- Penelitian arkeologis oleh tim internasional yang dipimpin University of Oxford, Oxford, Inggris, bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia, menemukan bukti bahwa Homo sapiens menyebar dari Eurasia ke Pasifik, lebih dari 55–50 ribu tahu lalu.
- Mereka melakukan ekskavasi di beberapa lokasi di sebuah gua bernama Mololo. Gua ini terletak di Waigo, pulau terbesar dari empat pulau utama Raja Ampat.
- Satu temuan penting adalah artefak resin. Ini merupakan artefak tanaman tertua yang dibuat manusia di luar Afrika. Artefak tersebut diperkirakan diproses melalui beberapa tahap, mulai mematahkan kulit pohon penghasil resin, membiarkannya mengeras, hingga memotong hasilnya.
- Gua Mololo adalah gua batu kapur raksasa yang dikelilingi hutan hujan tropis. Kini berada dekat Selat Rabia, mengarah ke Teluk Mayalibit di Waigeo. Kedalaman gua ini mencapai seratus meter, yang menjadi rumah bagi kelelawar, biawak, dan ular.
Papua disebut juga gerbang Pasifik. Ini karena sebelum menyebar ke Australia, pesisir utara dan timur Papua, Selandia Baru, Hawaii, serta kepulauan di Pasifik lainnya, leluhur manusia lebih dulu singgah di Papua sisi barat. Tepatnya, di sekitar kepulauan Raja Ampat.
Penelitian arkeologis oleh tim internasional yang dipimpin University of Oxford, Oxford, Inggris, bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia, menemukan bukti bahwa Homo sapiens menyebar dari Eurasia ke Pasifik, lebih dari 55 hingga 50 ribu tahu lalu.
Tim peneliti internasional ini berafiliasi dengan lembaga dari Inggris, Selandia Baru, Austria, Australia, Jerman, Filipina, Amerika, Jepang, Italia, Papua New Guinea, dan Indonesia.
Mereka melakukan ekskavasi di beberapa lokasi di sebuah gua bernama Mololo. Gua ini terletak di Waigo, pulau terbesar dari empat pulau utama Raja Ampat.
Satu temuan penting adalah artefak resin, yang berumur lebih dari 50 ribu tahun. Ini merupakan artefak tanaman tertua yang dibuat manusia di luar Afrika. Artefak tersebut diperkirakan diproses melalui beberapa tahap, mulai mematahkan kulit pohon penghasil resin, membiarkannya mengeras, hingga memotong hasilnya.
“Pemrosesan tanaman yang kompleks menunjukkan bahwa manusia ini canggih, sangat gesit, dan mampu merancang solusi kreatif untuk hidup di pulau-pulau tropis kecil,” kata Daud Tanudirjo, arkeolog dari Universitas Gadjah Mada, yang terlibat dalam penelitian, dikutip dari situs Sekolah Arkeologi Oxford.
Temuan yang telah dilaporkan di Jurnal Antiquity, Agustus 2024, itu juga memperbaiki perkiraan waktu kapan leluhur manusia dari Afrika sampai ke Australia.
Baca: Gua Topogaro, Jejak Kehidupan Manusia Prasejarah di Kawasan Wallacea

Petunjuk resin
Artefak resin yang ditemukan ini berbentuk bujur sangkar, bukan bulat seperti yang terbentuk alami. Pengamatan melalui mikroskop elektron untuk melihat struktur dan potongan memastikan bahwa resin dibuat melalui beberapa urutan langkah.
Seperti digambarkan dalam laporan tersebut, pertama, manusia di era itu mengumpulkan dari pohon dan mengalirkannya ke sebuah tempat. Setelah dibiarkan mengeras, dipindahkan lalu dipotong menjadi bagian lebih kecil sehingga mudah dibawa. Penggunaannya, antara lain untuk pembuatan api. Resin itu lebarnya 13,5 mm dan tebal 5 mm.
“Pengamatan etnografi di Waigeo menunjukkan bahwa orang-orang memotong kulit kayu dan membiarkan getahnya terkumpul, sebelum mereka kembali untuk mengambil getah yang mengeras,” tulis laporan itu, membandingkan penggunaan resin di masa lalu dan sekarang. Juga, bagaimana manusia memproses resin yang dihasilkan dari pohon hutan hujan.
“Bahan, ini sangat mudah terbakar dan merupakan sumber cahaya yang bagus di dalam gua,” kata Dylan Gaffney, kepala peneliti yang berasal dari School of Archaeology, University of Oxford, Inggris, dikutip dari National Geographic.

Pemeriksaan gas yang dikandung resin membuka asal usul tanaman. Resin dibuat dari pohon atau semak berbunga (Angiosperma).
Jika saat ini, bahan yang sama juga digunakan oleh penduduk lokal untuk membuat api, diperkirakan pada masa lalu resin digunakan untuk berbagai keperluan. Selain untuk bahan bakar, resin dapat digunakan sebagai perekat untuk mengikat batu dan bambu sebagai perkakas, juga dalam konstruksi perahu.
Baca: Jejak Migrasi Manusia Purba di Nusantara

Bukti arkeologi
Perkiraan waktu penyebaran Homo sapiens ke Pasifik selama ini masih diperdebatkan. Namun, hasil penelitian ini memberi bukti lebih baru. Mengutip riset ini, para leluhur bergerak melalui jalur utara kepulauan Wallacea untuk sampai ke Sahul. Ini adalah nama tempat yang menghubungkan antara Papua dengan Australia. Tempat ini sendiri kini sudah terendam. Perhitungan sebelumnya, manusia tiba di Sahul melalui jalur selatan. Yaitu, melalui Pulau Jawa sekarang, Timor, lalu ke Australia.
Mengutip tulisan Dylan dan Daud di Coversation, para arkeolog sebelumnya mengusulkan dua jalur pelayaran hipotetis menuju Pasifik, yaitu jalur selatan menuju Australia dan jalur utara menuju Papua Barat.
Bukti arkeologi sebelumnya menunjukkan bahwa manusia telah menetap di Sahul sekitar 65 ribu tahun lalu. Tapi, temuan di Timor menunjukkan kalau manusia berpindah lewat jalur selatan 44 ribu tahun lalu. Sehingga, dua temuan itu terlihat membingungkan.
Namun, temuan penelitian di Mololo akhirnya memperkuat gagasan bahwa manusia menyeberang ke Australia pertama kali melalui jalur utara, yang sebelumnya menetap di Papua Barat.
Untuk sampai pada kesimpulannya, para peneliti melakukan rekonstruksi garis pantai dan pemodelan pelayaran karena situasi pada saat ini tentu berbeda dengan masa lalu. Pada masa itu, permukaan laut berada di sekitar 30-50 m dibanding saat ini.

Pada masa lalu, Pulau Waigeo dan Batanta di Raja Ampat terhubung oleh daratan yang oleh para peneliti dinamakan Waitanta. Dari Waitanta ke Sahul ada selat bernama Sagewin, yang lebarnya diperkirakan sekitar 5-6 km, dan jarak terpendek sekitar 2,5 km. Dari sana, leluhur bisa menyeberang menggunakan semacam rakit atau perahu.
Ada tiga lokasi ekskavasi di Gua Mololo yang 50 ribu tahun lalu terletak sekitar 15 km di pedalaman. Penggalian dilakukan di tiga bagian sistem gua. Di dekat pintu masuk, ruang datar dan tinggi, serta tepi ruang dalam. Penggalian itu menemukan beberapa lapisan hunian manusia yang terkait artefak batu, tulang hewan, kerang, dan arang yang merupakan bukti bahwa manusia purba pernah tinggal di sana.
Pengggalian lebih lanjut di sekitar lokasi dapat membantu menentukan waktu dan rute yang lebih tepat. Juga bisa menjelaskan apakah mereka berada di balik kepunahan mamalia besar di wilayah ini, mengutip Independent.
Gua Mololo sendiri adalah gua batu kapur raksasa yang dikelilingi hutan hujan tropis. Kini berada dekat Selat Rabia, mengarah ke Teluk Mayalibit di Waigeo. Kedalaman gua ini mencapai seratus meter, yang menjadi rumah bagi kelelawar, biawak, dan ular.
Denisovan, DNA Manusia Purba Pertama Ditemukan di Kawasan Wallacea