Masih banyak yang kita belum ketahui tentang laut dan spesies yang hidup di dalamnya. Tak heran jika dikatakan bahwa laut adalah surga penelitian bagi para peneliti maritim.
Pada 10 Maret 2025 lalu, Proyek Ocean Census, -sebuah proyek ambisius yang bertujuan untuk mendokumentasikan 100.000 spesies baru di lautan Bumi, melaporkan telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 866 spesies laut baru.
Laporan ini menandai keberhasilan dari fase pertama dari proyek yang digagas lebih kurang dua tahun lalu ini.
“Lautan mencakup 71% dari planet kita, namun hanya sekitar 10% kehidupan laut yang telah ditemukan, menyisakan sekitar 1–2 juta spesies yang belum terdokumentasi,” jelas Mitsuyuki Unno, Direktur Eksekutif The Nippon Foundation, sponsor inisiatif Ocean Census yang bekerjasama dengan organisasi nirlaba berbasis di Inggris, Nekton.
The Nippon Foundation juga terlibat dalam penelitian penambangan laut dalam serta minyak dan gas lepas pantai.
Di antara spesies baru yang teridentifikasi adalah jenis kuda laut kerdil (pygmy pipehorse), spesies sepanjang 4 sentimeter yang ahli dalam berkamuflase yang ditemukan di Teluk Sodwana, lepas pantai Afrika Selatan di Samudra Hindia. Spesies ini adalah temua pertama dari genus Cylix yang pernah ditemukan di Afrika. Sebelumnya, genus ini diyakini hanya berada di perairan dingin Selandia Baru di Pasifik Selatan.
Di lepas pantai Mozambik dan Tanzania di pantai timur Afrika, para ilmuwan pun mengidentifikasi spesies baru guitar shark, yang meskipun namanya mengandung kata “hiu”, sebenarnya merupakan jenis pari yang sudah sangat terancam punah.


Dalam ekspedisi lain selama 35 hari di wilayah Arktik Jøtul Vent Field di Norwegia, para peneliti menemukan spesies baru limpet (sejenis moluska laut dalam) dari genus Cocculina yang hidup di kedalaman lebih dari 3.000 meter.
Spesies limpet ini hidup di salah satu lingkungan paling ekstrem di Bumi, di mana air berasa sangat asam dengan tekanan air yang bisa 300 kali lebih besar dibandingkan di permukaan. Untuk menyiasati lingkungan tersebut, siput ini harus terus-menerus membangun lapisan pelindung baru bagi cangkangnya.


Spesies-spesies baru ini telah didaftarkan di platform data keanekaragaman hayati Ocean Census, termasuk sea butterfly (kupu-kupu laut), mud dragon (naga lumpur), bamboo coral (karang bambu), water bear (beruang air), dan brittle stars (bintang ular laut).
Para peneliti menggunakan teknologi seperti pengurutan DNA, pencitraan resolusi tinggi, dan pembelajaran mesin (machine learning) untuk mempercepat proses identifikasi spesies dalam lokakarya-lokakarya khusus.
“Ini adalah waktu terbaik untuk menjadi ahli biologi laut,” kata Oliver Steeds, Direktur Ocean Census, kepada Mongabay melalui sambungan telepon.
“Dengan teknologi yang kita miliki saat ini, kita bisa mempelajari lebih banyak tentang lautan dalam 10 tahun ke depan daripada yang kita pelajari dalam 10.000 tahun terakhir. Namun di sisi lain, laut juga sedang berubah lebih cepat dari yang pernah terjadi dalam jutaan tahun,” tambah Steeds.
“Jadi, semakin banyak yang bisa kita pelajari sekarang, semakin besar peluang kita untuk menjaga keberlanjutannya bagi generasi mendatang.”
Artikel ini dipublikasikan perdana di sini pada tanggal 11 Maret 2025 oleh Mongabay Global. Tulisan ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.
Penemuan Spesies-spesies Baru Mirip Alien di Kedalaman Lautan Zona Clarion-Clipperton