Inilah Kumbang Kura-kura, Spesies Baru dari Sulawesi

2 days ago 7
  • Kumbang merupakan organisme yang telah hidup selama 350 juta tahun dan bertahan dari dua periode kepunahan massal.
  • Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], menemukan dua spesies baru kumbang kura-kura dari genus Thlaspidula di Sulawesi.
  • Dalam eksosistem pertanian, keberadaan kumbang kura-kura pemakan daun ini memiliki posisi love and hate relationship dengan para petani. Jika terkontrol, sejumlah jenis kumbang dapat bermanfaat membasmi tumbuhan invasif.
  • Menurut penelitian terbaru, meskipun kalah tenar dengan kupu-kupu dan lebah, dalam hal penyerbukan, kumbang memiliki potensi besar dan adaptasi luar biasa sebagai penyerbuk penting di masa depan.

Kumbang merupakan organisme yang telah hidup selama 350 juta tahun dan bertahan dari dua periode kepunahan massal.

Keragaman spesies mereka bahkan mencapai 400.000 jenis di bumi. Jumlah ini mencakup sekitar seperempat dari seluruh spesies makhluk hidup yang telah diidentifikasi secara global.

Baru-baru ini, temuan dua spesies baru kumbang kura-kura dari genus Thlaspidula di Sulawesi, menambah keanekaragaman kumbang di Indonesia. Diperkirakan, Indonesia memiliki sekitar 10 persen dari total seluruh jenis kumbang di dunia [Noerdjito, 2003].

Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], menamakan dua jenis kumbang tersebut Thlaspidula gandangdewata dan Thlaspidula sarinoi.

Kedua spesimen yang masuk sub famili Chrysomelidae: Cassidinae [kumbang daun], masing-masing diperoleh di Gunung Gandangdewata dan Gunung Torompupu.

“Temuan ini menambah keanekaragaman hayati serangga di wilayah tersebut serta memberikan wawasan baru dalam studi taksonomi kumbang kura-kura,” dikutip dari rilis resmi BRIN, Rabu [6/3/2025].

Baca: Apa Pentingnya Kumbang bagi Ekosistem Lingkungan?

Inilah kumbang kura-kura jenis baru yang ditemukan di Sulawesi. Foto: BRIN

Anang Setyo Budi, Peneliti Ahli Pertama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, menjelaskan bahwa kedua spesies kumbang yang punya ukuran panjang sekitar 7,9 milimeter dan lebar 7,3 milimeter, memiliki perbedaan mencolok dari spesies Thlaspidula lainnya.

Seperti, pola bintik “sayap perisai” [elytra] dan “punggung atas” [pronotum], serta perbedaan bentuk rahang bawah [mandibel], dan cakar.

“Karakter lain yang juga dapat membantu membedakan spesies tersebut adalah panjang dan warna segmen pada antena,” ujar Anang.

Mengutip publikasi temuan tersebut dalam jurnal Zootaxa [Budi & Świetojanska, 2025], kumbang ini memiliki karakter umum seperti kumbang kura-kura lain, yakni elytra dan pronotum yang melebar [explanate] dan sering membentuk perisai yang menutupi kepala dan kaki.

Namun, Thlaspidula memiliki bentuk labrum, proporsi tubuh, segmen antena, dan baris titik dan tekstur elytra yang khas.

“Sejauh ini, baru delapan spesies tercatat dalam genus tersebut, yang tersebar dari Semenanjung Malaya hingga Papua.”

Anang menjelaskan dalam situs BRIN, meskipun memiliki ciri umum “sayap perisai” melebar, kumbang-kumbang ini memiliki kekhasan pada bentuk “bibir atas”, proporsi tubuh, dan susunan titik pada “sayap perisai.”

“Penemuan penting untuk menambah pengetahuan keanekaragaman hayati Indonesia, terutama Sulawesi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami kehidupan dan pelestarian spesies-spesies ini,” paparnya.

Baca: Kepik Emas, Kumbang Imut Indah Nan Mempesona

Thlaspidula gandangdewata, spesies kumbang baru dari Sulawesi. Foto: BRIN

Petani dan kumbang

Dalam dunia pertanian, keberadaan kumbang kura-kura pemakan daun memiliki posisi love and hate relationship dengan para petani. Di sebuah ekosistem yang sehat, kumbang kura-kura dapat berperan sebagai pengontrol populasi jenis tanaman tertentu, karena hobinya makan berbagai jenis daun.

Perilaku ini akan sangat bermanfaat jika jenis tumbuhan yang mereka pilih merupakan ancaman atau spesies invasif. Sebaliknya, mereka dapat menjadi ancaman serius jika tumbuhan yang dimakan bernilai ekonomi bagi masyarakat.

Seperti dijelaskan dalam penelitian [Sugiarto, 2018], dua jenis kumbang kura-kura Cassida circumdata dan Aspidomorpha miliaris yang ditemukan dalam ekosistem persawahan, berpotensi menjadi ancaman utama, karena populasinya yang diperkirakan cukup banyak.

Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, penelitian Sugiarto menyarankan pemanfaatan agen biologis untuk mengendalikan populasi, yakni Neopolycystus insectifurax, Tetrastichus cassidus, dan Eucelatoriopsis dimmocki.

Neopolycystus insectifurax merupakan parasit yang menyerang telur kumbang. Sementara Tetrastichus cassidus merupakan sejenis tawon parasit tidak menyengat, peran dan fungsinya mirip Eucelatoriopsis dimmocki [sejenis lalat parasit], yang cukup potensial mengontrol populasi kumbang tersebut.

Meskipun kumbang kura-kura berpotensi menimbulkan kerugian, mereka tetap memegang peran penting menjaga keseimbangan ekosistem. Penelitian menunjukkan bahwa spesies tertentu, seperti Cassida rubiginosa, efektif mengendalikan populasi tanaman liar Cirsium arvense dengan memakan daunnya.

“Kumbang kura-kura tidak akan menjadi ancaman pada kawasan ekosistem persawahan, jika terdapat keseimbangan populasi dengan musuh alaminya. Andai hal ini terjadi, keberadaan kumbang kura-kura pada kawasan ekosistem persawahan, tentunya akan memberikan dampak yang positif,” tulis Sugiarto.

Baca juga: Rahasia Kumbang Besi yang Tidak Terluka Meski Disakiti

Thlaspidula sarinoi, spesies kumbang baru yang ditemukan juga di Sulawesi. Foto BRIN

Kumbang penyerbuk handal

Dalam dunia penyerbukan, peran kumbang mungkin agak terpinggirkan dibandingkan kupu-kupu dan lebah, yang selama ini mendapat perhatian penuh para peneliti dalam berbagai publikasi.

“Kami mengidentifikasi kesenjangan riset tentang penyerbukan kumbang dan memicu kesadaran akan kumbang sebagai penyerbuk,” jelas penelitian Muinde dan Katumo [2024].

Dikutip dari riset Bao dan kolega [2019] dalam penelitian Muinde dan Katumo, bukti fosil menunjukkan bahwa kumbang diperkirakan telah menjadi penyerbuk sejak periode Cretaceous [Zaman Kapur] awal, atau sekitar 145-66 juta tahun lalu. Periode ini diperkirakan menjadi momentum bagi tumbuhan berbunga pertama kali menyebar.

Penelitian yang sama juga menjelaskan, penyerbuk seperti kumbang, memainkan peran penting dalam stabilitas ekosistem dengan memfasilitasi reproduksi tanaman dan menjaga keanekaragaman hayati. Tanaman yang diserbuk kumbang telah mengembangkan karakteristik tertentu yang menarik kumbang dan memfasilitasi penyerbukan efektif.

“Sementara kumbang, mengembangkan adaptasi untuk meningkatkan efektivitasnya sebagai penyerbuk,” tulis Muinde dan Katumo.

kumbang kura-kura Cassida circumdata. Foto: Wikimedia Commons/Nephila121/CC BY 4.0

Para peneliti menyarankan upaya konservasi strategis mendesak, untuk menjaga dan melindungi kumbang atas peran penting mereka dalam ekosistem.

Kumbang memiliki relung evolusi panjang sebagai penyerbuk, dengan potensi yang sangat besar untuk membentuk sistem penyerbukan masa depan di periode Antroposen dan seterusnya.

“Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami preferensi visual, sensorik, dan kimia kumbang penyerbuk serta respons mereka terhadap faktor antropogenik,” tegas Muinde dan Katumo.

Referensi:

Budi, A. S., & Świetojanska, J. (2025). Two new species of Thlaspidula Spaeth, 1901 (Coleoptera: Chrysomelidae: Cassidinae) from Sulawesi. Zootaxa, 5566(2), 391–396.

Muinde, J., & Katumo, D. M. (2024). Beyond bees and butterflies: the role of beetles in pollination system. Journal for Nature Conservation, 77, 126523.

Noerdjito, W. A. (2003). Keragaman kumbang (Coleoptera). Dalam: M Amir Dan S Kahono. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun-Jawa Bagian Barat, 149–200.

Sugiarto, A. (2018). Inventarisasi Kumbang Kura-Kura (Cassidinae) pada Kawasan Ekosistem Persawahan Pasca Panen di Desa Serdang Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang. Kumpulan Artikel Insect Village, 14.

Trilobita, Kumbang Aneh Penghuni Hutan Pulau Bangka

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|