- Pembangkit listrik dari sampah (refuse derived fuel/RDF) Plant Rorotan, Jakarta Utara mulai uji coba. Warga pun mulai mengeluh polusi udara dan bau busuk menyengat khawatir berdampak buruk pada kesehatan. Bahkan, sudah ada yang alami sakit pernapasan.
- Dinas Lingkungan Hidup Jakarta merespon. Mereka sudah mengosongkan bunker dan memindahkan sampah ke TPST Bantar Gebang. Seluruh fasilitas RDF Rorotan juga disterilkan dan diberi pewangi untuk menghilangkan bau. RDF Rorotan lalu tutup sementara untuk perbaikan. Tiga stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) Mobile juga terpasang di kawasan Metland, Cakung Timur, dan Harapan Indah, Bekasi, dan Jakarta Garden City.
- Muhammad Aminullah, Juru Kampanye Walhi Jakarta menilai, upaya penghilangan bau menyengat tidaklah memperbaiki kualitas lingkungan. Sebab, bau itu menunjukkan ada cemaran berupa gas atau asap hasil pembakaran yang diduga mengandung senyawa berbahaya. Bau hilang pun, tak serta merta menghilangkan cemaran lingkungan. Justru masyarakat tak dapat mendeteksi cemaran di lingkungan mereka.
- Greenpeace mendorong, pemerintah mengatasi persoalan sampah dengan solusi berkelanjutan: pengelolaan sampah berbasis pemilahan hingga penerapan kebijakan ketat untuk mengurangi kemasan plastik sekali pakai.
Pembangkit listrik tenaga sampah atau refuse derived fuel (RDF) Plant Rorotan, Jakarta Utara mulai uji coba. Warga pun mulai mengeluh polusi udara dan bau busuk menyengat khawatir berdampak buruk pada kesehatan.
Asap hitam keluar dari cerobong alat pembangkit listrik tenaga sampah ini. RDF Rorotan merupakan teknologi yang memproses sampah jadi bahan bakar untuk pabrik semen. Teknologi ini punya Pemerintah Jakarta, menelan biaya sampai Rp1,28 triliun.
Teknologi ini diklaim mampu kelola sampah 2.500 ton per hari, juga diproyeksikan mampu mengurangi beban sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.
Pembangunan RDF Plant Rorotan itu sejak Mei 2024, selesai awal 2025. Awal Februari lalu, pengelola mulai uji coba.
Wahyu Andre, warga perumahan Jakarta Garden City (JGC), mengatakan, uji coba tanpa pemberitahuan warga sekitar dan pengoperasian tak kenal waktu, pagi, siang, hingga malam.
Rumah Wahyu berjarak satu kilometer dengan RDF Plant Rorotan. Asap dan bau menyengat mengepung perumahan Wahyu.
Dia bilang, bau dan asap itu bahkan masuk ke rumah. Warga pun menutup rapat rumah mereka dan memasang air purifier—alat penjernih udara. Debu serpihan plastik juga mereka temukan di luar rumah, menempel di mobil dan fasilitas umum macam taman.
“Setiap sore kita ada tiga taman bermain, anak-anak suka main di luar, kita suruh pakai masker,” ujar Wahyu kepada Mongabay Jakarta Timur, Senin (24/5/25).
Pencemaran RDF Plant Rorotan ini berdampak pada kesehatan anak-anak. Menurut data sementara yang dihimpun Wahyu di Cluster Shinano, terdapat 13 anak terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), empat terkena radang selaput mata.
“Anak saya kena radang selaput mata. Jadi perih, terus akhirnya bintitan, kadang bengkak di mata, (kelopak mata) merah,” katanya sambil menunjukkan bukti diagnosa dokter kepada Mongabay.
Dampak serupa juga dialami Marcella Aprilia, warga dengan rumah berjarak sekitar tiga kilometer dari RDF Plant Rorotan. Marcella, anaknya, dan suster mengalami ISPA berulang tiap dua minggu sekali.
Asap dan bau menyengat masuk ke rumah Marcella, bahkan baunya menempel hingga ke jemuran pakaian. Dia harus menutup pintu dan jendela rapat-rapat dan melarang kedua anaknya bermain di luar rumah.
“Paling mengganggu batuk, pilek, nyeri tenggorokan. Kalaupun ditawari berobat ke Puskesmas, saya dan suami dokter, kami bisa obati diri sendiri. Tapi bukan itu poinnya. Anak-anak punya hak untuk hidup sehat. Apa gunanya kalau ada pengelolaan sampah tapi generasi bangsa jadi sakit-sakitan,” kata Marcella kepada Mongabay.
Dampak lebih naas terjadi di Kampung Karang Tengah, Kelurahan Pusaka Rakyat, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, banyak warga mengeluhkan bau dan asap menyengat.
Meski lain provinsi dengan Jakarta, pemukiman ini hanya berjarak 500 meter dari RDF Plant Rorotan—terpisahkan Banjir Kanal Timur (BKT)—warga terkena dampak kesehatan, seperti dialami Edi Rifay.
“Saya aja ini sampai sering mual, sering pusing kepala. Berarti udara yang kita hirup gak sehat,” katanya saat ditemui Mongabay, Senin lalu.

Syaripudin, Ketua RT mengatakan, warga mengalami demam, batuk, pilek, hingga sesak napas. Anak-anak sekolah, hanya berjarak 500 meter dari RDF Plant juga terdampak. Aktivitas belajar-mengajar terganggu. Dia sempat dipanggil guru sekolah untuk mencari tahu sumber pencemaran udara.
Menurut dia, anak-anak di kampungnya bahkan enggan makan karena bau juga aktivitas sehari-hari terganggu. Namun, warga Karang Tengah tidak langsung memeriksakan kesehatan ke rumah sakit secara mandiri seperti warga JGC.
Mereka hanya beli obat warung untuk mengatasi dampak kesehatan. Warganya tidak punya uang untuk berobat.
“Jangankan buat berobat. Namanya rakyat kecil penghasilannya cuma pelihara bebek, ke sawah, cari-cari barang bekas, paling mantap kerja di pabrik itu pun gak seberapa gajinya.”
Pemerintah Jakarta menerjunkan tim medis ke perumahan Jakarta Garden City (JGC), Jumat (21/3/25) pekan lalu. Junaidah, Kepala Puskesmas Cakung, mengatakan, warga terdampak ISPA sudah sembuh dan kembali beraktivitas.
“Apabila warga butuh bantuan kesehatan, kami persilakan untuk menghubungi Puskesmas Cakung tanpa harus bayar biaya pemeriksaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu lalu.
Sayangnya, pemeriksaan itu hanya terfokus pada wilayah Jakarta. Ratusan warga Kampung Karang Tengah, Bekasi, tidak mendapat akses kesehatan.

Evaluasi RDF Plant Rorotan
Forum Warga Peduli Kesehatan aksi damai di depan RDF Plant Rorotan, Jumat (21/3/25). Mereka menuntut tutup pabrik sampah itu karena mencemari udara dan berdampak pada kesehatan.
Pada aksi itu, warga bersepakat dengan pengelola RDF Plant Rorotan untuk menghentikan sementara kegiatan pengolahan sampah, pengelola harus mengeluarkan sampah dan produk dari RDF Plant Rorotan.
Warga juga meminta pengelola memperbaiki sistem pengendalian kebauan dan asap yang saat ini masih tahap perhitungan. Dinas Lingkungan Hidup tidak akan meresmikan RDF Plant sampai perbaikan pengendalian bau dan asap diselesaikan.
Sebagian tuntutan warga itu telah dikabulkan. Dinas Lingkungan Hidup Jakarta sudah mengosongkan bunker dan memindahkan sampah ke TPST Bantar Gebang.
“Pengerjaan pemindahan sampah ini meliputi sampah lama di bunker sebanyak 800 ton serta produk RDF di gudang produksi sekitar 600 ton. Harapannya, pengosongan bunker dan produk RDF dapat mengurangi bau,” ucap Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, Sabtu lalu.
Seluruh fasilitas RDF Rorotan juga disterilkan dan diberi pewangi untuk menghilangkan bau. RDF Rorotan lalu tutup sementara untuk perbaikan.
Pada 25 Maret lalu, pengelola RDF Rorotan mengajak perwakilan warga untuk meninjau pabrik pengolahan sampah itu. Asep Kuswanto berjanji pengelolaan RDF Rorotan bakal transparan dan melibatkan warga.
“Tidak akan ada uji coba maupun operasional sebelum seluruh aspek teknis, terutama pengendalian bau dan emisi, benar-benar teratasi,” ujar Asep.
Dia mengatakan, dinas akan menambah deodorizer di area produksi dan gudang RDF untuk mengendalikan bau, melengkapi deodorizer yang sudah terpasang di area bunker.
Tiga stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) Mobile juga terpasang di kawasan Metland, Cakung Timur, dan Harapan Indah, Bekasi, dan Jakarta Garden City.
“Seluruh data pemantauan kualitas udara bisa diakses terbuka untuk umum. Ini bagian dari komitmen kami untuk memastikan keterbukaan informasi serta memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pengelolaan RDF dilakukan dengan standar yang baik,” ucap Asep.
Meski evaluasi telah Dinas Lingkungan Hidup lakukan, warga teguh menolak RDF Rorotan di pemukiman mereka karena khawatir berisiko mencemari lingkungan.
Syaripudin meminta fasilitas pengolahan sampah milik Pemerintah Jakarta itu pindah dari pemukiman warga. Dia mengusulkan, RDF Rorotan pindah ke daerah jauh dari pemukiman, misal di pulau tak berpenghuni.
“Orang pengen (hidup) sehat! Katanya pemerintah menjaga kesehatan rakyat. Ini program anak sehat dengan makan bergizi, kenapa kita malah diracunin? Apa emang mau dikurangi penduduk Indonesia secara pelan-pelan?”
Wahyu juga Koordinator Forum Warga Peduli Kesehatan mengatakan, intinya warga tidak menolak program pemerintah tetapi tak mau RDF yang cemari lingkungan.
“Kita tidak menolak RDF Rorotan, tapi jangan di sini. Dipindahkanlah, kayak di Singapura pengolahan sampahnya di dekat kawasan industri dan pabrik-pabrik (tidak di pemukiman).”
Mongabay berusaha mengkonfirmasi persoalan RDF Rorotan ini kepada Ardyanto Nugroho, Direktur Pengaduan dan Pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup. Hingga berita ini terbit dia tidak menjawab.

Solusi palsu atasi sampah
Walhi Jakarta mengkritik penanganan pencemaran lingkungan dampak RDF Plant Rorotan hanya berfokus pada hal teknis dengan menghilangkan bau menyengat.
Muhammad Aminullah, Juru Kampanye Walhi Jakarta menilai, upaya penghilangan bau menyengat tidaklah memperbaiki kualitas lingkungan. Sebab, bau itu menunjukkan ada cemaran berupa gas atau asap hasil pembakaran yang diduga mengandung senyawa berbahaya.
“Tindakan tersebut terlihat hanya sebagai upaya mengelabui masyarakat dengan menyembunyikan adanya cemaran yang ditandai dengan bau,” katanya kepada Mongabay, Rabu (26/3/25).
Bau hilang pun, katanya, tak serta merta menghilangkan cemaran lingkungan. Justru masyarakat tak dapat mendeteksi cemaran di lingkungan mereka.
“Penghilangan bau yang dilakukan pemerintah justru menimbulkan adanya ‘pembunuh senyap’ di sekitar RDF Rorotan, cemaran berbahaya yang tidak terdeteksi panca indra manusia.”
RDF Rorotan, katanya, bertentangan dengan upaya pengurangan sampah dari sumber. Hal ini menimbulkan tumpang tindih pengelolaan sampah, misal, Pergub Nomor 77/2022 dan Pergub Nomor 102/2021, mengharuskan pengelolaan sampah berbasis lingkungan RW, kawasan, dan perkantoran.
“Menjadikan sampah sebagai komoditas energi menyebabkan peningkatan sampah di hulu, sebab RDF Rorotan akan terus membutuhkan pasokan sampah agar dapat bekerja secara maksimal,” ucap Aminullah.
Greenpeace juga tegaskan pemerintah harus berfokus pada solusi pengolahan sampah berbasis pemilahan dari sumbernya dan sesuai hierarki pengelolaan sampah, bukan sekadar mengandalkan RDF sebagai jalan keluar instan.
RDF Rorotan untuk mengatasi persoalan sampah hanya solusi palsu. “Selain tidak menyelesaikan akar masalah, proses RDF juga menghasilkan polusi udara yang signifikan, yang semakin memperburuk kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ujar Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia.
Riset International Pollutants Elimination Network menyebut, pengolahan sampah melalui RDF rata-rata mengandung hingga 50% limbah plastik campuran, yang tergolong limbah berbahaya, pada akhirnya akan dibakar di kiln semen dan insinerator. Kondisi ini, saat pembakaran sebabkan pencemaran udara, karena plastik dapat melepaskan zat berbahaya ke udara.
“Pemerintah selalu mengandalkan teknologi mahal tanpa ada fokus pada pengurangan sampah dari sumbernya. Ini bukan solusi nyata justru memperburuk lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat,” kata Ibar Akbar, Juru Kampanye Isu Plastik dan Perkotaan Greenpeace Indonesia.
Greenpeace mendorong, pemerintah mengatasi persoalan sampah dengan solusi berkelanjutan: pengelolaan sampah berbasis pemilahan hingga penerapan kebijakan ketat untuk mengurangi kemasan plastik sekali pakai.
Ibar bilang, penanggulangan sampah di hilir tidak akan berdampak signifikan kalau mata rantai sumber pencemar atau permasalahan di hulu tidak putus terlebih dahulu.
“Pemerintah harus serius dalam menerapkan regulasi pengurangan plastik sekali pakai, termasuk insentif untuk sistem guna ulang (reuse) sebagai langkah serius untuk mengurangi dampak limbah plastik.”

*******