Sasaran Limbah Impor, Indonesia Tong Sampah Dunia?

1 month ago 24
  • “Indonesia adalah tong sampah dunia.” Begitu kata rapper asal Amerika Serikat (AS,  Azealia Banks dalam cuitannya di platform X belum lama ini. Cuitan ini jadi viral dan mendapat banyak respons, terutama dari warganet asal Indonesia. Benarkah Indonesia tong sampah dunia?
  • Berdasarkan data Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SPSN) yang Kementerian Lingkungan Hidup kelola per 17 April 2025 tercatat ada 33,621 juta ton timbulan sampah per tahun. Dari jumlah itu, 39,91% tidak terkelola. Dengan kata lain, sampah tidak terkelola per tahun rata-rata mencapai 13,417 juta ton.
  • Data Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat, Indonesia masih menerima impor sampah 262.903 ton. Belanda jadi negara paling banyak mengirim sampah ke Indonesia total 107,5 ton. Kedua terbanyak adalah Jerman, mengirim 59,1 ton sampah. Kemudian Belgia, mengirim 28,8 ton dan Amerika Serikat 19,6 ton.
  • Abdul Ghofar,  Manajer Kampanye Polusi dan Urban Walhi Nasional menilai,  Indonesia saat ini masih darurat sampah. Selain sampah impor,  katanya, yang turut memperparah kondisi ini adalah industri yang mengeluarkan produk-produk fast moving consumer goods (FMCG) atau produk konsumsi dengan cepat dan harga relatif rendah.

“Indonesia adalah tong sampah dunia.” Begitu kata rapper asal Amerika Serikat (AS,  Azealia Banks dalam cuitannya di platform X belum lama ini. Cuitan ini jadi viral dan mendapat banyak respons, terutama dari warganet asal Indonesia.

Banks mengatakan, suka tak suka, Indonesia adalah tanah tercemar, sama dengan India. Negara-negara di dunia, katanya, mengirim sampah ke Indonesia.

Dia khawatir, kondisi ini akan berpengaruh pada kesehatan warga Indonesia dan menyebabkan tenaga kerja berkurang 200 tahun ke depan.

Banks melihat, Indonesia lebih perlu bantuan. Miliarder seperti Jeff Bezos dan Elon Musk lebih baik membantu permasalahan limbah di Indonesia ketimbang menerbangkan Katy Perry ke luar angkasa.

“Untuk apa sih??? Untuk bertemu siapa? Kemanusiaan tidak akan mendapatkan apapun dari perjalanan luar angkasa jika kita berada dalam kondisi lingkungan dan kesehatan fisik yang buruk di bumi,” tulisnya.

8 Kemasan sampah plastik asal Eropa yang ditemukan di Gedangrowo, Sidoarjo Jawa Timur. Foto: Edu Ponces/Ruido Photo

Indonesia tempat sampah dunia?

Berdasarkan data Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SPSN) yang Kementerian Lingkungan Hidup kelola per 17 April 2025 tercatat ada 33,621 juta ton timbulan sampah per tahun.

Dari jumlah itu, 39,91% tidak terkelola. Dengan kata lain, sampah tidak terkelola per tahun rata-rata mencapai 13,417 juta ton.

Prigi Arisansi, Pendiri Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) menilai, Banks tidak salah kalau menyebut Indonesia tong sampah dunia. Itu sesuai realitas saat ini.

“Kita ini jadi tempat sampah baru. Tempat tujuan negara-negara Global North untuk membuang sampah,” katanya 15 April 2025.

Data Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat, Indonesia masih menerima impor sampah 262.903 ton. Belanda jadi negara paling banyak mengirim sampah ke Indonesia total 107,5 ton. Kedua terbanyak adalah Jerman, mengirim 59,1 ton sampah. Kemudian Belgia, mengirim 28,8 ton dan Amerika Serikat 19,6 ton.

Berdasarkan data UN Comtrade, Indonesia mengimpor 22.333 ton sampah plastik dari Australia  periode 2023-2024, naik 27,9% dari sebelumnya, sebesar 16.100 ton sampah yang masuk saat itu.

Prigi menyebut, praktik ini sebagai penjajahan baru (neo colonialism) oleh negara-negara maju (global north) terhadap negara-negara berkembang (global south), seperti Indonesia dan Thailand.

Pada 2022, Indonesia menjadi negara dengan penerima sampah impor terbanyak ketiga di dunia versi UN Comtrade.

Prigi menduga, negara-negara global north membuang sampah ke negara-negara global south sebagai jalan pintas. Biaya mengelola sampah lebih mahal, maka lebih mudah membuang begitu saja ke negara lain.

Aksi sejumlah mahasiswa dan aktivis lingkungan ECOTON di depan kantor Konjen Australia di Surabaya, menolak sampah plastik impor. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

Indonesia, katanya,  mempunyai aturan cukup ketat terkait impor sampah lewat surat keputusan bersama (SKB) Menteri Perdagangan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perindustrian. Ada juga SK Kapolri Nomor 482 /2020 tentang pelaksanaan impor Limbah Non-B3. SKB itu mengatur batas impuritas sampah plastik 2%.

Sayangnya, Ecoton masih menemukan impuritas lebih 2%, meskipun sudah ada aturan itu. Impuritas ini biasa banyak dibawa oleh perusahaan-perusahaan kertas.

Catatan Asosiasi Pulp & Kertas Indonesia (APKI), Indonesia masih kekurangan 3,2-3,5 juta ton per tahun untuk kertas daur ulang. Karena itu, perusahaan masih harus impor.

Impor sampah untuk industri daur ulang memang legal. Namun, katanya, kerap kali impuritas melebihi ketentuan dan sampah plastik pun menggunung di Indonesia.

Masalahnya, Indonesia tidak mampu untuk mengelola sampah-sampah yang masuk itu. Tak ada alat dan tata kelola yang mumpuni hingga bermunculan tempat pembuangan sampah terbuka (open dumpsite).

Sedikitnya ada enam open dumpsite di Pulau Jawa. Salah satu berada di Kragilan Serang, Banten. Ada juga di Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, Malang dan di Gedangrowo, Sidoarjo, Jawa Timur.

Kemudian di Desa Sumberame, Gresik dan Desa Tinjangrono, Jawa Timur dan Gunung Putri, Bogor.

Open dumping ini biasan warga manfaatkan untuk mencari penghidupan antara lain sebagai pemulung. Di Kragilan, Banten, misal, banyak warga memilah sampah plastik pada open dumping untuk jual kembali.

Banyak juga sampah-sampah impor yang tak bisa pakai akhirnya dimusnahkan dengan dibakar. Padahal, katanya, pembakaran sampah ini berbahaya.

“Jadi, sebagian besar plastik yang tidak bisa didaur ulang itu ya dibakar. Di Bekasi, Karawang, Sidoarjo, Mojokerto itu dibakar.”

Ketika sampah dibakar, maka akan melepaskan dioksin atau senyawa kimia beracun yang termasuk sebagai polutan lingkungan persisten (POPs).

Dioksin dari pembakaran sampah bisa mencemari tanah, air hingga udara. Senyawa berbahaya ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti kanker, pengacau hormon, gangguan sistem reproduksi, hingga kelainan kulit.

Satu kontainer berisi sampah plastik impor siap dikembalikan ke negara asal. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

Indonesia termasuk negara dengan kadar pencemaran dioksin tertinggi kelima di dunia dan kedua di Asia. Prigi menilai, ini sudah sangat mengkhawatirkan.

Selain dibakar, sampah-sampah ini juga kerap buang ke kali dan laut. Ecoton menemukan, banyak mikroplastik terkandung pada ikan. Misal, Sungai Citarum, Jawa Barat dan Sungai Kragilan, Banten.

Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat, terdapat 350.000 ton sampah masuk ke laut Indonesia sepanjang 2024.

Di darat, mikroplastik juga banyak menyatu dengan tanah dan termakan oleh unggas seperti ayam. Ecoton sudah pengecekan laboratorium langsung. Hasilnya, terdapat mikroplastik di dalam telur ayam.

Tak hanya berdampak pada hewan, ini juga merembet pada manusia. Mikroplastik juga masuk ke tubuh manusia yang mengonsumsi hewan-hewan yang sudah terkontaminasi lebih dulu.

“Jadi,  rantai tertinggi dalam ekosistem adalah manusia. Kalau ada di air, tanah, media tanam, jagung, ikan, maka akan sampai juga ke manusia,” ujar Prigi.

Abdul Ghofar,  Manajer Kampanye Polusi dan Urban Walhi Nasional menilai,  Indonesia saat ini masih darurat sampah. Selain sampah impor,  katanya, yang turut memperparah kondisi ini adalah industri yang mengeluarkan produk-produk fast moving consumer goods (FMCG) atau produk konsumsi dengan cepat dan harga relatif rendah.

Salah satunya,  produk-produk kemasan sekali pakai (single use packaging). Dia bilang, kemasan sekali pakai ini banyak perusahaan-perusahaan produksi dari luar Indonesia.

Ironisnya, pemasaran produk dengan kemasan sekali pakai biasa hanya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia.

“FMCG di Eropa biasa packaging-nya ramah lingkungan. Tapi, di sini mereka gak mau. Alasannya, karena negara berkembang Asia Tenggara miskin itu butuh saset kemasan kecil dan lain sebagainya,” kata Ghofar.

Masalah sampah, katanya,  memang kompleks. Mulai dari yang timbul dari aktivitas legal seperti impor sampah untuk daur ulang yang membawa residu lebih 2%, kemudian dari produk-produk kemasan sekali pakai, hingga aktivitas ilegal.

Bisnis barang bekas (thrifting) yang muncul ‘lebih ramah lingkungan’, ternyata banyak juga menyumbang masalah sampah di Indonesia. Contoh, di Batam. Banyak barang-barang bekas masuk seperti baju dan elektronik untuk jual kembali tetapi membawa residu tak kalah banyak.

“Impornya ilegal. Sebetulnya,  terus gak semua material bisa dipakai. Banyak residu dan lain sebagainya.”

Sampah kertas dan plastik impor menumpuk di depan rumah warga. Foto: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

Larang impor scrap plastik, menanti implementasi

Hanif Faisol,  Menteri Lingkungan Hidup resmi melarang impor scrap plastik per Januari 2025. Walhi dan Ecoton memandang ini langkah baik. Kebijakan ini dianggap langkah lebih maju dari sebelumnya yang masih memperbolehkan dengan batas impuritas 2%.

Meskipun begitu, dia mewanti-wanti implementasi harus selaras. Selama ini, meski sudah ada aturan pembatasan impuritas 2%, pelaksanaan minim.

Pemerintah, kata Prigi,  harus berbenah. “Jangan sampai nunggu ada dulu yang meninggal.”

Belum lagi soal open dumping. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008  Pasal 29 ayat (1) huruf f menyebutkan,  setiap orang dilarang melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir. Namun, open dumping masih banyak ditemukan.

Pemerintah,  berencana menutup 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) yang terdapat open dumping secara bertahap.

Ghofar melihat ini berisiko bisa menimbulkan masalah baru. Untuk itu,  pemerintah harus mencari solusi alternatif.

“Memang mandat UU ngelarang TPA open dumping. Tapi kan masalahnya ditutup aja tapi nggak ada step berikutnya. Harusnya,  memang 343 TPA di-upgrade jadi sanitary landfill.”

Dia sarankan, pemerintah juga berkomunikasi dengan negara-negara lain soal komitmen, terutama yang sering membuang sampah ke Indonesia.

Ecoton juga ingatkan pemerintah untuk mendengarkan masukan warga. Prigi bilang, Ecoton dan komunitas atau lembaga lain beberapa kali menyurati pemerintah ihwal sampah tetapi belum pernah ada tanggapan.

Sampah plastik yang diimpor dari luar negeri. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

Terbaru, River Warrior menyurati Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup pada 14 Maret 2025. Pelajar SMA dari Gresik, Jawa Timur sekaligus perwakilan komunitas itu, Aeshnina Azzahra Aqilani menjelaskan River Warrior aktif memantau dan mengadvokasi perdagangan sampah plastik dan kertas impor.

River Warrior, mendukung rencana pemerintah menghentikan impor sampah plastik Januari 2025 dan memperketat pengawasan pabrik kertas.

Dia bilang, pemerintah harus menolak ekspor sampah dari negara maju karena dampaknya sudah banyak dirasakan.

Pemerintah juga harus mengevaluasi izin impor dari semua perusahaan sampah plastik dan kertas, berhenti pakai serpihan plastik sebagai bahan bakar. Juga, tingkatkan pengawasan serta pemeriksaan kontainer sampah impor di semua Bea Cukai Pelabuhan Internasional.

“Pemerintah juga harus meminta negara pengekspor sampah bertanggung jawab ikut membersihkan tempat penimbunan berdasarkan data UN Comtrade, Badan Pusat Statistik dan Bill of Lading yang dimiliki importer sampah,” kata Aeshnina.

Novrizal Tahar,  Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak sepakat dengan Banks yang menyebut “Indonesia tong sampah dunia.”

Menurut dia, permasalahan sampah di Indonesia kian membaik.

“Di mana yang bersangkutan (Azealia Banks) melihat sampah Indonesia?” kata Novrizal.

Menteri Hanif, katanya,  bahkan upaya penegakan hukum serius soal isu pengelolaan sampah. Pemerintah, katanya, sudah punya kebijakan dari hulu ke hilir.

“Pak Menteri sudah mengeluarkan sanksi administrasi untuk 343 daerah yang TPA open dumping. Juga sudah meningkatkan menjadi persoalan pidana pihak pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap hal itu.”

Warga duduk di tumpukan sampah impor yang ditimbun di halaman rumahnya. Akibat perdagangan sampah plastik ilegal dari negara maju juga membuat negara di Asia menjadi tempat pembuangan sampah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

*******

Menguak Jejak Sampah Eropa ke Indonesia

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|