- Pemerintah resmi menghentikan kelanjutan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu V dan VI, di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) akan jadi penggantinya dalam memenuhi kebutuhan pasokan listrik di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).
- Carlo Purba, Kepala Bidang Energi Ketenagalistrikan, Dinas Perindustrian Perdagangan Energi dan Sumber Daya Mineral Sumut, menyebut, awalnya membutuhkan pembangunan PLTU Pangkalan Susu karena provinsi ini kekurangan pasokan listrik untuk industri, rumah tangga dan lainnya. Pemadaman listrik kerap terjadi bergiliran hingga tiga kali sehari. Sekarang, mereka fokus di energi terbarukan. Berdasarkan Perda Rencana Umum Energi Daerah Sumut, pengembangan energi terbarukan di Sumut total kapasitasnya 1.460,6 MW dari potensi 22.183 MW.
- Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Sistem Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), menyebut, Indonesia pada umumnya memang membutuhkan penghentian pembangunan pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara secara cepat. Supaya bisa tetap on track dengan kesepakatan Kesepakatan Paris (Paris Agreement/PA).
- Sumiati Surbakti, Direktur Yayasan Srikandi Lestari, mengatakan, perlu strategi dan promosi yang tepat untuk membangun energi adil dan berkelanjutan di Sumut. energi terbarukan memiliki potensi besar dalam memberdayakan masyarakat lokal melalui pemanfaatan sumber daya energi yang ada di daerah masing-masing. Dengan demikian, transisi energi ini tidak hanya menjadi solusi teknis, tetapi juga menciptakan demokratisasi energi.
Pemerintah resmi menghentikan kelanjutan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu V dan VI, di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) akan jadi penggantinya dalam memenuhi kebutuhan pasokan listrik di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).
Carlo Purba, Kepala Bidang Energi Ketenagalistrikan, Dinas Perindustrian Perdagangan Energi dan Sumber Daya Mineral Sumut, menyebut, awalnya membutuhkan pembangunan PLTU Pangkalan Susu karena provinsi ini kekurangan pasokan listrik untuk industri, rumah tangga dan lain-lain. Pemadaman listrik kerap terjadi bergiliran hingga tiga kali sehari.
Mereka memilih PLTU karena saat itu belum ada kebijakan atau kampanye energi terbarukan. Juga, proses menggunakan dan meracik energi fosil tidak serumit PLTA, PLTPB, atau energi surya (PLTS).
PLTU, katanya, hanya memerlukan pencarian bahan baku. Begitu ketemu, tinggal menggali, mengolah, dan memakainya. Sementara panas bumi dan energi terbarukan lain butuh waktu lama untuk kajian bahan baku, hingga memastikan bisa memakai sebagai pembangkit listrik yang stabil.
Meskipun demikian, transisi energi sudah berjalan di Sumut. Berdasarkan Perda Rencana Umum Energi Daerah Sumut, pengembangan energi terbarukan di Sumut total kapasitasnya 1.460,6 MW dari potensi 22.183 MW.
Dari perda itu, jumlah PLTA yang sudah berproduksi menghasilkan 447 MW, PLTB 420 MW, dan PLTS 0,42 MW.
“Dengan pasokan energi listrik terbarukan, kami anggap itu sudah lebih untuk memenuhi kebutuhan listrik wilayah Sumbagut,” kata Carlo.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Sistem Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan, Indonesia pada umumnya membutuhkan penghentian pembangunan pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara secara cepat. Supaya bisa tetap on track dengan kesepakatan Kesepakatan Paris.
Lagipula, investor pun akan makin meninggalkan PLTU. Pembangunan pembangkit listrik batubara baru juga memiliki batas waktu sesuai Undang-undang ratifikasi dan Kesepakatan Paris.
“Fokusnya sekarang adalah bagaimana mempensiunkan dini PLTU dan menggantikan dengan energi terbarukan.”
Untuk menjalankannya, bisa pakai APBN. Dana sama juga bisa untuk membangun pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Kajian IESR, setidaknya ada 9,3 GW PLTU batubara pensiun pada 2030, dengan 8,2 GW harus sudah keluar sebelum 2030 dan 20 GW harus pensiun pada 2040.
Dia bilang, seluruh PLTU harus pensiun pada 2056. Angka ini, masih jauh dari realisasi. “Tapi penghentian PLTU Pangkalan Susu V dan VI ini adalah satu langkah baik,”katanya.
Deon bilang, potensi energi terbarukan di Sumut besar justru datang dari PLTS, mencapai 4.460 MW. Investor, akan mendapat untung kalau menanamkan modal di sini.
“Sebenarnya lebih muda untuk mendapat pendanaan asalkan di perencanaannya dimasukkan kandidat-kandidatnya, serta perlu perencanaan yang matang. Ingat ya, pembangkit energi surya dan beberapa energi terbarukan lainnya ini dibangun tak jauh dari gardu dan transmisi milik PLN sehingga berinvestasi di energi surya ini profitnya cukup menjanjikan.”
Idealnya, jarak PLTS dengan gardu PLN terdekat sekitar 20 km 40 km. Jadi, PLN tidak perlu banyak membangun infrastruktur baru seperti gardu dan transmisinya.

Adil dan berkelanjutan
Sumiati Surbakti, Direktur Yayasan Srikandi Lestari, mengatakan, perlu strategi dan promosi tepat membangun energi adil dan berkelanjutan di Sumut.
Energi terbarukan memiliki potensi besar memberdayakan masyarakat lokal melalui pemanfaatan sumber daya energi di daerah masing-masing. Dengan demikian, transisi energi ini tidak hanya menjadi solusi teknis, tetapi juga menciptakan demokratisasi energi.
Masyarakat, katanya, tidak lagi bergantung sepenuhnya pada monopoli energi konvensional, melainkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan dan pemanfaatan energi berkelanjutan. Hal ini akan mendorong keadilan energi, dan masyarakat dapat menikmati akses energi bersih dan terjangkau.
Saat ini, mereka fokus pada pemasangan solar panel untuk pemanfaatan energi di tingkat tapak. Salah satunya, di Pesantren Darrusa’adah dan Darrul’ullum Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Langkat, Sumut.
“Instalasi solar panel itu berkapasitas 1.5 kWp (kiloWatt peak) di masing-masing pesantren,” katanya.
Dia berharap, pemasangan solar panel itu dapat mengurangi ketergantungan energi fosil yang menghasilkan gas rumah kaca, penyebab utama krisis iklim.
Menurut dia, itu jadi langkah konkret dalam upaya global untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dan menjaga kenaikan suhu bumi tetap di bawah 1,5 derajat Celsius sesuai Perjanjian Paris.
“Dengan memanfaatkan energi matahari sebagai sumber penghasil listrik, kita dapat menjadikan solar panel sebagai alternatif dan solusi dari ketergantungan terhadap energi fosil yang sangat terbatas dan tidak ramah lingkungan.”

*****
Pendana Global Energi Terbarukan Lebih Dukung Skala Besar daripada Komunitas?