Warga Muncung Protes Penimbunan Sungai

6 days ago 15
  • Petani dan nelayan Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, protes penimbunan sungai hingga pasokan air untuk sawah dan tambak mereka terganggu.
  • Pengurukan itu menyebabkan pengairan sawah terhambat. Sebagian besar lahan pertanian di Desa Muncung bergantung pada aliran air dari Kali Malang Muara Selasih. Akibatnya, panen yang seharusnya bisa awal tahun ini gagal total. Warga yang mayoritas petani ini, kini terancam kehilangan sumber penghasilan utama mereka.
  • Adam Kurniawan, Kepala Divisi Pelibatan Publik Eksekutif Nasional Walhi, kepada Mongabay, mengatakan, pengurukan sungai berisiko melanggar hukum, terutama jika tanpa izin dan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan serta hak masyarakat.
  • Iqbal, Koordinator aksi Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN), mengatakan,  aksi ini bentuk kekecewaan warga terhadap proyek PIK 2 yang telah merusak lingkungan dan mata pencaharian mereka. Proyek itu tanpa konsultasi dengan masyarakat dan tidak mengindahkan aspek sosial maupun ekologis.

Petani dan nelayan Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, protes penimbunan sungai hingga pasokan air untuk sawah dan tambak mereka terganggu.

“Sungai kami diuruk, sawah kami gagal panen, mau makan apa kami.” Begitu teriakan Aswani saat aksi di depan Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3), 20 Februari lalu.

Petani berusia 50 tahun itu dan puluhan warga Muncung, protes pengurukan (penimbunan) salah satu anak Sungai Cidurian,  yakni Kali Malang Muara Selasih.

Pengurukan itu diduga untuk pembangunan PIK 2, megaproyek kerja sama antara Agung Sedayu Group dan Salim Group.

Sejak Juni 2024, PIK 2 melakukan pengurukan di Kali Malang Muara Selasih. Lahan pertanian dan tambak warga Desa Muncung juga ikut tergusur tanpa persetujuan warga.

Pengurukan itu menyebabkan pengairan sawah terhambat. Sebagian besar lahan pertanian di Desa Muncung bergantung pada aliran air dari Kali Malang Muara Selasih.

Sawah di Muncung yang kesulitan air sengan sungai mereka kena timbun. Foto: dokumen warga

Akibatnya, panen yang seharusnya bisa awal tahun ini gagal total. Warga yang mayoritas petani ini, kini terancam kehilangan sumber penghasilan utama mereka.

Sutebi,  misal, terpaksa memanen padi satu kali dalam setahun. Padahal, sebelum pengurukan Kali Malang Muara Selasih, bisa panen sampai tiga kali setahun.

“Hasil panen menurun drastis yang sebelumnya bisa satu ton, sekarang paling cuma dua kwintal,” ucap Sutebi.

Cerita lain datang dari Rajudin. Pria berusia 39 tahun ini merupakan petani tambak bandeng dan udang di Desa Muncung. Tambak terkena pengurukan.

Rajudin tak tinggal diam. Dia menuntut PIK 2 membayar lahan tambak miliknya.

“Awalnya,  lahan saya tidak dibayar, setelah saya protes baru ada pembayaran. Hanya dihargai Rp50.000 per meternya.”

Sebelumnya, 3 Januari 2025, warga mengirim surat ke BBWSC3 terkait pengurukan itu. Sayangnya, tak pernah mendapat respons.

Mongabay berupaya mengonfirmasi soal pengurukan kepada Christy Grasella,  selaku Corporate Secretary Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) 20 Februari lalu lewat pesan WhatsApp.  Pada 21 Februari berusaha mengkonfirmasi lagi lewat sambungan telepon. Sampai berita ini terbit belum mendapatkan respons.

Warga Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang melakukan aksi di depan Kantor BBWSC3 Kota Serang, Banten pada Kamis (20/2/25). Foto: Anggita Raissa/Mongabay Indonesia

Rusak lingkungan

Iqbal, Koordinator aksi Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN), mengatakan,  aksi ini bentuk kekecewaan warga terhadap proyek PIK 2 yang telah merusak lingkungan dan mata pencaharian mereka. Proyek itu tanpa konsultasi dengan masyarakat dan tidak mengindahkan aspek sosial maupun ekologis.

“Kami ingin pemerintah turun tangan dan menindaklanjuti masalah ini karena Kali Malang Muara Selasih sangat vital mengairi 600 hektare lahan pertanian termasuk tambak,” kata Iqbal kepada wartawan 20 Februari lalu.

Pengurukan sungai itu, kata Iqbal, sekitar dua kilometer menyebabkan penyempitan aliran air secara drastis. Akibatnya, debit air yang biasa mencukupi untuk mengairi sawah dan tambak warga kini tak lagi mengalir dengan baik.

Warga pun alami kerugian karena selama ini mengandalkan sungai sebagai sumber irigasi.  Sawah mereka kering saat kemarau dan terendam saat musim hujan.

Melihat dampak makin parah, warga melaporkan kejadian ini ke Ombudsman hingga berkirim surat ke Komnas HAM pada 13 Februari 2025.

“Setelah melaporkan ke kedua lembaga tersebut, tidak lama kemudian ada sidak dan hasilnya, sungai sudah mulai dikeruk lagi, meskipun belum seluruhnya,” kata Iqbal.

Adam Kurniawan, Kepala Divisi Pelibatan Publik Eksekutif Nasional Walhi, kepada Mongabay, mengatakan, pengurukan sungai berisiko melanggar hukum, terutama jika tanpa izin dan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan serta hak masyarakat.

Dia juga menyoroti, lahan pertanian dan tambak, sumber mata pencaharian utama warga tergusur tanpa kompensasi layak. Sementara itu, pengurukan sungai membuat akses warga terhadap air bersih makin terbatas.

Pemerintah, kata Adam, seharusnya memastikan proses pembebasan lahan dan kompensasi berjalan sesuai aturan.

“Yang tak kalah penting, pemerintah mesti memastikan proyek-proyek pembangunan, termasuk PIK 2, tidak merugikan masyarakat lokal dan lingkungan hidup,” katanya.

Truk-truk pengangkut tanah melintasi sawah warga menuju lokasi anak Sungai Cidurian, Kalimalang Muara Selasih untuk proses pengurukan sungai di Desa Muncung, Kecamatan Selasih, Kabupaten Tangerang, Banten. Foto: dokumen warga

******

Kala Hutan Mangrove Pesisir Tangerang Terbabat jadi Pemukiman Mewah

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|