- Warga Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, resah karena munculnya lumpur panas yang muncul dari lubang dekat Wellpad E PT PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Lumpur itu menggenangi kebun mereka, membuat tanaman layu dan mati.
- Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Madina, bersama perwakilan SMGP mendatangi lokasi awal mula munculnya semburan lumpur panas di Roburan Dolok, Sabtu (26/4/2025). Khairul, Kepala Dinas LH Madina, menyebut mereka mengecek dan mengambil sampel untuk pemeriksaan laboratorium, memeriksa bahaya kandungan kimia dalam material lumpur panas.
- Ali Sahid, Kepala Teknik Panas Bumi SMGP mengatakan, peristiwa yang terjadi di Roburan Dolok, sama sekali tidak ada kaitanya dengan pengeboran sumur yang perusahaan kerjakan. Ada dua sumur di lokasi itu, tapi perusahaan tidak memproduksi atau menginjeksinya.
- Imam Shofwan, Kepala Divisi Simpul dan Jaringan JATAM, menyatakan, bukan kali pertama perusahaan membantah dampak geotermal. Sebelumnya, warga sempat pingsan karena menghirup hidrogen sulfida.
Kabar dari panas bumi Sorik Marapi, ramai lagi. Warga Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, resah karena kemunculan lumpur panas dari lubang dekat Wellpad E PT PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Lumpur itu menggenangi kebun warga, membuat tanaman layu dan mati.
Khoiruddin Nasution, warga Desa Roburan Dolok, tampak murung. Hari itu, dia mencabut pohon karet masih muda dari sekitar kebunnya. Pohon itu layu dan mati, terendam lumpur panas yang menggenangi lahan pertanian desanya.
Lumpur panas keluar dari lubang tidak sampai satu km dari Wellpad E SMGP. Sejak 24 April, fenomena ini terjadi dan membuat warga resah.
“Hancur sudah semua. Airnya (juga) bau belerang yang menyengat,” katanya, Minggu (27/4/25).
Selesai mengikat batang-batang pohon karet itu, dia memperhatikan bentang di depannya. Belasan lubang masih mengeluarkan lumpur panas. Sementara puluhan lubang ukuran 5×5 meter terlihat mengering dan makin banyak bermunculan.
Fenomena ini muncul dan menghantui empat desa di sekitarnya. Jarak ke desa terdekat tak sampai satu km. Karena itu bau menyengat menggantung di desa.
Hujan memperparah situasi, membuat lumpur mengalir genangi lahan pertanian dan kebun serta aliran sungai. Bahkan ke sumur warga, merusak sumber air untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
“Air sungai dan air sumur yang biasa kami gunakan untuk minum dan mandi baunya sudah aneh. Masih bisa kami gunakan untuk mandi, tapi tidak untuk minum.”
Dia berharap, pemerintah mengatasi masalah ini. Khoirudin hawatir desa mereka tenggelam dan pertanian makin hancur.
Bahri Lubis, warga lain, juga tidak bisa menyembunyikan kesedihan. Gagal panen membayangi pikirannya akhir-akhir ini.
Saat Mongabay temui, pria 49 tahun ini tengah meminta Khoiruddin membawa cangkul untuk perbaiki sawah yang tergenang lumpur. “Oi Anggi, anggo tuson oban jolo pakkur i so i pature saba on (adik, kalau kemari bawa dulu cangkul biar diperbaiki sawah ini),” katanya.
Dia bilang, puluhan hektar sawah masyarakat terancam gagal panen karena fenomena ini. Juga, tanaman palawija, karet dan sawit.
Kejadian ini sudah terjadi sejak 2021. Saat itu, tidak terlalu banyak, sekitar 10-15 lubang dengan diameter kecil. Setahun terakhir, retakan tanah dan lubang yang bermunculan makin banyak, mencapai lebih dari 20.
Bau menyengat mulai mengganggu warga empat tahun terakhir. Walau sudah mulai membaik, tetapi tetap tercium 500 meter dari kawah.

Kejadian alami?
Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Madina, bersama perwakilan SMGP mendatangi lokasi awal mula munculnya semburan lumpur panas di Roburan Dolok, Sabtu (26/4/25). Khairul, Kepala Dinas LH Madina, menyebut mereka mengecek dan mengambil sampel untuk pemeriksaan laboratorium, memeriksa bahaya kandungan kimia dalam material lumpur panas.
“Hasilnya nanti akan kita beri tahu apakah semburan lumpur panas itu mengandung racun atau tidak, berbahaya atau tidak, hasilnya tunggu laboratorium dan akan secepatnya disampaikan.”
Dia justru menganggap peristiwa ini sebagai kejadian alami. Juga mengamini fenomena itu terjadi sejak 2021.
Khairul meminta masyarakat tenang dan tidak panik, supaya tidak timbul kegaduhan di lokasi kejadian. Dinas berupaya melakukan langkah cepat penanganan sumur yang mengeluarkan lumpur panas itu.
Dia bilang, sekitar 5 tim ahli, sudah turun menganalisis fenomena tersebut.
“Perusahaan juga sudah menurunkan tim ahli mereka untuk melakukan analisis,” jelas Khairul.
Ali Sahid, Kepala Teknik Panas Bumi SMGP mengatakan, peristiwa di Roburan Dolok, sama sekali tidak ada kaitan dengan pengeboran sumur yang perusahaan kerjakan. Ada dua sumur di lokasi itu, tetapi perusahaan tidak memproduksi atau menginjeksinya.
Kolam lumpur, katanya, terjadi kalau ada rekahan dari bawah yang berhubungan dengan batuan panas bumi yang naik. Biasanya berupa uap dengan gas yang tak bisa terkondensasi.
Titik manifestasi tersebut berada di lokasi lain di Roburan Dolok dan tidak berada di area sumur wellpad E SMGP, jaraknya 1-2 kilometer dari lokasi semburan lumpur. Jadi, katanya, semburan itu tidak berkaitan langsung dengan wellpad E, yang telah mereka bor sejak tahun 2017, tetapi tidak berhasil mengalirkan uap atau fluida panas.
Sumur mereka, katanya, tidak ada aktivitas produksi. Tidak ada kaitan dengan fenomena manifestasi yang terlapor.
“Jadi itu kejadiannya sudah tahun 2021 tapi saya bingung kenapa baru sekarang diributin, padahal kita sudah ketahui itu empat tahun yang lalui”.

Selalu berkilah
Imam Shofwan, Kepala Divisi Simpul dan Jaringan Jatam, menyatakan, bukan kali pertama perusahaan membantah dampak geotermal. Sebelumnya, warga sempat pingsan karena menghirup hidrogen sulfida.
Dia bilang, bentuk penyangkalan perusahaan terhadap akibat operasi mereka merupakan wujud penutupan informasi yang harusnya publik, khusus, warga terdampak, ketahui.
“Dalam jangka panjang, dampak lumpur dan gas beracun ini mengerikan, di Dieng (Jawa Tengah), banyak warga mengalami kanker masal dan kekerdilan,” katanya pada Mongabay, Senin (28/4/25).
SMGP, katanya, menguasai wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi seluas 62.900 hektar, mencakup 138 desa di 10 kecamatan. Berdasarkan citra satelit, lokasi semburan hanya 900 meter dari wellpad E dan sekitar 317 meter dari pemukiman warga Roburan Dolok, sekitar 1.931 jiwa menghuni daerah ini.
Titik-titik baru semburan lumpur ini rata-rata juga hanya berjarak sekitar 700 meter dari Puskesmas setempat. Sementara itu, jarak dari wellpad E ke permukiman warga hanya sekitar 480 meter.
Perusahaan, katanya, memandang biasa hancurnya ruang kelola masyarakat yang tinggal di sekitar proyek, hilangnya nyawa karena hirup racun, hingga lahan pertanian yang rusak. Ini lah yang tidak perusahaan buka secara luas.
“Perusahaan tidak akan mampu mengontrol bahasa ekstraksi panas bumi, karena dampaknya bisa sangat luas seluas aliran magma yang mereka ekstraksi. Tak hanya itu air yang mereka sedot dalam proses ekstraksi ini juga sangat besar, melampaui lokasi ekstraksi mereka.”
Imam bilang, banyak warga tinggal di sekitar proyek geotermal keracunan setiap kali perusahaan buka sumur atau beroperasi. Bukan memberi tahu dampak proyek mereka secara spesifik, perusahaan justru memberi santunan yang menurut Imam, tidak menghormati nilai kemanusiaan.
“Sebelum ada ekstraksi Wellpad E, tak pernah ada kejadian luapan lumpur, peristiwa luapan lumpur akibat geotermal juga terjadi di tambang Mataloko, Flores. Tuntutan kita tetap evaluasi menyeluruh proyek mematikan ini dan pulihkan hak-hak warga sekitar dan juga pulihkan lingkungan yang telah dirusak.”

*****