- Perusahaan tambang emas , PT Agincourt Resources (Agricourt), berencana ekspansi lahan untuk bikin penimbunan limbah di bentang ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Rencana ini membuat berbagai organisasi lingkungan khawatir.
- Ekosistem Batang Toru merupakan habitat orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Kondisi spesies langka dan dilindungi ini makin terjepit lantaran ruang hidup mereka terhimpit industri ekstraktif.
- Riezcy Cecilia Dewi, Juru Kampanye Satya Bumi mengatakan, ekspansi ini akan berdampak buruk pada ekosistem Batang Toru. Satya Bumi melakukan penelusuran dokumen analisis mengenai dampak lingkungan ( amdal) Agricourt. Hasilnya, luas TMF mencapai 195,2 hektar.
- Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, menilai, kerusakan ekosistem Batang Toru berdampak luas tidak hanya pada keanekaragaman hayati, juga kehidupan masyarakat adat yang bergantung hidup pada hutan.
Perusahaan tambang emas , PT Agincourt Resources (Agricourt), berencana ekspansi lahan untuk bikin penimbunan limbah di bentang ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Rencana ini membuat berbagai organisasi lingkungan khawatir. Terlebih, ada orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies langka dan dilindungi di hutan Batang Toru bakal makin terjepit lantaran ruang hidup mereka terhimpit industri ekstraktif.
Batang Toru terbentang di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang luasnya mencapai 133.841 hektar.
Hutan Batang Toru merupakan habitat satu-satunya orangutan Tapanuli. Spesies ini berbeda dari orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan Sumatera (Pongo abelii).
Keberadaan tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan merusak habitat orangutan Tapanuli. Juga mengganggu keseimbangan ekosistem Batang Toru dan ekspansi tambang rentan menyebabkan deforestasi.
Rianda Purba, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara, mengatakan, aktivitas tambang emas Martabe menyebabkan kerusakan besar pada ekosistem Batang Toru dan mengancam kelangsungan hidup orangutan Tapanuli.
“Tambang emas Martabe terletak di jantung ekosistem Batang Toru, merupakan habitat terakhir bagi orangutan Tapanuli. Dengan populasi kurang dari 800, spesies ini sangat rentan punah,” katanya dalam media briefing di Jakarta, Selasa (25/2/25).
Menurut Journal Conservation Science and Practice, pada 2019, ada 767 orangutan Tapanuli, tersebar di tiga blok hutan utama: blok barat menampung 581, blok timur 162, dan blok utara ada 24.
Habitat orangutan Tapanuli di Batang Toru terus mengalami deforestasi dari tambang. Pantauan Walhi Sumut, dalam 15 tahun terakhir, deforestasi di sekitar tambang lebih 114 hektar.

Rencana ekspansi tambang emas
Agricourt, pemilik tambang emas Martabe, berencana membuka lokasi penimbunan limbah atau tailing management facility (TMF) baru di utara konsesi.
Riezcy Cecilia Dewi, Juru Kampanye Satya Bumi mengatakan, ekspansi ini akan berdampak buruk pada ekosistem Batang Toru. Satya Bumi melakukan penelusuran dokumen analisis mengenai dampak lingkungan ( amdal) Agricourt. Hasilnya, luas TMF mencapai 195,2 hektar.
Pembangunan area TMF juga perlu berbagai fasilitas tambahan yang akan membuka hutan di ekosistem Batang Toru, seperti pembangunan TMF road development (9,17 hektar), sedimen DAM TMF (86,90), dan buffer area (291,73 hektar).
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.20/2018, tambang AR merupakan habitat berbagai satwa, dilindungi atau tidak.
Menurut Riezcy, daerah jelajah orangutan secara umum memerlukan sekitar 15 sampai 20 hektar. Jelajah harian 750-1.100 meter perhari. Dengan begitu, pembukaan lahan 195,2 hektar berdampak signifikan bagi habitat orangutan.
“Rencana pembangunan TMF walaupun berada di area penggunaan lain, namun secara tutupan lahan ini masih berupa hutan dan termasuk ke dalam key biodiversity ekosistem Batang Toru.”
Satya Bumi dan Walhi Sumut survei biodiversitas bertahap pada 2008, 2013, 2016, dan 2017. Hasilnya, lokasi tambang AR merupakan area dengan kepadatan pohon tinggi, terdapat beberapa spesies dilindungi, seperti siamang, simpai, dan orangutan Tapanuli.
“Sedangkan kegiatan penyiapan lahan untuk TMF ini akan membuka area berhutan menjadi terbuka, ini akan berdampak terhadap pengurangan habitat orangutan, yang dapat menimbulkan kepunahan dalam jangka panjang,” kata Riezcy.
Dampak lain berupa penghilangan tutupan vegetasi dan struktur komposisi spesies flora terestrial karena pembukaan lahan. Juga kehilangan habitat satwa dilindungi. Potensi kehilangan pohon untuk kebutuhan pembangunan TMF sekitar 185.884 pohon.
Menurut Rianda, pembukaan area TMF perusahaan ini berisiko merusak sumber air: mulai dari perubahan pola aliran sungai, peningkatan limpasan air permukaan, penurunan kualitas air permukaan dan air tanah.
“Wilayah kerja perusahaan tambang tumpang tindih dengan hulu lima DAS utama yang menjadi sumber air bagi hampir 100.000 orang. Kerusakan ini berdampak langsung pada kualitas air dan ketahanan pangan masyarakat lokal,” katanya.

Amdal lemah
Riezcy mengatakan, madal Martabe berubah dengan rencana target produksi bijih emas tahunan, dari awal 6 juta ton menjadi 7 juta ton per tahun.
Peningkatan produksi ini, katanya, membuat Agricourt perlu wilayah penimbunan lebih luas. Dalam amdal sebelumnya, TMF tidak ada.
Dia mendesak, peninjauan amdal guna mengantisipasi dampak negatif perusahaan.
Riezcy memberikan catatan soal peninjauan kembali amdal. Pertama, analisis biodiversitas lemah. “Karena pendekatan masih terbatas pada pencatatan spesies tanpa mengkaji peran ekologis dari masing-masing spesies.”
Kedua, meskipun dokumen amdal mengidentifikasi dampak penting hipotetik (DPH) yang lebih berfokus pada hidrologi, kualitas air, dan biologi, tetapi muaranya tetap pada persepsi masyarakat, yang bisa menyebabkan analisis kurang objektif.
Ketiga, meskipun 96% warga dari 15 desa menyatakan penambangan Agricourt menguntungkan ekonomi, namun masyarakat lokal berada dalam posisi ekonomi rentan. Hingga mudah menerima proyek yang menawarkan manfaat ekonomi tanpa mempertimbangkan konsekuensi lingkungan lebih luas.
Keempat, dokumen amdal menyimpulkan, pertambangan dapat dengan strategi mitigasi yang dianggap memadai.
“Kurangnya kajian terhadap risiko jangka panjang, termasuk potensi kegagalan infrastruktur (bendungan limbah, pengelolaan air) serta konsekuensi ekologis yang mungkin baru terlihat setelah bertahun-tahun,” ucap Riezcy.

Pangan terancam
Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, menilai, kerusakan ekosistem Batang Toru berdampak luas tidak hanya pada keanekaragaman hayati, juga kehidupan masyarakat adat yang bergantung hidup pada hutan.
“Ekosistem Batang Toru bukan hanya rumah bagi orangutan dan biodiversitas lainnya, juga sumber penghidupan bagi ratusan ribu rakyat yang hidup bergantung dari hutan dan air di landscape,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2/25).
Di Batang Toru, setidaknya terdapat 1.200 hektar sawah yang air bersumber dari hutan. Bila hutan Batang Toru hancur, sumber air yang menjadi tulang punggung masyarakat akan hilang.
Uli bilang, kalau sawah hilang tentu bertentangan dengan program swasembada pangan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dia meminta Prabowo turun tangan mengevaluasi dan mencabut izin perusahaan yang beraktivitas di Batang Toru.
“Jika presiden menganggap program swasembada pangan dari tangan petani benar-benar prioritas, harusnya presiden berani untuk mencabut izin perusahaan.”
Rianda mendesak, Agincourt segera menghentikan eksploitasi di wilayah orangutan Tapanuli, terutama di area keanekaragaman hayati kunci (KBA) dan area nol kepunahan (AZE).
“Wilayah-wilayah ini adalah habitat kritis sangat penting untuk kelangsungan hidup spesies yang terancam punah. Setiap kegiatan industri berakibat fatal bagi ekosistem,” katanya.
Dia mendesak, Agincourt menghentikan deforestasi dan mengurangi kontrak karya mereka yang mencakup 30.629 hektar.
Analisis Aliansi Tolak Tambang Martabe (Lantam) juga menilai sekalipun berbagai pendekatan teknologi mereka kerahkan, tetap tidak mampu mengembalikan kondisi ekosistem Batang Toru.
Sebaliknya, kata Rianda, kehilangan habitat dapat menyebabkan penurunan populasi orangutan drastis dalam beberapa dekade saja.
“Dengan laju perusakan lebih cepat dibandingkan proses pemulihan, ada risiko besar orangutan bisa punah sebelum ekosistemnya dapat pulih kembali.”
Lantam pun menyerahkan 190.000 dukungan masyarakat global kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Kementerian Kehutanan, dan Agincourt Kamis (27/2/25).
Dukungan dalam bentuk petisi itu mendesak upaya penyelamatan orangutan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru dari tambang emas Agricourt.
Apa kata Perusahaan? Katarina Siburian Hardono, Senior Manager Corporate Communications Agincourt, mengklaim, upaya perusahaan meningkatkan kapasitas penambangan emas melalui eksplorasi berkelanjutan dan pemrosesan pengambilan emas gunakan alat dan proses efektif. Termasuk, katanya, pembangunan fasilitas pengelolaan tailing baru juga penyelesaian proyek sulfida FS.
“Secara konsisten kami aktif mengembangkan berbagai inisiatif untuk meminimalkan dampak lingkungan, antara lain rehabilitasi lahan, konservasi keanekaragaman hayati, dan pemberdayaan masyarakat di sekitar area operasional kami,” katanya lewat pesan siangkat kepada Mongabay, Jumat (28/2/25).
Soal kapan rencana Agincourt membuka penimbunan, dia bilang manajemen belum membuka soal itu.
“Kami belum bisa memberikan informasi ini. Pasti kami akan update di web. Yang bisa kami pastikan adalah komitmen kami terhadap keberlanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi yang ada,” katanya. (Kontribusi Sri Wahyuni)

*******
Tambang Emas Martabe Beroperasi, Bagaimana Perlindungan Orangutan Tapanuli di Batang Toru?