Ikhtiar Komunitas Adat Bonokeling, Pertahankan Pangan Lokal dari Ancaman Gastrokolonialisme

6 days ago 20
  • Komunitas Adat Bonokeling di Banyumas, Jawa Tengah, tetap mempertahankan keberadaan pangan lokal dari ancaman gastrokolonialisme.
  • Gastrokolonialisme, merupakan istilah yang dikenalkan peneliti Craig Santos Perez ini, merupakan praktik menggantikan pola makan tradisional masyarakat lokal dengan makanan yang diproduksi perusahaan besar. 
  • Gastro-colonialism atau penjajahan pangan, menurut Santos, merupakan gambaran ketergantungan masyarakat Hawaii terhadap pangan impor berkualitas rendah yang diproduksi perusahaan multinasional. Hal ini memicu berkurangnya gizi masyarakat setempat.
  • Tak hanya dalam ritual, pangan lokal juga masih dipertahankan dalam kehidupan keseharian masyarakat Bonokeling. Contohnya, oyek sebagai bahan pangan pokok alternatif, dibuat dari singkong. Oyek dapat disimpan lama.

Bagi putra wayah atau anak putu/cucu Bonokeling, komunitas adat di Banyumas, Jawa Tengah, bulan Sadran pada perhitungan kalender Jawa, merupakan bulan istimewa. Di Jumat terakhir menjelang bulan puasa, anak cucu Bonokeling menggelar prosesi Perlon Unggahan atau Unggah-unggahan. Ritualnya cukup panjang, mulai Kamis hingga Sabtu.

Mabuang (52), anak putu Bonokeling telah mempersiapkan diri sejak Rabu (19/2/2025), bersama komunitas adat dari Daun Lumbung, Kelurahan Tambakreja, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap.

Dia menyiapkan berbagai hasil bumi untuk dibawa ke Kompleks Makam Bonokeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas. Ada sayuran seperti kacang panjang, kacang hijau, kelapa, beras dan bumbu. Ada juga yang membawa ayam kampung jantan, bahkan kambing

“Kami hanya membawa bahan-bahan mentah untuk dimasak bersama, ketika sampai Kompleks Makam Bonokeling,” jelas Mabuwang, Kamis (20/2/2025).

Baca: Ternyata Dibalik Ritual Adat Bonokeling, Ada Kearifan terhadap Lingkungan 

Warga adat Banokeling memikul rinjing yang di dalamnya berisi hasil bumi. Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia

Perlon Unggahan dimulai dengan jalan kaki. Para peserta, dari desa masing-masing, bertemu di Pasar Kesugihan, Cilacap, yang selanjutnya mereka berjalan ke perbatasan Dusun Sumberan, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Kasugihan, dengan Dusun Kalilirip, Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang.

Di lokasi ini, para pemimpin adat yang disebut Kasepuhan melakukan serah terima hasil bumi yang dibawa komunitas Bonokeling kepada penjemput, yaitu para pemuda dari trah Bonokeling dari Desa Pekuncen.

Natum (51), warga adat Bonokeling asal Pekuncen, mengatakan dirinya bersama ratusan laki-laki ditugaskan sebagai penjemput.

“Masing-masing diberi tugas. Kebanyakan memikul hasil bumi,”jelasnya.

Selanjutnya, mereka menuju kompleks perumahan para Bedogol, yaitu wakil Kyai Kunci sebagai pemimpin adat Bonokeling.

“Hasil bumi, ternak dan beras akan dimasak pada Jumat. Yang menarik, seluruh petugasnya adalah laki-laki.”

Baca: Daulat Pangan Masyarakat Adat Kampung Naga yang Bertahan Hingga Kini

Warga komunitas Banokeling berpakaian adat saat membawa hasil bumi. Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia

Gastrokolonialisme

Sumitro, Ketua Kelompok Masyarakat Adat Bonokeling, mengungkapkan seluruh bahan masakan tidak ada mie instan, nuget, makanan beku, atau olahan lain.

“Sesuai tradisi kami, seluruh bahan makanan merupakan hasil bumi.”

Pada Perlon 2025 ini, ada 1.200-an tamu yang datang. Komunitas Bonokeling berhasil mengumpulkan 31 kambing dan satu ekor sapi untuk dipotong, selain bahan lainnya.

“Menu utama adalah becek atau gulai kambing. Sedangkan daging sapi dimasak menjadi serundeng, menggunakan santan segar hasil parutan kelapa,”ungkapnya.

Baca juga: Tunggu Tubang, Sistem Adat Masyarakat Semende Jaga Ketahanan Pangan

Warga Bopkeling memasak bersama di halaman depan rumah Kyai Kunci. Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia

Menjaga pangan lokal merupakan upaya masyarakat Bonokeling membentengi diri dari gempuran gastrokolonialisme. Istilah yang dikenalkan peneliti Craig Santos Perez ini, merupakan praktik menggantikan pola makan tradisional masyarakat lokal dengan makanan yang diproduksi perusahaan besar.

Gastro-colonialism atau penjajahan pangan, menurut Santos, merupakan gambaran ketergantungan masyarakat Hawaii terhadap pangan impor berkualitas rendah yang diproduksi perusahaan multinasional. Hal ini memicu berkurangnya gizi masyarakat setempat.

“Dalam tradisi Perlon Unggahanseluruh bahan bakanan merupakan pangan lokal. Tradisi ini akan terus kami pertahankan karena bagian tidak terpisahkan dari kultur Bonokeling,”ujar Sumitro.

Cara memasaknya juga unik. Wajan yang digunakan berdiameter satu meter. Tungku berupa  batang pisang ukuran besar, sementara kayu bakar sebagian diambil dari hutan adat. Itu pun dari dahan atau ranting kering. Daun jati digunakan sebagai wadah becek.

Masakan yang dipersiapkan warga Bonokeling merupakan pangan hasil bumi yang mereka tanam sendiri. Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia

Pertahankan pangan lokal

Karso, Kepala Desa Pekuncen, mengatakan bahwa Perlon Unggahan merupakan ritual yang cukup banyak digelar dalam setahun.

“Seluruh kegiatan pasti memanfaatkan hasil bumi.”

Tak hanya dalam ritual, pangan lokal juga dipertahankan dalam kehidupan keseharian. Contohnya, oyek sebagai bahan pangan pokok alternatif, dibuat dari singkong. Oyek dapat disimpan lama.

Makanan lain dari singkong adalah gesret, atau singkong yang diiris tipis, kemudian dikukus. Hanya saja, gesret tidak tahan lama.

Menurut Karso, masyarakat mengonsumsi oyek bukan berarti tidak ada pangan, melainkan bentuk kearifan ketika menghadapi musim paceklik.

“Pangan lokal merupakan ikhtiar kami menghadapi ancaman gastrokolonialisme,” paparnya.

Komunitas Adat Bonokeling tetap mempertahankan tradisinya, terlebih mempertahankan pangan lokal, secara ketat. Populasi mereka yang tidak banyak, sekitar 5-6 ribu orang, tersebar di dua kabupaten yakni Banyumas dan Cilacap. Kegiatan adat dan sistem religi Bonokeling, terintegrasi dalam sistem nilai dan sosial dalam organisasi sosial mereka yang dinamakan anak putu Bonokeling.

Mitigasi Paceklik Pangan Dimiliki oleh Komunitas Adat Bonokeling, Seperti Apa?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|