- Dengan segudang adaptasi morfologi, kucing bakau dilahirkan untuk hidup di lanskap perairan tawar dan lahan basah pesisir.
- Untuk pertama kalinya, perilaku yang langka dan tidak biasa terhadap kucing dengan julukan Fishing Cat ini, tertangkap kamera jebak oleh sejumlah peneliti di Bangladesh.
- Mereka terlihat sedang memanjat pohon setinggi 8 meter untuk memburu sarang burung. Temuan ini mungkin menjadi jawaban atas kebingungan peneliti tentang bagaimana adaptasi kucing bakau saat menggunakan lanskap yang terendam sepenuhnya selama musim hujan.
- Temuan ini juga menekankan pentingnya menjaga lanskap lahan basah beserta koloni burung yang yang kemungkinan besar berfungsi sebagai sumber makanan potensial bagi kucing bakau.
Kucing bakau [Prionailurus viverrinus] dilahirkan untuk hidup di lanskap perairan tawar dan lahan basah pesisir. Hal ini didukung kaki dan ekornya yang pendek, gemuk, serta berotot. Ia juga memiliki dua lapisan bulu tahan air, cakar semi-retractile [dapat ditarik sebagian], serta kaki depan yang sebagian berselaput.
Bersama kucing tandang [Prionailurus planiceps], mereka adalah dua Felidae yang telah berevolusi untuk relung berburu semi-akuatik. Namun, untuk pertama kalinya, perilaku yang langka dan tidak biasa terhadap kucing dengan julukan Fishing Cat ini, terpantau peneliti di wilayah Cekungan Haor, Bangladesh timur laut.
Mereka tertangkap kamera memanjat pohon oak india [Barringtonia acutangula] setinggi delapan meter, saat mencari makan dengan merampok sarang burung. Padahal, spesies ini tergolong piscivora atau jenis karnivora pemakan ikan.
“Catatan ini memberikan bukti pertama yang diketahui tentang perilaku berburu arboreal kucing bakau,” kata Sadik & Akash [2024], dalam riset mereka yang dipublikasikan dalam jurnal Mammalia, di situs degruyter.com.
Baca: Nasib Kucing Bakau, Minim Perhatian dan Penelitian

Dijelaskan para peneliti, awalnya mereka hanya ingin memantau koloni burung yang berkembang biak dan bertengger. Koloni ini biasanya multi-spesies, terdiri kuntul kecil [Microcarbo niger], kuntul kerbau [Bubulcus ibis], dan bangau openbill [Anastomus oscitans].
Selama 282 hari, para peneliti melakukan survei dengan memasang kamera jebak di sebuah koloni. Dari data yang terkumpul, terlihat kucing bakau dua kali coba memangsa hewan di koloni tersebut. Hanya satu dari dua percobaan yang berhasil.
“Dalam satu kejadian, kucing tersebut memangsa empat anak burung yang baru belajar terbang.”
Pada kejadian kedua, peristiwa pemangsaan gagal. Namun, kucing bakau terus mencari sarang selama 1,5 jam.
“Dua kejadian ini menunjukkan bahwa kucing bakau, meskipun beradaptasi secara khusus untuk berburu ikan dan ekosistem lahan basah, dapat memanjat pohon dan mencari makan di kanopi jika perlu,” tulis para peneliti.
Baca: Kucing Bakau Terpantau di Hutan Mangrove Wonorejo, Bagaimana Perlindungan Habitatnya?

Adaptasi di lahan basah
Dokumentasi perilaku langka kucing bakau ini sangat penting, dan bisa jadi menjadi jawaban atas kebingungan para peneliti, tentang bagaimana adaptasinya di lanskap yang terendam selama musim hujan.
“Lahan basah di Asia Selatan mengalami banyak perubahan, sering dijadikan akuakultur atau kandang bebek liar, sehingga kucing ini mungkin memiliki ketergantungan yang tidak diketahui koloni burung lahan basah,” jelas penulis studi, Muntasir Akash, asisten profesor zoologi di Universitas Dhaka di Bangladesh, dikutip dari Live Science.
“Meskipun kucing bakau merupakan pemakan ikan, ada laporan tentang mereka yang memangsa ayam hutan, bangau, kuntul, dan burung kormoran.”Meski sudah beradaptasi, kucing bakau masih memiliki banyak ciri khas kucing, yang menurut para peneliti dapat membantu mereka bertahan hidup selama musim hujan.
“Saat musim hujan, hampir seluruh wilayah negeri menjadi lahan basah. Jadi, ke mana mereka pergi? Ini misteri, tetapi jawaban umumnya adalah hutan desa [tempat burung air dapat ditemukan],” jelas Akash.
Sebagai informasi, spesies ini berstatus Rentan berdasarkan IUCN, dikarenakan jumlahnya berkurang. Selain tantangan dari perubahan iklim, kucing bakau juga mengalami masalah dengan manusia. Mereka sering menjadi sasaran perburuan atau diusir manusia, karena sama-sama memiliki ketertarikan dengan ikan.
Baca juga: Kucing Ini Dijuluki “Spesialis” Lahan Basah

Menjaga burung lahan basah
Temuan ini juga menyiratkan pentingnya menjaga habitat lahan basah beserta koloni burung, yang kemungkinan besar berfungsi sebagai sumber makanan potensial kucing bakau.
“Pengamatan ini menunjukkan, konservasi koloni burung air dapat bertindak sebagai sumber makanan kucing bakau dan menciptakan jalan baru mencegah konflik dengan manusia,” jelas Sadik & Akash [2024].
Adapun sejumlah jenis burung lahan basah yang potensial dan tercatat sebagai makanan kucing bakau adalah burung pecuk-padi kecil [Microcarbo niger], kuntul besar [Ardea alba], dan kowak-malam abu [Nycticorax nycticorax].
Ketiga jenis burung lahan basah tersebut juga tercatat ada di Indonesia, terutama di wilayah Indonesia bagian barat [Jawa, Kalimantan, dan Sumatera]. Oleh karena itu, melindungi habitat lahan basah dan koloni burung sangat penting untuk memastikan kelangsungan hidup kucing bakau.
“Populasi koloni burung lahan basah yang stabil menguntungkan bagi lahan basah, kucing bakau, dan masyarakat sekitar,” kata Akash, dikutip dari Live Science.
Secara umum, kucing bakau tersebar di India, Nepal, Srilangka, Bangladesh, Myanmar, Laos, Kamboja, Malaysia, dan Indonesia. Di Pulau Jawa, khususnya pesisir utara Jawa, dianggap sebagai habitat terakhir kucing bakau di Indonesia, karena di Sumatera, jenis ini belum pernah terlihat sejak 10 tahun terakhir.

Menurut Tiasa Adhya, di webinar IIT Gandhinagar, kucing yang hidup di lahan basah juga sangat terkait dengan kehidupan kita [manusia] dalam banyak hal. Sebut saja, air tawar sehat yang berasal dari ekosistem lahan basah sehat pula.
Bumi hanya memiliki 0,1 persen ekosistem air tawar, yang menampung sekitar 10 persen spesies yang kita kenal atau tidak. Ruang-ruang kecil ini menampung begitu banyak spesies, sehingga menjadikan mereka pusat keanekaragaman hayati secara alami.
“Jadi, bayangkan, kondisi lahan basah saat ini sangat rentan karena hanya sedikit lahan tersisa. Dan kucing bakau menjadi indikator ekosistem ini,” paparnya.
Referensi:
Sadik, A. S., & Akash, M. (2024). A treetop diner: camera trapping reveals novel arboreal foraging by fishing cats on colonial nesting birds in Bangladesh. 88(2), 100–105. https://doi.org/doi:10.1515/mammalia-2023-0074