- Mikhayla (10), merupakan orangutan termuda yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, Selasa (22/4/2025). Ada lima individu lain yaitu Mori (16), Uli (28), Sie-Sie (29), Bugis (33), dan Siti (35) yang juga dilepasliarkan. Mereka semua telah menjalani rehabilitasi di Samboja Lestari.
- Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS (BOSF), mengatakan pelepasliaran ini adalah yang pertama pada 2025, bertepatan Hari Bumi. Keseluruhan, ini rilis ke-27.
- Total orangutan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen sebanyak 130 individu. Rinciannya, 78 betina dan 52 jantan.
- BOSF berencana membuat pulau-pulau orangutan sebagai suaka orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan. Juga, membangun kandang besar untuk orangutan cacat. Kandang dibuat seperti kubah atau dome dengan arena panjat seperti pepohonan di hutan.
Mikhayla (10), merupakan orangutan kalimantan termuda yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, Selasa (22/4/2025).
Ia diselamatkan saat berada di dekat jalan raya Sangatta-Bengalon atau Perdau. Sebelumnya, ia terlihat berpindah tempat di areal tersebut. Ruang jelahah yang sempit, membuatnya kesulitan berkompetisi mencari pakan. Saat ditemukan pada 12 Januari 2025, kondisinya memprihatinkan: kekurangan gizi dan menunjukkan tanda-tanda stres.
Tim animal welfare dan medis Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOSF) Samboja Lestari, merawat intensif, termasuk memberikan suplemen dan obat cacing. Setelah menjalani tiga bulan rehabilitasi, ia siap dilepasliarkan.
Mikhayla tidak sendiri. Ada lima individu lain yaitu Mori (16), Uli (28), Sie-Sie (29), Bugis (33), dan Siti (35) yang juga dilepasliarkan. Mereka semua telah menjalani rehabilitasi di Samboja Lestari.

Sie-Sie punya cerita unik. Ia berasal dari Semarang, dibawa ke pusat rehabilitasi pada 27 Agustus 1996. Saat itu, usianya dua tahun.
Sempat dikira betina karena wajahnya yang cantik, namun, seiring perkembangannya, ibu asuh dan tim medis BOSF menyadari bahwa Sie-Sie merupakan jantan. Sifatnya juga agresif.
Selama menjalani rehabilitasi, ia menunjukkan kemajuan signifikan dalam kemampuan bertahan hidup, terutama membuat sarang. Bantalan pipinya juga tumbuh, hanya terjadi pada orangutan jantan dominan. Setelah 29 tahun hidup di pusat rehabilitasi, Sie-Sie siap menuju rumah besarnya, Hutan Kehje Sewen.
Sementara Siti, merupakan orangutan betina yang kembali lagi ke pusat rehabilitasi pada 8 Desember 2022. Sebelumnya, ia telah dilepasliarkan di Hutan Lindung Sungai Wain pada 1997. Ia juga pernah dipindahkan ke Hutan Lindung Gunung Beratus.
Siti diselamatkan karena keluar dari habitatnya. Ia memiliki riwayat panjang rehablitasi, sebelum kembali dilepasliarkan bersama teman-temannya.
Total, orangutan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen sebanyak 130 individu. Rinciannya, 78 betina dan 52 jantan.
Baca: Bukan Cinta Biasa Larissa di Hutan Kehje Sewen

Pelepasliaran orangutan kalimantan pertama
Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS (BOSF), mengatakan pelepasliaran ini adalah yang pertama pada 2025, bertepatan Hari Bumi.
“Keseluruhan, ini rilis ke-27,” terangnya, Selasa (22/4/2025).
Berdasarkan data dari dua pusat rehabilitasi BOSF, yaitu Samboja Lestari (Kalimantan Timur) dan Nyaru Menteng (Kalimantan Tengah), jumlah orangutan yang telah dilepasliarkan ke habitat alaminya sejak 2012, sebanyak 539 individu. Ini terdiri 409 individu di Kalimantan Tengah dan 130 individu di Kalimantan Timur.
Sementara, yang berada di pusat rehablitasi sebanyak 355 individu, 237 individu di Nyaru Menteng dan 118 individu di Samboja Lestari. Dari jumlah ini, 100 individu merupakan orangutan yang tidak bisa dikembalikan ke hutan.
“Sebabnya, ada yang terlalu lama dipelihara manusia, ada yang berpenyakit, dan ada juga yang cacat seperti buta. Ini tantangan utama.”
BOSF berencana membuat pulau-pulau orangutan sebagai suaka orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan. Juga, membangun kandang besar untuk orangutan cacat. Kandang dibuat seperti kubah atau dome dengan arena panjat seperti pepohonan di hutan.
“Individu yang sakit harus masuk pulau, agar tidak menular ke orangutan lain. Untuk yang cacat dan buta ditempatkan di kubah, karena mereka tidak bisa hidup di pulau, apalagi di hutan,” ungkapnya.
Baca: Hutan Kehje Sewen yang Menentramkan Kehidupan Orangutan

Kebutuhan hutan untuk pelepasliaran orangutan kalimantan
Jamartin menambahkan, kapasistas Kehje Sewen sudah maksimal untuk pelepasliaran.
“Kami butuh areal pelepasliaran. Kami sudah diskusi dengan Bapak Menteri dan teman-teman di Kementerian Kehutanan, untuk menyiasati areal baru.”
Jamartin berharap, upaya pelepasliaran orangutan dapat berjalan dan beriringan dengan pihak-pihak lain. Menurut dia, bekerja di dunia konservasi tidak bisa dilakukan sendiri. Konservasi adalah bentuk perindungan yang membutuhkan kerja sama berbagai pihak.
“Semua harus bekerja sama, tidak hanya dengan kementerian atau swasta, tetapi sesama lembaga penyelamatan orangutan harus bersinergi. Semua harus seiring sejalan demi keberlanjutan konservasi Indonesia,” paparnya.
Baca: Di Hutan Kehje Sewen, Lima Individu Orangutan Ini Dilepasliarkan

Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan, menjelaskan bahwa upaya pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOSF merupakan wujud nyata untuk menjaga warisan alam Indonesia. Khususnya, spesies terancam punah yaitu orangutan kalimantan.
Pihaknya berkomitmen untuk memperkuat kebijakan konservasi berbasis ilmu pengetahuan, ekosistem, dan partisipasi masyarakat. Itu semua dilakukan melalui program seperti restorasi ekosistem, penguatan kawasan konservasi, rehabilitasi satwa liar, dan pemulihan habitat.
“Kami berupaya menghadirkan masa depan berkelanjutan bagi manusia dan alam. Kami juga mendorong lebih banyak kolaborasi seperti yang pelepasliaran orangutan ini,” jelasnya, Selasa (22/4/2025).
Konservasi spesies tidak bisa dilakukan pemerintah semata, tetapi perlu dukungan dan partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat.
“Konservasi bukan hanya menyelamatkan spesies, tetapi juga tentang memperkuat hubungan manusia dengan alam, menjaga warisan bagi anak cucu, dan memastikan hutan kita lestari untuk generasi mendatang,” paparnya.
Baca juga: Bukan Kandang Rehabilitasi, Orangutan Butuh Hutan Sebagai Tempat Hidupnya
Hutan Kehje Sewen
Hutan Kehje Sewen diadopsi dari bahasa lokal Dayak Wehea yang berarti orangutan. Kehje Sewen berarti ‘hutan bagi para orangutan’.
PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI), perusahaan yang didirikan BOSF pada 21 April 2009, mengelola hutan ini.
RHOI mendapatkan IUPHHK-RE (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu untuk Restorasi Ekosistem) dari Kementerian Kehutanan untuk lahan hutan seluas 86.593 hektar di Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 18 Agustus 2010.
Konsesi ini menyediakan habitat yang layak, terlindungi, dan berkelanjutan bagi orangutan selama 60 tahun, dengan opsi perpanjangan 35 tahun. Dana untuk membayar izin tersebut, sekitar US$1,4 juta, didapatkan dari para donor BOSF di Eropa dan Australia.
Dedikasi Luar Biasa Jamartin Sihite untuk Kehidupan Orangutan Kalimantan