- Buah perian [Artocarpus anisophyllus] merupakan buah hutan. Tumbuhan ini tersebar di sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia [Sumatera dan Kalimantan].
- Buah yang berkerabat dengan nangka, cempedak, dan sukun ini memiliki beragam nama lokal, seperti mentawa, puak, terap, puan, pupuan, mentawak, mentaba, atau mendaba.
- Pohon perian, mentawa, atau terap ini, juga tercatat sebagai salah satu pakan yang disenangi orangutan. Di tipe hutan rawa gambut, pohon ini juga menjadi jenis yang paling banyak dipilih orangutan sebagai tempat bersarang.
- Pohon perian dalam status IUCN ditetapkan Rentan [Vulnerable/VU], akibat keberadaannya di hutan terancam karena penebangan dan kebakaran, serta alih fungsi lahan.
Perian merupakan buah dari tanaman hutan yang rasanya manis, sedikit asam, dengan tekstur daging lembut.
“Seumur hidup, saya baru mencoba. Ternyata ada buah hutan seunik ini,” ucap kata Azizah [47], warga Desa Tempirai, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir [PALI], Sumatera Selatan, Senin [27/1/2025].
Pohon perian yang kami temui, tumbuh dekat anak Sungai Penukal. Tepatnya, di area pemakaman puyang-puyang (leluhur) masyarakat Desa Tambak, sekitar 20 kilometer dari Desa Tempirai. Tingginya lebih dari 20 meter.
“Beruntung, leluhur kami menanamnya,” kata Patoni, juru kunci makam sekaligus warga Desa Tambak, Kecamatan Penukal Utara, PALI.
Berkerabat dengan nangka, cempedak, dan sukun, buah perian [Artocarpus anisophyllus] merupakan buah hutan dari Genus Artocarpus spp., yang merupakan genus utama Suku Moraceae.
Pohon tropis ini bisa tumbuh hingga 45 meter, dengan akar penopang menyebar hingga 2,5 meter. Tumbuhnya merata di Indonesia [Sumatera dan Kalimantan], Malaysia [Sabah, Sarawak, Semenanjung Malaysia di Negeri Sembilan dan Johor], serta Singapura dan Brunei.
Masyarakat Indonesia mengenalnya dengan nama lokal mentawa, puak, terap, puan, pupuan, mentawak, mentaba, atau mendaba. Sedangkan perian, adalah nama lokal yang umum dikenal oleh masyarakat di lahan basah Sungai Musi, khususnya di sekitar Kabupaten PALI, Sumatera Selatan.
Baca: Akar Kuning Digunakan Orangutan untuk Obati Luka

Merujuk teks ikhtisar di situs resmi Daftar Merah Spesies Terancam IUCN, pohon ini tumbuh subur di hutan primer dan sekunder dataran rendah, di punggung bukit dan lembah. Pohon ini juga mampu tumbuh di hutan dengan tanah berpasir granit dan tanah liat.
“Buahnya dapat dimakan dan sering dipanen dari alam liar, yang terkadang dibudidayakan,” jelas laporan tersebut, dikutip Selasa, [28/1/2025].
Kayu pohon ini, yang dikenal sebagai keledang, banyak dicari karena kualitasnya yang baik. Di Sarawak, kayu ini disebut bintawak dan digunakan untuk berbagai keperluan seperti bangunan, perabot, dan peralatan keseharian.
Mengutip penelitian Jamil dan kolega [2014], diperkirakan bahwa flavonoid yang diisolasi dari daun dan kayu teras spesies ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agen antimikroba.
“Spesimen herbarium ini juga digunakan masyarakat lokal untuk mengobati luka dan bisul, serta gatal kepala pada anak-anak,” tulisnya.
Baca: Mengungkap Kesetiaan Orangutan Betina pada Tanah Kelahirannya

Berdasarkan Daftar Merah Spesies Terancam IUCN, meskipun tersebar luas di Sabah, spesies ini tergolong langka di Semenanjung Malaysia dan Sarawak. Populasi keseluruhannya mungkin masih cukup besar, namun terus menurun akibat kerusakan hutan.
Tingkat kehilangan habitat yang signifikan, menunjukkan bahwa pohon tersebut memenuhi kriteria untuk dikategorikan sebagai spesies terancam.
“Statusnya Rentan [Vulnerable/VU],” mengutip situs IUCN, pada Selasa, [28/1/2025].
Baca juga: Selain Fisik, Kesehatan Mental Orangutan Harus Diperhatikan. Mengapa?

Buah yang disukai orangutan
Orangutan sumatera [Pongo abelii], diketahui cukup menyenangi keberadaan pohon perian.
Berdasarkan penelitian Regina & Erdiansyah Rahmi [2020], pohon perian tercatat memiliki indeks nilai penting [INP] strata pohon cukup tinggi, yakni mencapai 19,2 persen.
Sementara INP pada strata tiang mencapai 21,2 persen, namun masih kalah dengan pohon yang satu genus dengannya, yakni cempedak [Artocarpus integer] yang memiliki INP tertinggi tumbuhan pakan orangutan berdasarkan strata semai, yaitu 47,7 persen.
Di sisi lain, pohon yang disebut puak dalam penelitian Rahman [2010], merupakan satu dari 21 jenis pohon sarang orangutan kalimantan di tipe hutan rawa gambut.
“Jenis puak [Artocarpus anisophyllus] merupakan paling banyak dipilih yaitu sebanyak enam individu,” tulis penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Tanjung Putting [Camp Leakey].
Dikutip dari Borneo Orangutan Surival [BOS] Foundation dalam laman orangutan.or.id, tiga spesies orangutan hidup di Indonesia yaitu Pongo pygmaeus [orangutan kalimantan], Pongo abelii [orangutan sumatera], dan Pongo tapanuliensis [orangutan tapanuli].
Sebagai spesies kunci, mereka berperan penting menebar biji berbagi jenis buah dan memiliki jelajah yang jauh. International Union for Conservation of Nature [IUCN] menyatakan ketiga spesies itu berstatus Kritis [Critically Endangered/CR], atau satu langkah lagi menuju kepunahan di alam liar [Extinct In The Wild/EW].

Penelitian terbaru Widyastuti dan kolega [2025], memaparkan pentingnya memasukkan distribusi tanaman pangan sebagai prediktor dalam model kesesuaian habitat orangutan sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL].
“Meningkatkan kualitas habitat dengan memulihkan dan melindungi spesies tanaman pangan utama, akan memastikan populasi orangutan yang berkelanjutan” tulis penelitian tersebut.
Referensi:
Jamil, S., Lathiff, S. M. A., Abdullah, S. A., Jemaon, N., & Sirat, H. M. (2014). Antimicrobial flavonoids from Artocarpus anisophyllus Miq. and Artocarpus lowii King. Jurnal Teknologi, 71(1).
Rahman, D. A. (2010). Karakteristik habitat dan preferensi pohon sarang orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Taman Nasional Tanjung Puting (Studi kasus Camp Leakey). Jurnal Primatologi Indonesia, 7(2), 210516.
Regina, I., & Erdiansyah Rahmi, I. (2020). Keanekaragaman Tumbuhan Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson 1827) Berdasarkan Strata Pertumbuhan Tegakan di Stasiun Penelitian Soraya Kawasan Ekosistem Leuser. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 5(3), 78–86.
Widyastuti, S., Kuswanda, W., Saputra, M. H., Helmanto, H., Anugrah, N., Rahmat, U. M., Napitu, R. S., Adnan, A., & Iskandarrudin. (2025). Incorporating food plant distributions as important predictors in the habitat suitability model of sumatran orangutan (Pongo abelii) in Gunung Leuser National Park, Indonesia. Global Ecology and Conservation, 58, e03434. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.gecco.2025.e03434