Petungkriyono, Rumah ‘Terakhir’ Owa Jawa

2 days ago 12
  • Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan primata endemik Pulau Jawa yang memiliki berbagai keunikan. Dikenal setia dengan pasangan, owa jawa hidup di sebagian hutan tropis Pulau Jawa, termasuk Hutan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng). 
  • Pusat Studi Satwa Primata IPB University menyebut owa jawa atau yang juga disebut Javan Bibbon masuk dalam Daftar Merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena terancam punah dan terdaftar Apendiks I CITES. Perdagangan internasional satwa ini dilarang. 
  • Dengan luas 6.000 hektar, hutan tropis Petungkriyono tak ubahnya rumah terakhir satwa ini. Sebab, kawasan ini masih simpan keanekaragaman hayati tinggi dengan tutupan yang sangat rapat. Situasi itu menjadikan pasokan pangan owa relatif terjamin. 
  • Begitu pentingnya ekosistem hutan ini, Pemprov Jateng sempat berencana menjadikan Hutan Sokokembang sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) pada 2021 lalu. Forum komunikasi yang terdiri dari Perhutani, Dinas Kehutanan, Pemkab Pekalongan, hingga masyarakat untuk menyokong usulan itu juga sudah terbentuk. Tetapi, tidak jelas progressnya sampai sekarang. 

Hari masih pagi saat seekor owa jawa tiba-tiba masuk pekarangan belakang rumah Rohim di Dukuh Sawahan, yang berbatasan langsung dengan kawasan Hutan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng) tahun 2002. Mendapati primata yang kini terancam punah itu, Rohim bergegas menangkapnya. Bersama tetangganya, Rohim lantas menguliti, memasak dan mengonsumsinya bersama-sama. 

Dulu, bagi warga Sawahan, mengonsumsi owa adalah hal biasa. Tak mengherankan, meski tidak menjadi buruan utama, warga tetap membawanya pulang tatkala mendapatkan owa saat berburu babi hutan. “Tidak jadi sasaran utama buruan. Tapi, kalau tertangkap ya tetap dibawa pulang,” katanya kepada Mongabay, April 2025.

Praktik tersebut berlangsung bertahun, sampai 2010, terdapat kesepakatan tak tertulis dari warga setempat untuk tidak mengonsumsi owa lagi. “Karena banyak ustad masuk kampung juga, owa disebut haram dimakan makanya tidak ada yang memasak lagi.” 

Meski begitu tak ada komitmen untuk melestarikan primata ini. Perambahan Hutan Mendolo -yang merupakan bagian kawasan Petungkriyono- terus terjadi yang menyebabkan kerusakan habitat. Buntutnya, kehidupan owa terancam.

Kesadaran pentingnya konservasi owa muncul tatkala mulai banyak peneliti ke Petungkriyono tahun 2014. Kesadaran itu semakin kuat ketika Swara Owa, lembaga yang memiliki kepedulian terhadap owa melakukan pendampingan warga pada 2017. 

Sejak itu, warga melarang perburuan. Bahkan, mereka juga terlibat aktif mengawasi segala kegiatan di Petungkriyono. “Karena yang memburu itu enggak cuma warga sini, dari luar juga. Kalau ada yang masuk kami awasi juga.”

Kawasan Hutan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah yang menjadi rumah bagi Owa Jawa, primata yang terancam punah. Foto: Nanang Sujana/Mongabay Indonesia.

Terancam punah

Pusat Studi Satwa Primata IPB University menyebut Javan Gibbon merupakan primata endemik Pulau Jawa. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam Daftar Merah karena terancam punah.

Juga, masuk daftar lampiran I The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Dengan begitu, satwa yang masuk amili Hylobates ini  dilarang diperdagangkan secara internasional. 

Owa jawa adalah hewan monogami. Betina akan menghasilkan keturunan setiap 2 sampai 3 tahun dengan lama kebuntingan 7-8 bulan.

“Habitatnya hutan tropis, mulai dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 0-1.600 meter di atas permukaan laut (m dpl).”

Distribusinya terbatas pada kawasan taman nasional dan hutan lindung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Terutama, di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, TN. Gunung Gede Pangrango, TN. Ujung Kulon, Gunung Simpang, Leuweung Sancang, Gunung Papandayan, Gunung Tilu dan juga Hutan Petungkriyono, Pekalongan. 

Dengan luas 6.000 hektar, hutan Petungkriyono tak ubahnya rumah terakhir owa jawa. Sebab, kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan tutupan hutan rapat. Situasi itu menjadikan pasokan pangan owa relatif terjamin. 

Owa Jawa di Hutan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah. Foto: Nanang Sujana/Mongabay Indonesia.

Konservasi hutan

Lestarinya hutan menjadi hal penting bagi kehidupan owa. Untuk mendukung hal itu, Rohim membuat rumah pembibitan di sudut kampung yang mengandalkan bibit tanaman lokal. Seperti (nama lokal) sapi, sentul, rau, bendo, hingga babi.

Bibit itu dikumpulkan warga dari bawah pohon asalnya di Hutan Mendolo. Sebagian besar bibit berumur dua tahun dengan tinggi satu meter. “Tapi ada juga yang masih kecil, kurang dari dua tahun, kemudian kami semai agar saat ditanam tumbuh mandiri,” paparnya.

Pembibitan untuk Hutan Mendolo dilakukan sejak 2023. Sebab, banyak area di sana jadi lahan terbuka untuk pertanian dengan komoditas durian, kapulaga, kopi, hingga cengkih. Lebih 1.200 bibit sudah ditanam Rohim dan kolega, sejak program ini berlangsung. 

Pohon lokal memang tidak memberikan manfaat secara langsung ke warga.

“Tujuannya, memang bukan untuk ekonomi tapi kelestarian hutan, sekaligus sumber pakan owa. Pohon rau menghasilkan buah seperti tomat. Pohon bendo memiliki buah seperti sukun, sedangkan sentul menghasilkan buah seperti manggis.”

Owa jawa bukan primata satu-satunya di sana. Ada empat primata endemik lain yaitu regregan, lutung, kukang, dan monyet ekor panjang. 

“Meski tidak berdampak langsung, tapi kami yakin semakin lebat dan terjaga maka hutan ini akan terus menghidupi kami yang semuanya petani ini.” 

Pada 2010, warga Sawahan mengalami kekurangan air akibat area hutan terbuka. Debit Sungai Wisnu yang menampung dari berbagai sumber di area hutan jauh berkurang. Warga khawatir, situasi itu berdampak pada pertanian. 

Bagi Rohim, melestarikan hutan, tidak hanya menjaga habitat owa jawa. Tapi juga, masa depan warga melalui fungsi hidrologi hutan. “Kalau gagal panen, penghidupan dan ekonomi terganggu.”

Nur Aoliya, peneliti dari Swara Owa menjelaskan primata ini bersifat arboreal atau hidup di atas pohon. Sifat ini terlihat dari bentuk tangannya yang panjang karena berfungsi untuk memanjat dan bergelantungan di dahan. Sifat tersebut membuat owa sangat bergantung pada pohon. Mereka juga berkelompok dalam keluarga inti yang di Hutan Mendolo paling banyak kelompok terdiri dari tujuh individu.

Untuk mendukung mobilitas owa, lanjut Aoliya, perlu habitat terhubung. Tapi di Hutan Mendolo sudah banyak area terisolasi. “Sehingga kondisi owa di area yang terisolasi seperti di Hutan Mendolo ini menyebabkan mereka tidak bisa berkembang biak secara ideal, karena tidak bisa melewati area lain untuk mencari pasangan,” paparnya.

Kondisi hutan yang terfragmentasi akan menyebabkan owa kawin dengan saudaranya sendiri. Jika itu terjadi maka genetik primata ini bisa terancam, lalu rentan terserang penyakit.

Upaya warga Sawahan dengan menanam pohon lokal, jadi solusi jangka panjang masalah fragmentasi hutan. “Paling tidak untuk lima tahun lagi ada koridor hutan agar owa tidak terisolasi hanya di satu area,” ujarnya, ditemui di lokasi.

Rohim menunjukkan tanaman di rumah pembibitan untuk mengkonservasi Hutan Petungkriyono. Foto: Triyo Handoko/Mongabay Indonesia.

Kopi dan ekonomi

Warga Sawahan tak sendirian. Upaya yang sama lebih dulu dilakukan masyarakat Desa Kayupuring di Hutan Sokokembang, yang juga bagian kawasan Hutan Petungkriyono. 

Sokokembang sempat mengalami perambahan. Perlahan, kebiasaan merambah kawasan hutan di perbatasan Pekalongan-Banjarnegara itu, terkikis berkat program agroforestri melalui tanaman kopi pada 2011. 

Tasuri, pelopor program ini menyebut, sebelumnya Sekokembang kerap jadi sasaran perambahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi warga. “Tapi sejak ada pemahaman pengolahan kopi agar harganya lebih tinggi maka perambahan dihentikan.” 

Selama era reformasi, banyak warga yang membabat kayu untuk dijual. “Waktu itu marak illegal logging, tapi sejak 2005 tidak ada lagi.” 

Bersama Swara Owa, warga Sokokembang konsisten menjaga hutan. Tasuri menjelaskan, upaya menjaga kawasan tetap hijau dengan pohon juga berdampak pada minimnya bencana, yang dulunya Kecamatan Petungkriyono rawan longsor.

Kopi memiliki daya ikat tanah lebih kuat ketimbang sayuran yang banyak ditanam petani di Petungkriyono. “Kopi bisa ditanam di sela pohon besar di hutan, kalau sayuran harus membabat pohon dulu. Harga kopi juga stabil untuk mendukung ekonomi kami, selain menjaga hutan,” paparnya.

Lebih dari 10 tahun menjaga hutan membuat populasi owa jawa meningkat. Petani 55 tahun itu mengaku kini lebih sering menemui satwa yang dikenal monogami itu ketimbang belasan tahun lalu.

Sidiq Harjanto, pendamping warga dari Swara Owa yang akrab disebut Kaspo mengatakan, pelibatan masyarakat menjadi kunci menjaga primata dan habitatnya. Model ini dipilih agar konservasi berkelanjutan dan mandiri. 

Keterlibatan masyarakat di sekitar Hutan Mendolo dan Sokokembang membuat upaya konservasi Owa di Hutan Petungkriyono cukup berhasil. “Dan itu tetap memperhatikan sumber ekonomi petani hutan, selama ini juga bisa selaras keduanya.”

Selain kopi, madu klanceng juga jadi medium upaya konservasi. Ini terbukti membantu peningkatan ekonomi warga, sekaligus peningkatan upaya menjaga hutan. 

“Kalau hutan habis, pohon tidak mengeluarkan bunga, lebah klanceng tidak bisa menghasilkan madu. Jadi, semuanya selaras dan saling mendukung. Jadi, agar terus bisa menghasilkan madu, mau tidak mau hutannya harus dijaga agar tetap lestari.”

Upaya warga Petungkriyono dan Lebakbarang menjaga hutan perlu didukung pemerintah dengan kebijakan tepat. Kaspo pun mengusulkan, adanya penetapan Hutan Sokokembang dan Mendolo sebagai ekosistem khusus yang harus dilindungi. 

Pemprov Jateng sempat wacanakan Hutan Sokokembang sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) pada 2021 lalu. Forum komunikasi yang libatkan sejumlah pihak. Mulai dari Perhutani, Dinas Kehutanan, Pemkab Pekalongan, hingga masyarakat bahkan sudah terbentuk. Akan tetapi, tidak ada kejelasan sampai sekarang. 

Padahal, menurut Kaspo, penetapan kawasan sangat penting untuk memberi kepastian pelestarian hutan oleh warga. “Kami juga masih menunggu penetapan. Ini penting untuk melindungi dan mengakomodasi kepentingan strategis,” jelasnya.

*****

Owa Jawa, Primata Setia dari Tatar Sunda

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|