Inilah Ajag, Anjing Liar yang Keberadaannya Antara Ada dan Tiada

3 weeks ago 49
  • Ajag adalah nama lokal untuk anjing liar asia yang mendiami Pulau Sumatera dan Jawa. Nama latinnya Cuon alpinus, yang berarti anjing pegunungan. Dalam bahasa Inggris disebut dhole, yang berakar dari Bahasa India yang berarti nekat atau berani.
  • Di Indonesia ada dua spesies anjing liar, yaitu anjing liar sumatera (C.a. sumatrensis) dan anjing liar jawa (C.a. javanicus).
  • Uniknya, asal usul anjing liar asia yang ada di Indonesia ini masih misteri. Dalam sebuah artikel untuk Konferensi Internasional Ilmu Biologi (2021), Sandy Nurvianto menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian sebelumnya, secara genetik sampel anjing liar dari Sumatera dan Jawa sangat berbeda dengan Malaysia. Jarak terdekat justru dengan anjing liar di India, Myanmar, dan China.
  • Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] menetapkan status ajag pada kategori Genting [Endangered/EN] atau dua langkah menuju kepunahan di alam liar. Populasinya diperkirakan antara 949-2.215 individu dewasa. Di Indonesia, statusnya merupakan jenis satwa dilindungi.

Ajag adalah jenis anjing liar yang mengalami kiasan ini: underdog. Predator yang namanya kalah tenar dibandingkan harimau atau macan tutul, keberadaannya seperti antara ada dan tiada.

“Data dari Web of Knowledge mengungkapkan total 165 studi tentang ajag, dengan hanya sembilan dari Indonesia. Google Scholar menghasilkan 10 studi ajag tambahan dari Indonesia,” tulis Linnea Worsoe Havmoller, peneliti dari Denmark, yang menunjukkan masih minimnya kajian satwa ini. Bersama rekannya, mereka menyorot status dan konservasi ajag di Indonesia. Dari data yang mereka peroleh, di Indonesia (2020) ajag hanya tersisa di 25 lokasi.

Satwa ini bahkan telah dinyatakan punah di beberapa negara seperti Singapura, Korea Selatan, Afghanistan, dan negara Asia Tengah lainnya. Di Vietnam, kemungkinan besar juga sudah punah. Sementara di Pakistan, Korea Utara, keberadaannya tak diketahui pasti, menurut penilaian untuk status mereka dalam daftar merah IUCN (2015).

Baca: Namanya Mentilin, Matanya Bulat dan Suka Keluar Malam Hari

Anjing ajag [Cuon alpinus] yang keberadaannya sulit dilihat, antara ada dan tiada. Penampakannya, sekilas mirip serigala. Foto: Wikimedia Commons/David Raju/Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 4.0 Internasional/Free to share

Ajag bukan anjing biasa

Ajag adalah nama lokal untuk anjing liar asia yang mendiami Pulau Sumatera dan Jawa. Nama latinnya Cuon alpinus, yang berarti anjing pegunungan. Dalam bahasa Inggris disebut dhole, yang berakar dari Bahasa India yang berarti nekat atau berani.

Di Indonesia ada dua spesies anjing liar, yaitu anjing liar sumatera (C.a. sumatrensis) dan anjing liar jawa (C.a. javanicus). Ciri-ciri anjing liar sumatera yaitu, bulu berwarna cokelat kemerahan. Bagian dagu, leher dan perut berwarna putih. Sementara bagian ujung ekor berwarna hitam. Ukuran tubuhnya mirip anjing kampung. Bedanya dengan anjing liar sumatera, anjing liar jawa warna bulunya lebih terang.

Ajag adalah predator terbesar kedua setelah harimau sumatera, atau macan tutul jawa. Di Sumatera, keberadaan ajag dibuktikan lewat kamera jebak antara lain di Taman Nasional Gunung Leuser, Cagar Alam Bukit Bungkuk, Suaka Margastawa Bukit Rimbang Bukit Baling, Taman Nasional Tesso Nilo, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sementara di Jawa yang dibuktikan dengan kamera jebak dan kesaksian antara lain ada di Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Halimun Salak, Gunung Gede Parango, Bromo Tengger Semeru, Baluran, Meru Betiri, dan Alas Purwo.

Baca: Cara Unik Ekidna, Satwa Paling Aneh Kenali Mangsa

Ilustrasi anjing ajag jawa. Sumber: Wikimedia Commons/Mivart, St. George Jackson/Domain Publik

Uniknya, asal usul anjing liar asia yang ada di Indonesia ini masih misteri. Dalam sebuah artikel untuk Konferensi Internasional Ilmu Biologi (2021), Sandy Nurvianto menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian sebelumnya, secara genetik sampel anjing liar dari Sumatera dan Jawa sangat berbeda dengan Malaysia. Jarak terdekat justru dengan anjing liar di India, Myanmar, dan China.

Jika bukan menyebar dari Malaysia, bagaimana mereka bisa sampai di Sumatera dan Jawa? Ilmuwan berspekulasi, salah satu kemungkinannya, dhole ini dibawa oleh manusia dari tempat itu ke Sumatera dan Jawa. Meski hal ini masih butuh penelitian lebih lanjut.

Satwa ini hidup dalam kelompok. Perilakunya mirip serigala dan anjing liar afrika. Berbeda dengan harimau, ajag makan mangsanya saat masih dalam keadaan hidup, yang membuatnya mempunyai reputasi sebagai pembunuh kejam dan haus darah. Saat memangsa hewan berukuran besar, mereka tak langsung menghabiskannya, tetapi kembali lagi setelah makan mangsa lainnya.

Sebagai karnivora, ajag makan mulai dari yang berukuran kecil seperti tikus hingga berukuran besar. Dalam situasi tertentu, mereka juga memangsa ternak masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Baca juga: Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa

Anjing ajag yang terpantau di Taman Nasional Baluran. Foto: Dok TN Baluran/Nature Conservation Copenhagen Zoo

Anjing ajag di alam liar

Mengutip desertasi Sandy Nurvianto di Universitas Teknologi Dresden, Jerman, sedikitnya ada ada 20 spesies yang menjadi makanan ajag di Taman Nasional Baluran (TNB). Mulai dari mamalia kecil, hingga primata. Berdasarkan pengamatan kotoran mereka, terbanyak yang dimakan adalah ungulata atau yang secara umum adalah mamalia berkuku.

“Ungulata merupakan mangsa utama yang diperkirakan menyumbang lebih dari 95 persen biomassa yang dimakan ajag di Taman Nasional Baluran. Sehingga sebagai mangsa utama, ungulata memiliki peran penting dalam mendukung ekologi dan kelestarian ajag di Baluran,” tulis Sandy dalam desertasinya.

Namun dalam laporan lainnya, ajag juga menjadi penyebab menurunnya populasi banteng jawa di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP).

“Pada 1996, populasi ajag mencapai puncaknya di TNAP dan menyebabkan penurunan populasi banteng hingga tinggal 16 individu dari total 300-400 individu. Namun karena alasan yang tidak diketahui, populasi ajag menurun drastis sebelum adanya upaya pengelolaan yang dilakukan. Ajag juga diduga sebagai penyebab utama penurunan populasi banteng di TNB selama lima tahun (2002-2006),” tulis Sandy dalam artikel untuk konferensi.

Sandy mengungkap dalam desertasinya, dari enam taman nasional yang teridentifikasi menjadi habitat ajag, baru ada satu taman nasional yang memiliki data ekologi terkait satwa ini. Kenyataan ini, membuat pelestarian ajag di Indonesia menemui banyak hambatan. Padahal, data yang relatif lengkap dapat mendukung penyelamatan ajag, sekaligus meningkatkan kesadaran publik tentang biologi dan ekologinya.

Lembaga Konservasi Dunia [IUCN] menetapkan status ajag pada kategori Genting [Endangered/EN] atau dua langkah menuju kepunahan di alam liar. Populasinya diperkirakan antara 949-2.215 individu dewasa. Di Indonesia, statusnya merupakan jenis satwa dilindungi.

Jangan Keliru, Wujud Anjing Ajag Sekilas Mirip Serigala

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|