Ramadan dan Lahan Basah Sumatera Selatan

1 day ago 8
  • Pempek merupakan penganan yang banyak ditemukan di pasar bedug untuk berbuka puasa di Palembang, Sumatera Selatan, selama Ramadan. Jenisnya beragam, mulai pempek lenjeran, telur, pastel, tahu, dan tunu atau panggang.
  • Masyarakat Sumatera Selatan, khususnya Palembang, selama ratusan tahun menjadikan lahan basah sebagai sumber utama pangan. Misalnya, tempat hidupnya beragam jenis ikan dan tanaman pangan seperti sagu, aren (Arenga pinnata), dan kelapa (Cocos nucifera L.).
  • Beragam jenis kuliner juga dilahirkan dari lahan basah. Mulai pindang ikan, ikan asap, ikan asin, hingga penganan seperti pempek. Sementara gula aren, sebagai bahan cuko (kuah) pempek dan santan kelapa untuk kuah laksan dan celimpungan.
  • Lahan basah merupakan bagian penting yang melahirkan kebudayaan masyarakat Sumatera Selatan.

Pempek merupakan penganan yang banyak ditemukan di pasar bedug untuk berbuka puasa di Palembang, Sumatera Selatan, selama Ramadan. Jenisnya beragam, mulai pempek lenjeran, telur, pastel, tahu, dan tunu atau panggang.

“Meski dijual sepanjang tahun, namun pembelinya di bulan puasa meningkat. Harga jual tergantung daging ikan. Kalau banyak, pakai ikan gabus (Channa striata) dan lebih mahal,” kata Nining (37), pedagang di kawasan Plaju, Palembang, Selasa (4/3/2025).

Penganan lain berbahan ikan dan sagu (Metroxylon sagu) atau tepung tapioka (Manihot esculenta) yang dikonsumsi wong Palembang selama Ramadan adalah laksan, lenggang, dan celimpungan.

Baca: Aren dan Sagu, Pohon yang Perlahan Menghilang di Sumatera Selatan

Ikan belida sumatera ini merupakan jenis dilindungi yang semakin sulit ditemukan di lahan basah Sungai Musi, Sumatera Selatan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Apakah di masa mendatang semua penganan tersebut tetap dikonsumsi masyarakat Palembang?

“Jika lahan basah dirusak dan habis, ada kemungkinan tidak lagi,” kata Ryllian Chandra, akademisi dan peneliti kebijakan tata kelola air dari FISIP UIN Raden Fatah Palembang, Rabu (5/3/2025).

Masyarakat Sumatera Selatan, khususnya Palembang, selama ratusan tahun menjadikan lahan basah sebagai sumber utama pangan. Misalnya, tempat hidupnya beragam jenis ikan dan tanaman pangan seperti sagu, aren (Arenga pinnata), dan kelapa (Cocos nucifera L.).

Beragam jenis kuliner juga dilahirkan dari hasil alam tersebut. Mulai pindang ikan, ikan asap, ikan asin, hingga penganan seperti pempek. Sementara gula aren, sebagai bahan cuko (kuah) pempek dan santan kelapa untuk kuah laksan dan celimpungan.

“Lahan basah merupakan bagian penting yang melahirkan kebudayaan masyarakat Sumatera Selatan.”

Hanya, kata Ryllian, saat ini lahan basah Sungai Musi di Sumatera Selatan mulai mengalami kerusakan dan perubahan bentang alam. Ini disebabkan adanya kegiatan perkebunan skala besar, pembangunan infrastruktur, dan perubahan iklim.

Akibatnya, populasi ikan air tawar berkurang. Bahkan, tanaman sagu sudah sulit didapatkan di Sumatera Selatan, sehingga harga tepungnya di pasaran menjadi lebih mahal dibandingkan tapioka. Akhirnya, kebanyakan masyarakat dan pedagang menggunakan tapioka untuk membuat pempek, laksan, dan celimpungan.

“Sejak 1990-an akhir, harga tepung sagu terus naik, sehingga kami menggunakan tapioka,” kata Muryati (81), warga Plaju Ulu, Palembang, Selasa (4/3/2025).

Pempek yang menggunakan tepung sagu dan tepung tapioka memiliki citra rasa berbeda. “Kenyal tapi lembut, jika pakai tepung sagu.”

Baca: Apakah Pohon Sagu dan Aren Jenis yang Sama?

Ikan gabus [Channa striata] adalah ikan predator yang hidup di air tawar, yang paling digemari masyarakat Palembang. Foto: Fadhil Nugraha

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan, tidak tercatat perkebunan sagu dan aren di Sumatera Selatan. Kalaupun masih ada, dikarenakan luasan yang kecil, dua tanaman tersebut masuk kategori lainnya.

Lahan basah Sungai Musi luasnya sekitar tiga juta hektar. Berdasarkan data Hutan Kita Institute [HaKI] sekitar 1.123.119 hektar lahan basah (rawa gambut dan mangrove) berubah fungsi menjadi konsesi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI).

Kerusakan lainnya, seperti dijadikan permukiman, pembangunan jalan, pabrik, dan perumahan. Perubahan bentang alam ini bukan hanya terjadi di rawa gambut, tetapi juga di sungai, rawa, dan danau.

Baca juga: Jadi Bagian Budaya, Orang Papua Konsumsi Sagu Sejak 50 Ribu Tahun Lalu

Tradisi membuat penganan dari ikan, seperti kerupuk dan pempek, adalah tradisi masyarakat Sumatera Selatan. Di Ramadan, penganan ini banyak dikonsumsi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Kebutuhan ikan gabus

Gabus merupakan ikan yang hampir setiap hari dikonsumsi warga Palembang untuk dijadikan   pindang ikan, ikan asap, ikan asin, pempek, tekwan, dan kerupuk. Berdasarkan data Pemerintah Palembang tahun 2019, kebutuhan gabus sekitar dua ton per hari dan meningkat dua kali lipat pada Ramadan.

Pasokan gabus ke Palembang, berasal dari Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir, PALI (Penukal Abab Lematang) Ilir, Musi Banyuasin, dan Kabupaten Banyuasin.

“Ketika musim hujan seperti sekarang, gabus banyak didatangkan dari luar, seperti Jambi,” terang Utami Dewi (48), warga Desa Sungai Rasau, Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, yang berdagang ikan di pasar kawasan Jakabaring, Palembang, Rabu (5/3/2025).

Selama Ramadan, gabus yang dijual Utami kisaran Rp30-35 ribu per kilogram. “Saya membeli dari agen yang juga harganya naik.”

Lima hari menjelang perayaan Idul Fitri atau lebaran, harga gabus diperkirakan naik dua hingga tiga kali lipat.

“Perkiraan saya dapat mencapai seratus ribu Rupiah,” katanya.

Foto: Gabus, Ikan Favorit di Sungai Musi

Di masa lalu, rawa di Sumatera Selatan dikelola melalui irigasi yang diperuntukkan persawahan. Saat ini banyak rawa dikeringkan untuk perkebunan sawit dan HTI. Foto drone: Ariadi Damara/Mongabay Indonesia

Perbaiki lahan basah

Ancaman krisis ikan air tawar, khususnya gabus, tampaknya tidak terfokus pada perbaikan kondisi lahan basah, sebagai habitat utama ikan air tawar. Pemerintah Sumatera Selatan lebih mendorong pengembangan budi daya ikan di wilayah yang sebelumnya sebagai sentra ikan air tawar. Ikan yang dibudidaya pun umumnya ikan invasif  seperti nila (Oreochromis niloticus) dan lele dumbo (Clarias gariepinus).

Sebagian warga juga melakukan budi daya atau pembesaran ikan gabus. Salah satunya di Desa Marta Jaya, Kecamatan Lubuk Raja, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), yang dijadikan Kampung Budi Daya Ikan Gabus, bagian program Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP).

Ryllian Chandra menilai, budi daya ikan bukan upaya berkelanjutan. Sebab, kegiatan tersebut sangat bergantung pakan, terutama pakan buatan yang memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Misalnya yang terjadi pada Danau Maninjau di Sumatera Barat dan Danau Batur di Bali. Dua danau ini diduga tercemar amonium residu pakan ikan. Akibatnya, budi daya ikan yang menggunakan keramba ini berulang kali mengalami kematian puluhan ton ikan.

“Upaya terbaik adalah dengan kebijakan melestarikan atau memperbaiki lahan basah Sungai Musi yang rusak. Sebab, lahan basah yang baik adalah habitat terbaik bagi ikan, yaitu sebagai ruang hidup maupun penyedia pakan alaminya,” paparnya.

Kearifan Masyarakat Tempirai: Menjaga Ekosistem Ikan Air Tawar dengan Melindungi Lahan Basah

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|