Pakar Ekologi Semakin Sedikit Habiskan Waktu di Lapangan, Berganti Penelitian Ruangan

2 days ago 16

Founder’s Briefs: Sebuah seri yang terbit secara berkala, menampilkan analisis, sudut pandang, dan ringkasan cerita dari pendiri Mongabay, Rhett Ayers Butler.

Dahulu, pendidikan seorang ahli ekologi tidak lengkap tanpa lumpur rawa di sepatu bot mereka atau aroma tanah basah setelah hujan lebat di hutan hujan. Namun, kini disiplin ilmu ini semakin banyak berpindah ke dalam ruangan.

Sebuah makalah yang diterbitkan dalam Trends in Ecology & Evolution oleh Masashi Soga dan Kevin J. Gaston menyoroti tren yang membingungkan ini, yaitu: menurunnya kerja lapangan dalam penelitian dan pendidikan ekologi.

Konsep “berkurangnya pengalaman lapangan” ini seolah menggambarkan bagaimana hubungan manusia yang semakin menipis dengan alam, yang sering dijumpai di masyarakat umum. Namun, para ahli ekologi sendiri seharusnya tidak termasuk bagian ini.

Di berbagai universitas dan lembaga penelitian, studi berbasis lapangan mengalami kemunduran, dan digantikan oleh teknologi penginderaan jarak jauh, analisis laboratorium, dan sintesis data skala besar. Konsekuensi dari pergeseran ini, meskipun belum sepenuhnya dipahami, tetapi dapat berdampak luas.

Penurunan ini didorong oleh berbagai faktor. Kendala finansial dan tekanan waktu semakin menghalangi perjalanan lapangan yang panjang, khususnya bagi para peneliti yang harus menyeimbangkan karier akademis dengan tanggung jawab keluarga.

Lembaga, khususnya yang berada di lingkungan perkotaan, berjuang untuk menyediakan akses ke alam bagi para mahasiswanya. Sementara itu, kampanye kekhawatiran atas jejak karbon juga telah menghambat kampanye lapangan jarak jauh.

Meningkatnya alat pemantauan ekologi yang canggih seperti: kendaraan udara nirawak (drone), kamera jebak, dan pengambilan sampel DNA lingkungan semakin mengurangi persepsi pentingnya observasi langsung di alam.

Abdul Haris Mustari, seorang ahli ekologi satwa liar yang telah meneliti anoa selama 26 tahun di lapangan. Foto: Dok. Abdul Haris Mustari

Pergeseran ini bukannya tanpa keuntungan. Teknologi pemantauan jarak jauh memungkinkan pengumpulan data berskala besar dan noninvasif, yang seringkali hanya memerlukan sebagian kecil biaya dan upaya dari kerja lapangan tradisional.

Kemampuan menganalisis kumpulan data yang sangat besar, dan difasilitasi meningkatnya teknologi big data, telah memperkaya penelitian ekologi, juga mengungkap pola-pola yang mungkin tidak terlihat melalui studi khusus lokasi.

Selain itu, pengurangan penelitian berbasis penerbangan udara, seperti penggunaan helikopter, di mana para peneliti dari negara-negara kaya kerap melakukan studi di negara-negara berkembang telah mengurangi berbagai hal yang berhubungan dengan administrasi, biaya serta hal-hal yang kerap berhubungan dengan etika.

Namun, ada yang hilang ketika ekologi terpisah dari lingkungan yang ingin dipahaminya.

Kemajuan ilmiah dalam bidang seperti ekologi perilaku dan pemantauan keanekaragaman hayati bergantung pada studi langsung dan mendalam. Tanpa pengalaman lapangan, peneliti berisiko salah menafsirkan data atau melewatkan interaksi ekologi yang halus.

Penurunan kerja lapangan juga melemahkan transmisi pengetahuan ekologi kepada siswa, yang banyak di antaranya mengembangkan minat mereka terhadap konservasi melalui pertemuan langsung dengan alam.

Seperti yang disarankan Soga dan Gaston, keseimbangan diperlukan. Pemodelan dan analisis data merupakan alat yang penting, tetapi keduanya tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran kerja lapangan dalam penemuan dan pendidikan ekologi.

Jika disiplin ilmu ini bergerak terlalu jauh dari ekosistem yang ingin dilindunginya, ia secara esensial dapat kehilangan sesuatu yang lebih mendasar daripada data: Keterkaitannya dengan dunia alam itu sendiri.

Artikel ini dipublikasikan perdana di sini pada tanggal 21 April 2025 oleh Mongabay Global. Tulisan ini diterjemahkan oleh Ridzki R Sigit.

***

Foto utama: Penelusuran lapangan di dalam hutan hujan tropis di Kalimantan Barat. Foto: Rhett A Butler/Mongabay

Pakar Konservasi: Papua Punya Potensi Besar Ekowisata Berbasis Birdwatching

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|