- Beberapa individu simpanse liar tepantau melakukan kebiasaan menarik. Mereka gemar makan dan berbagi buah mengandung alkohol, di tengah hutan lebat Taman Nasional Catanhez, Guinea Bissau, Afrika Barat.
- Kamera intai yang dipasang para peneliti, merekam kejadian unik. Sejumlah simpanse liar afrika (Pan troglodytes verus) mengerumuni buah Trecuila africana yang jatuh. Mereka saling berbagi. Bahkan, membiarkan tatkala ada individu yang mengambil makanan dari mulut temannya.
- Sebanyak 28 buah sukun afrika diambil sampelnya, dengan 70 kejadian, yang melibatkan 17 individu. Saat peneliti mengukur kadar etanol yang terdapat dalam buah, kandungannya berkisar 0,01 hingga 0,61 persen. Ini setara dengan minuman bir.
- Bersama kerabatnya yang lain, simpanse dikelompokkan dalam kera besar (great apes). Secara umum, anggota kera besar ada empat: simpanse, gorila, bonobo, dan orangutan. Tiga yang disebut pertama hidup di hutan-hutan Afrika, sementara orangutan menjadi satu-satunya yang hidup di Asia.
Di tengah hutan lebat Taman Nasional Catanhez, Guinea Bissau, Afrika Barat, beberapa individu simpanse liar tepantau melakukan kebiasaan menarik. Mereka gemar makan dan berbagi buah mengandung alkohol.
Buah Trecuila africana yang beratnya bisa sampai 30 kg, akan jatuh ke tanah saat matang. Buahnya besar, padat, berserat, dengan tekstur mirip sukun. Buah yang dikenal sebagai African breadfruit ini saat matang melunak, kulitnya berubah dari hijau ke kuning.
Kamera intai yang dipasang para peneliti, merekam kejadian unik. Sejumlah simpanse liar afrika (Pan troglodytes verus) mengerumuni buah yang jatuh. Mereka saling berbagi. Bahkan, membiarkan tatkala ada individu yang mengambil makanan dari mulut temannya.
“Sama seperti merawat diri (pada kera), alkohol dapat mengurangi stres dan memicu sistem endorfin, yang selanjutnya dapat meningkatkan sosialisasi dan berbagi,” tulis Anna C Bowland, dalam laporan penelitian yang dimuat di jurnal Current Biology, April 2025.
Bersama timnya, peneliti dari University of Exeter, Inggris ini mendokumentasikan untuk pertama kalinya simpanse afrika mengonsumsi buah yang mengalami fermentasi alami. Sebanyak 28 buah sukun afrika diambil sampelnya, dengan 70 kejadian, yang melibatkan 17 individu. Saat mereka mengukur kadar etanol yang terdapat dalam buah, kandungannya berkisar 0,01 hingga 0,61 persen. Ini setara dengan minuman bir.
“Bagi manusia, kita tahu bahwa minum alkohol menyebabkan pelepasan dopamin dan endorfin, serta menghasilkan perasaan bahagia dan rileks,” kata Anna, mengutip dari The Guardian. “Kami juga tahu bahwa berbagi alkohol, termasuk melalui tradisi seperti pesta, membantu membentuk dan memperkuat ikatan sosial.”
Baca: Buang Air Kecil Ternyata Menular pada Primata, Berdasarkan Studi pada Simpanse

Saat akhirnya terdapat bukti simpanse liar juga memakan dan berbagi buah-buahan yang mengandung etanol, muncul pertanyaan, manfaat apa yang mereka dapatkan?
Para peneliti menduga perilaku ini meluas ke seluruh populasi kera besar. Sebab sebelumnya tercatat beberapa spesies kera besar lainnya, meliputi gorila dan bonobo, juga berbagi buah sukun Afrika ini.
“Data kami memberi bukti pertama kali untuk berbagi makanan yang mengandung alkohol dan pemberian makan oleh kera besar liar, serta mendukung gagasan bahwa penggunaan alkohol oleh manusia bukanlah hal baru tetapi berakar pada sejarah evolusi kita yang dalam,” tulis Anna.
Sementara menurut Kimberley Hockings, juga dari Universitas Exter yang terlibat dalam penelitian ini mengatakan bahwa simpanse tidak berbagi makanan sepanjang waktu. Sehingga perilaku berbagi makanan yang mengandung alkohol ini menarik diamati.
“Kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang apakah mereka sengaja mencari buah yang mengandung etanol dan bagaimana proses metabolisme. Akan tetapi, perilaku ini bisa jadi merupakan tahap evolusi awal dari yang dinamakan ‘pesta’,” katanya, seperti dikutip Phys.
Baca: Studi Ungkap Gen Ketahanan Malaria yang Sama pada Simpanse Hutan dan Manusia

Simpanse anggota kera besar
Simpanse terkenal sebagai satwa cerdas yang menggunakan alat terbanyak, di luar lingkup manusia. Misalnya, mereka punya kemampuan memancing rayap menggunakan ranting, menusuk dengan cabang yang dipatahkan, atau menumbuk dengan batu.
Mengutip situs Janegoodall.org, selain volume otaknya yang besar seperti manusia, DNA simpanse juga mirip manusia. Perbedaannya hanya 1,7 persen. Ini membuat simpanse banyak berbagi kesamaan baik morfologi maupun penyakit dengan manusia.
Penelitian yang dilakukan Jane Goodall sejak 1960 mengungkap banyak aspek lainnya dari simpanse yang waktu itu belum diketahui. Misalnya, ternyata simpanse juga mengenal budaya seperti halnya manusia. Kelompok simpanse yang tinggal di suatu kawasan memiliki kebiasaan berbeda dengan kelompok yang tinggal di kawasan lain.
Coba perhatikan tangan kita. Manusia memiliki ibu jari yang bisa digerakkan berlawanan (opposable thumb). Ini memberikan kelebihan manusia untuk menggengam lebih kuat dan presisi. Simpanse juga memiliki struktur jari yang sama dengan manusia, memungkinkan satwa ini menggunakan berbagai alat untuk menopang kehidupannya.
Bersama kerabatnya yang lain, simpanse dikelompokkan dalam kera besar (great apes). Secara umum, anggota kera besar ada empat: simpanse, gorila, bonobo, dan orangutan. Tiga yang disebut pertama hidup di hutan-hutan Afrika, sementara orangutan menjadi satu-satunya yang hidup di Asia.
Mereka dikelompokkan kera besar karena ukurannya yang memang besar. Dibanding, misalnya, kelompok kera kecil (lesser apes). Anggota kelompok ini adalah gibbon dan siamang. Keduanya antara lain dibedakan lewat ukuran. Siamang adalah kera kecil terbesar. Siamang juga memiliki kantong suara besar di tenggorokannya yang bisa menghasilkan vokalisasi keras.
Kalau siamang hidup di hutan-hutan Sumatera, gibbon atau owa tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Pada awalnya leluhur primata berasal dari Afrika yang hidup sekitar 55 juta tahun lalu. Monyet berevolusi sekitar 40 juta tahun lalu, kera 25 juta tahun lalu, sementara manusia berevolusi sekitar 500 ribu tahun lalu. Mereka kemudian menyebar melalui daratan yang kala itu masih terhubung.
Saat daratan terpisah, masing-masing berkembang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Termasuk leluhur orangutan yang kini keturunannya memilih tinggal di kelebatan hutan tropis. Itu sebabnya simpanse tidak ada di Indonesia, atau sebaliknya, orangutan tidak ditemukan di Afrika.
Baca: Demi Bercinta, Agresivitas Bonobo Jantan Ternyata Melebihi Simpanse

Di Indonesia tidak ada simpanse, melainkan orangutan
Dari semua kera besar, simpanse memiliki persebaran terluas yaitu 2,6 juta km persegi. Mereka ada dari Senegal Selatan, utara Sungai Kongo hingga Tanzania Barat dan Uganda barat. Sayangnya wilayah distribusi mereka terputus-putus, mengutip laporan penilaian IUCN untuk satwa ini.
Ada empat subspesies simpanse yaitu Pan troglodytes verus, Pan t. ellioti, Pan t. schweinfurthii, dan Pan t. troglodytes. Habitat simpanse yang menjadi objek pengamatan Anna dan tim ada di Afrika Barat, tepatnya dari Senegal hingga Ghana. Nigeria dan Kamerun menjadi habitat eksklusif P. t. ellioti, sementara P. t. schweinfurthii tersebar dari Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Burundi, Rwanda, Uganda Barat, Tanzania Barat, dan Sudan Selatan. Sedangkan P. t. troglodytes tersebar di Kamerun, hingga Republik Afrika Tengah.
Mengutip laporan itu, simpanse merupakan pemakan segala dan oportunis. Sumber makanan apapun yang ada di tempat mereka hidup, bakal disantap. Namun, buah-buhan masih menjadi makanan utama, selain dedaunan, telur, serangga dan mamalia berukuran sedang. Uniknya, dibanding kera besar lain, simpanse dikenal sebagai kera yang paling karnivora. Simpanse juga menerapkan praktik berburu secara berkelompok. Misalnya, saat menargetkan monyet colobus merah yang hidup di kanopi hutan.
Baca juga: Studi: Kera Besar Dapat Beradaptasi terhadap Gangguan Habitat, Tapi Bagaimana dalam Jangka Panjang?

Di Indonesia, tidak ada simpanse, melainkan rumah besar orangutan, satu-satunya kera besar yang hidup di luar Afrika. Ada tiga subspesies, yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii), orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), dan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Seperti juga tiga kerabatnya, orangutan dikenal sebagai kera besar cerdas. Sejumlah penelitian mengungkap kecerdasan satwa ini dalam memecahkan masalah, menggunakan alat, hingga memanfaatkan tumbuhan sebagai obat.
Tahun lalu, peneliti membuktikan bahwa orangutan sumatera liar bisa memilih tumbuhan jenis tertentu utnuk menyembuhkan luka yang dideritanya. Orangutan itu akan memamah daun dari tanaman yang berkhasiat sebagai penyembuh luka dan pereda rasa sakit, lalu menempelkannya ke bagian luka.
Penelitian lainnya pada 2010 mengungkap, dari pengamatan terhadap orangutan di sejumlah kebun binatang di Eropa, mereka sedikitnya memiliki 40 gestur yang memiliki makna berbeda. Misalnya mengajak bermain, meminta suatu benda, memanggil, atau mengusir. Gestur ini konstan dilakukan saat berkomunikasi sesama orangutan.
Kecerdasan lainnya juga diperlihatkan dalam video yang banyak beredar di internet. Video itu antara lain memperlihatkan orangutan di penangkaran yang mencuci tangan menggunakan sabun, menirukan gerakan menggergaji, atau memukul dengan palu. Juga video orangutan yang mengulurkan tangan menawarkan pertolongan kepada orang yang terjebak lumpur.
Pengurutan DNA orangutan sumatera yang berhasil dilakukan pada 2011 menunjukkan bahwa satwa ini memiliki kemiripan dengan manusia sebesar 97 persen. Sementara simpanse adalah yang paling dekat dengan angka kemiripan DNA hingga 99 persen.
10 Hewan dan Tumbuhan yang Sering Dikelirukan dan Dianggap Sama