Barbodes klapanunggalensis, Wader Endemik yang Berevolusi di Gua Gelap

2 days ago 13
  • Ikan wader buta (Barbodes klapanunggalensis) spesies endemik terbaru yang ditemukan di Karst Klapanunggal, Kabupaten Bogor, merupakan ikan tanpa mata yang beradaptasi di kegelapan total. Rongga mata ikan ini sudah benar-benar hilang yang merupakan bukti evolusinya
  • Ikan ini pertama kali ditemukan pada 2020, diambil sampelnya pada 2022, dan dipublikasikan di jurnal ZooKeys pada Februari 2025 setelah melalui penelitian panjang.
  • Habitatnya yang sempit dan populasinya yang kecil, Barbodes klapanunggalensis berpotensi masuk dalam kategori vulnerable atau bahkan endangered species dalam IUCN Red List.
  • Banyak gua di Indonesia yang belum dieksplorasi, memberi peluang untuk menemukan lebih banyak spesies baru. Penemuan ini penting tidak hanya untuk ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk memperkuat identitas lokal dan memperjuangkan konservasi kawasan karst.

Di kedalaman gelap di jantung karst Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terdapat makhluk mungil nan kalem, ikan wader buta atau Barbodes klapanunggalensis, ikan tanpa mata ini berenang dalam senyapnya kegelapan abadi. Ia tak butuh cahaya untuk hidup, siripnya yang transparan mengayuh tenang di air jernih yang merembes dari lantai bebatuan karst.

Ikan ini telah berevolusi dan terbentuk dari keheningan dan adaptasi. Matanya telah hilang, digantikan oleh kepekaan lain yang membimbingnya menari dalam gelap.

Habitat alami Barbodes klapanunggalensis terbatas pada kolam-kolam kecil dalam gua dengan air jernih yang merembes dari lantai gua. Penemuan spesies ini menambah daftar spesies ikan gua endemik Indonesia. Publikasi hasil penelitian ini telah dimuat dalam Jurnal Zookeys pada Februari 2025.

Sayangnya, gua sebagai habitat ikan endemik ini terancam oleh aktivitas penambangan batu kapur di kawasan karst Klapanunggal. Saat ini, hanya sekitar 9,96% dari total kawasan karst Klapanunggal yang mendapat perlindungan resmi sebagai Kawasan Bentang Alam Karst Bogor.

Dalam program Bincang Alam kali ini Mongabay Indonesia mendalaminya pada tanggal 10 April 2025 bersama Dr. Cahyo Rahmadi, peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang turut berkontribusi dalam studi terkait penemuan Barbodes klapanunggalensis dalam tajuk diskusi Ada ‘Si Buta’ Yang Berenang di Dalam Gua

Berikut adalah rangkuman diskusi, yang tata bahasanya telah disesuaikan untuk penulisan artikel ini.

Mongabay: Bisa dijelaskan dimana kompleks perguaan Klapanunggal ini berada?

Dr. Cahyo Rahmadi: Secara administratif gua ini berada di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geologis, Klapanunggal merupakan formasi karst yang terbentuk dari batu gamping hasil proses pelautan, sehingga dikenal sebagai kawasan karst Klapanunggal.

Mongabay: Mengapa penemuan spesies ‘ikan buta’ dari karst Klapanunggal ini penting dan menarik bagi Anda?

Dr. Cahyo Rahmadi: Saya hampir 24 tahun bergelut dengan kegelapan gua, saya melihat bahwa ternyata kehidupan di dalam gua itu satu hal yang menantang, tidak hanya bagi kita manusia yang menelusuri gua tetapi juga untuk berbagai spesies penghuninya.

Lingkungan gua itu boleh dibilang ekstrim karena ketiadaan cahaya. Padahal cahaya menjadi sumber energi karena di situ ada proses fotosintesis. Ini lalu menjadi menarik karena ada makhluk hidup yang bisa hidup di kegelapan gua dari generasi ke generasi tanpa perlu cahaya.

Itu mungkin menjadi satu ‘miracle’ atau keajaiban, dalam konteks sains, orang biologi bilang ini adalah kajian evolusi.

Mongabay: Bagaimana sejarah penemuan spesies baru ini?

Dr. Cahyo Rahmadi: Awalnya pada tahun 2020 ikan ini pertama kali ditemukan dan di lihat oleh teman-teman penelusur gua, namun baru 2022 kami kembali lagi ke gua yang sama untuk mendapatkan sampelnya.

Tujuannya agar kita tidak hanya sekedar bicara dari foto tapi kita juga bisa peroleh spesimen spesies yang bisa diuji, apakah benar spesies ini berbeda dengan yang sudah dikenal sebelumnya atau tidak.

Di tahun 2022, kami peroleh dua ekor spesimen, satu jantan dan satu betina, dan setelah 3 tahun, yaitu di 2025 temuan baru ini bisa kami publikasikan di jurnal Zookeys.

Saya berkolaborasi dengan kolega-kolega saya, semua peneliti Indonesia, yaitu Kunto Wibowo, M. Iqbal Willyanto, Anik Budhi Dharmayanthi dan Daniel Natanael Lumbantobing yang memiliki berbagai latar belakang, kapasitas dan kompetensi berbeda.

Barbodes klapanunggalensis jantan. Dok: ZooKeys/Wibowo dan kolega
Barbodes klapanunggalensis betina. Dok: ZooKeys/Wibowo dan kolega

Mongabay: Seperti apa kondisi fisiologis Barbodes klapanunggalensis?

Dr. Cahyo Rahmadi:  Ada fakta yang menarik, dua spesimen ikan ini ditemukan di dua kolam yang berbeda. Satu jantan dan satu betina. Dari perawakannya saja keduanya sudah berbeda.

Saya membayangkan bagaimana mereka bisa bereproduksi saat yang betina mengeluarkan telur sehingga dibuahi oleh jantan. Padahal mereka hidup di gua yang berbeda yang notabene tidak dihubungkan oleh air.

Mari kita amati gambar yang di atas (A) masih fresh, artinya sudah mati, kita sudah bius, tapi masih belum di fiksasi, belum kita preservasi, jadi kita masih bisa melihat pola pewarnaan yang natural yang alami, di sini ada terlihat garis merah dan warna keperakan.

Kemudian yang di baris kedua (B) itu sudah diawetkan, kita sudah masukkan formalin untuk memfiksasi otot-otot mereka supaya tidak mengalami kerusakan. Sedang yang di bawah (C) itu adalah hasil x-ray, agar kita dapat mengetahui struktur kerangkanya.

Menariknya, saat Mas Kunto menguji lebih lanjut untuk dipotret x-ray nya, ternyata rongga matanya sudah tidak ada, artinya spesies ini bukan hanya sekedar hilang matanya, tapi rongga matanya pun sudah hilang.

Di kolam, ikan wader buta ini berenang sangat tenang, tetapi ketika merasa terganggu akibat ada pergerakan, mereka mampu bergerak. Ini menjadi indikasi bahwa meski matanya sudah tidak ada, mereka tetap sensitif dengan perubahan lingkungan seperti gerakan, getaran dan gelombang air.

Mongabay: Bagaimana sebenarnya ikan buta ini berevolusi hingga memiliki sensor pengganti mata tersebut?

Dr. Cahyo Rahmadi: Di gua itu tidak ada cahaya. Kalau menurut logika sederhana maka tidak ada urgensi untuk tetap mempertahankan sensor untuk mendeteksi cahaya jika cahaya pun sudah tidak ada.

Secara evolutif, spesies ini lalu mengembangkan indera lain yang dapat mendeteksi hembusan angin, getaran air dan perubahan lainnya yang relevan, dan itu adalah hal yang lebih urgent untuk dapat bertahan hidup daripada mengembangkan sesuatu yang sudah tidak lagi relevan di lingkungan mereka.

Mongabay: Seperti apa gua penting sebagai habitat dan lingkungan endemisasi spesies?

Dr. Cahyo Rahmadi:  Kalau kita melihat adaptasi sampai evolusi jenis satwa penghuninya, maka gua bisa menjadi contoh laboratorium alami yang bisa digunakan sebagai tempat belajar tentang evolusi.

Yang juga penting, ketika bicara distribusi atau sebarannya, maka hampir 99% spesies yang khas gua itu memiliki tingkat endemisitas yang tinggi. Jadi mereka bisa hanya ditemukan di satu gua saja.

Di satu gua pun tidak semua lorong atau semua bagian gua itu mereka bisa ditemukan. Itu poin penting, bahwa ketika kita bicara tentang satu spesies gua maka kita harus menggunakan kehati-hatian, karena sebaran mereka yang sangat terbatas.

Fakta lain, masih banyak gua di dunia bahkan di Indonesia yang belum dieksplorasi, jadi kita masih bisa melihat ada potensi besar untuk kita dapat menemukan spesies baru.

Jadi jangan kaget kalau nanti, mungkin 3 tahun ke depan misalnya, kita bisa menemukan spesies ikan gua lagi dari Klapanunggal.

Ukuran Barbodes klapanunggalensis jantan dewasa jika diperbandingkan dengan telapak tangan orang dewasa. Tidak hanya mata, tetapi rongga mata ikan ini pun telah menghilang. Dok: ZooKeys/M. Iqbal Willyanto

Mongabay: Bagaimana jika ikan gua ini dipindahkan keluar gua? Apakah ini bakal mempengaruhi karakternya?

Dr. Cahyo Rahmadi: Mempengaruhi bisa saja, tapi skala waktunya juga turut berpengaruh, misalnya satu tahun  atau dua tahun saja, itu pun belum tentu kita bisa memastikan apakah semua karakter itu akan terpengaruh.

Misalnya, karena di dalam gua itu spesies mengalami depigmentasi atau kehilangan pigmen, lalu apakah kalau ada cahaya terus-menerus pigmennya akan muncul kembali? Nah, itu juga bisa menjadi eksperimen.

Tapi sekali lagi eksperimen-eksperimen seperti ini kalau dengan kondisi spesies yang jumlah populasinya sangat terbatas ini, saya masih belum berani untuk melakukannya.

Mongabay: Bagaimana memaknai temuan penting ini dari sisi sains maupun bagi masyarakat?

Dr. Cahyo Rahmadi: Karena saya orang sains, nilai ilmiahnya sangat penting karena kita bisa memahami tentang bagaimana di situasi kondisi lingkungan ekstrim, mereka bisa beradaptasi dalam gua.

Dengan karakteristik habitat sebaran yang sangat terbatas ini, jumlah populasi yang sedikit, dan ancamannya yang tinggi, kita bisa berasumsi jika spesies baru ini bisa masuk dalam kategori rentan atau vulnerable di IUCN, bahkan bisa jadi langsung ke endangered species kalau kita memiliki data untuk kriteria dan tiap kategori yang ada.

Untuk kedepannya, harapannya kita bisa membuat strategi konservasi di tingkat spesies dan bagaimana strategi untuk pembinaan atau pengawetan habitatnya, sehingga kita bisa merencanakan dan memastikan dengan tepat Barbodes klapanunggalensis bisa tetap hidup di habitatnya.

Untuk Pemerintah harapannya ada aksi nyata, bagaimana upaya perlindungan karst dan gua bisa dilakukan. Klapanunggal itu bukan hanya sekedar tambang, peruntukannya bukan sekedar untuk pabrik semen, tapi juga masalah hajat hidup orang banyak terutama jika mengacu pada ketersediaan air dan lain-lain.

Dalam konteks sosial, Klapanunggal adalah sebuah natural heritage, yang dari situ kita bisa memunculkan identitas lokal, tidak hanya sekedar tradisi folklore, tetapi juga secara sains keilmuwan.

Referensi:

Wibowo, K., Willyanto, M. I., Dharmayanthi, A. B., Rahmadi, C., & Lumbantobing, D. N. (2025). Barbodes klapanunggalensis, a new species of blind subterranean fish (Cypriniformes, Cyprinidae) from Klapanunggal karst area, West Java, Indonesia, with notes on its conservation. ZooKeys, 1229, 43–59. https://zookeys.pensoft.net/article/135950/element/7/0/Barbodes/

Spesies Baru: Ikan Tanpa Mata Ini Bernama Barbodes klapanunggalensis

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|