait, seperti kepolisian, Karantina, militer, bahkan BKSDA. Mereka berperan menjadi kurir, pengaman atau backing, bahkan tidak sedikit yang jadi pedagang langsung.
Dengan keterlibatan aparat, jejaring perdagangan ilegal satwa liar ini akan merasa aman dari penindakan dan penegakan hukum. “Tetapi negara tidak boleh kalah dari para pelaku perdagangan ilegal satwa liar yang telah menyusup di hampir semua instansi terkait.”
Catatan mereka, setidaknya ada beberapa kasus besar perdagangan ilegal satwa liar yang melibatkan aparat. Pertama, kasus perdagangan ilegal satwa yang melibatkan warga negara Libya dan petugas Karantina Bandara Soekarno Hatta pada 2015.
Kedua, keterlibatan militer dalam kasus penyitaan puluhan satwa liar di atas KRI Teluk Lada di Surabaya, Jawa Timur. Ketiga, Keterlibatan TNI dalam penyelundupan 180 burung Papua ke Jakarta yang berhasil digagalkan Polisi Militer AU di Bandara Halim Perdanakusuma pada 2021.
Mongabay coba menghubungi Kapolres Asahan, AKBP Afdal Junaidi, untuk mengetahui proses hukum Alfi Hariadi Siregar, termasuk status barang bukti sisik trenggiling yang berasal dari gudang barang bukti Polres Asahan. Namun tidak ada respons sejak Selasa (15/4/25) sampai berita ini terbit.

*****
Kasus 1 Ton Sisik Trenggiling Masuk ke Kejaksaan, Siapa Pelakunya?