Tambang dan Pabrik Semen Wonogiri Rawan Konflik Sosial

1 day ago 7
  • Kala tambang batu gamping dan pabrik semen datang di Wonogiri, Jawa Tengah, krisis air bukan satu-satunya ancaman, juga konflik sosial. Kondisi harmonis warga terusik, terpecah jadi kelompok kontra dan pro tambang dan pabrik semen.
  • Alfarhat Kasman, Divisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengatakan kesejahteraan warga sekitar tambang belum pernah ada di Indonesia. Justru memiskinkan warga. Narasi perusahaan ketika ingin masuk kawasan pertambangan hampir selalu sama, narasi mempekerjakan warga sekitar dan mendongkrak ekonomi. 
  • Nurul Aini, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan pembangunan pabrik di kawasan karst yang unik berpotensi konflik sosial yang berkembang menjadi hal yang lebih serius. Misalnya intimidasi, kriminalisasi petani, perpecahan antar warga, hingga konflik terbuka.
  • Warga Pracimantoro sudah memiliki ketahanan yang bagus dari pertanian. Tambang dan pabrik semen tak hanya potensi kerusakan kawasan karst tapi juga ruang hidup dan ancaman hilangnya peradaban.

Kala tambang batu gamping dan pabrik semen datang di Wonogiri, Jawa Tengah, krisis air bukan satu-satunya ancaman, juga konflik sosial. Kondisi harmonis warga terusik, terpecah jadi kelompok kontra dan pro tambang dan pabrik semen.

Pada Selasa (4/3/25) malam, warga yang menamakan diri Laskar Tali Jiwo (Tolak Ambisi Liar Industri Jagad Ijo Wasis Aji) berkumpul dan menyatakan penolakan atas rencana pembangunan pabrik semen PT Anugerah Andalan Asia (AAA) itu. Dalam pernyataan sikap, mereka meminta Presiden Prabowo  menghentikan rencana itu. 

“Kami warga petani Pracimantoro menolak  rencana pendirian pabrik semen dan memohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan rencana pendirian pabrik semen di kawasan karst Gunungsewu Pracimantoro Wonogiri. Hidup petani… hidup petani… hidup petani…,” teriak Bambang, Perwakilan Laskar Tali Jiwo.

Menyusul pertemuan itu, kelompok warga yang mengatasnamakan Paguyuban Cinta Pracimantoro (PCP) menggelar pertemuan serupa, esok harinya. Dalam pertemuan itu, mereka menyatakan mendukung rencana pendirian pabrik semen. 

Mongabay berupaya meminta konfirmasi kepada Hermadi, Kepala Desa Watangrejo yang disebut-sebut turut hadir dalam pertemuan tetapi  yang bersangkutan tidak merespons. Begitu juga dengan Permadi, Ketua PCP. Upaya konfirmasi melalui telepon atau aplikasi perpesanan, tak juga ada balasan.

Menurut penuturan warga, pertemuan malam hari itu di pendopo balai dusun Pracimantoro. Atas pertemuan ini, Mongabay pun berusaha meminta konfirmasi kepada Warsito, Camat Pracimantoro. Yang bersangkutan menyarankan untuk menanyakan kepada Kepala Desa Watangrejo.

Nurul Aini, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan, perlu analisis mendalam terkait dampak pembangunan pabrik semen, baik sisi ekonomi maupun ekologi, termasuk aspek sosial dan pola hidup yang mungkin berubah. 

“Menuju ke sana bisa ada konflik sosial yang berdarah-darah, yang merusak kohesi sosial,” katanya, seraya bilang, kondisi ini banyak terjadi di tempat yang berbasis agraria dan berubah jadi  ekonomi industri.

Kalau tak terkelola dengan baik, konflik sosial akan memicu kerentanan pada tatanan masyarakat yang akhirnya merusak harmoni dan relasi antar warga. Belum lagi keterpisahan warga dengan tanah kelahiran yang merupakan identitas dan jati diri mereka. 

“Konflik sosial yang bisa berkembang menjadi hal yang lebih serius. Misal, intimidasi, kriminalisasi petani, perpecahan antar warga, konflik terbuka, bahkan pembunuhan dan sebagainya ini menjadi industri tidak worthy dilanjutkan,” katanya. 

Meski narasi yang muncul pabrik semen di luar bentang alam karst, namun ada industri di dekatnya bakal mengubah wilayah sekitar. Migrasi penduduk  akan terjadi. Pekerja dari luar daerah mulai berdatangan, perlu  tempat tinggal dan kebutuhan air meningkat. “Apakah warga setempat dapat bersaing dengan pekerja dari luar daerah juga perlu dipikirkan.”

Belum lagi, kata Nurul, bentang alam karst adalah sumber pengetahuan geologis unik. Untuk itu,  rencana tambang dan pembangunan pabrik semen akan membuat kekayaan itu hilang. Selain itu, akan menyebabkan kerugian dan biaya atas konflik yang terjadi, perubahan sosial  cepat, hingga eksploitatif warga. 

Gambaran itu menjadikan wilayah karst sebagai industri semen tak sebanding dengan keuntungan ekonomi yang akan diperoleh. “Masyarakat yang sudah berdiam di situ, survive selama berpuluh bahkan beratus tahun, itu  sumber pengetahuan. Baik sains maupun social science, sumber pengetahuan geologis, sosiologis, antropologis. Semua sumber pengetahuan di situ,” katanya.

 Kehadiran industri semen yang destruktif dan eksploitatif akan menimbulkan kerusakan yang berdampak jauh lebih besar. Tidak hanya oleh masyarakat , juga yang akan datang. “Itu tidak sebanding dengan keuntungan dari adanya industri tersebut.” 

Hamparan lahan pertanian dengan latar belakang perbukitan di Pracimantoro yang akan ditambang untuk semen. Foto: Wulan Yanuarwati/Mongabay Indonesia.

Janji kesejahteraan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)  Wonogiri tahun 2025-2045 memiliki visi sekaligus cita-cita ‘Wonogiri sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru yang sejahtera, maju, dan berkelanjutan. Salah satu, bersumber dari pabrik semen dan tambang batu gamping.

Izin kelayakan lingkungan hidup rencana industri semen kepada PT Anugerah Andalan Asia. Sedangkan izin kelayakan lingkungan hidup produksi pertambangan mineral bukan logam  batu gamping untuk semen  kepada PT Sewu Surya Sejati. Kedua izin dari  Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah Widi Hartanto, 5 Juli 2024.

Nilai investasi pabrik semen mencapai Rp6 triliun dengan kapasitas produksi 300 juta ton. Ada pun masa produksi bisa 70 tahun, dengan izin awal pertambangan 20 tahun, bisa diperpanjang dua kali. Katanya, industri ini akan menyerap 7.000 tenaga kerja.

“Tidak mungkin pabrik semen itu hanya beroperasi 20 tahun. Modal gak balik. Operasi pabrik semen pasti lebih dari 20 tahun,” ujar Suwadi Bing Andi, Direktur PT Sewu Surya Sejati (SSS) dan PT Anugerah Andalan Asia (AAA)  dari Solopos.  

Pembangunan pabrik,  katanya masih dari kutipan di Solopos, semen di Kabupaten Wonogiri strategis. Potensi sumber  alam bahan semen di wilayah ini sangat melimpah.  Hingga kini, katanya,  belum ada pabrik semen di  Joglosemar (Yogyakarta, Solo, dan Semarang). Perusahaan akan memproduksi semen curah dan semen kemasan.

Area perbukitan untuk tambang batu gamping sebagian besar sudah dalam izin perusahaan. Sedangkan bakal lokasi pabrik semen masih lahan pertanian warga. Perusahaan tengah berupaya  agar warga bersedia melepas lahan pertanian mereka.

Demi memuluskan rencana itu, perusahaan sempat mengajak beberapa warga melihat pabrik semen di Kabupaten Grobogan,  Jawa Tengah, belum lama ini semacam studi banding dengan harapan warga bersedia jual lahan pertanian mereka. 

Wagirin, petani di Watangrejo yang tanahnya  berada di bakal calon pabrik semen  mengetahui  kunjungan itu. Dia bilang, mereka yang ikut dalam rombongan bukan pemilik lahan. 

“Bukan yang punya lahan [pertanian] itu yang diajak ke Grobogan sama Pak Kepala Desa. Yang diajak perangkat sama warga yang gak punya lahan di situ. Yang punya lahan pada gak mau. Mungkin sekitar 20-an [orang]  lebih,”katanya. 

Alfarhat Kasman, Divisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan acapkali menjadi narasi pemerintah dan perusahaan ketika hendak memulai aktivitas tambangnya. Yang terjadi,  justru sebaliknya. Mmereka yang tinggal di sekitar tambang, hadapi kemiskinan karena kehilangan aset. 

Perusahaan kerap memobilisasi masyarakat dalam jumlah besar dari luar wilayah yang kemudian bekerja di  tambang dan pabrik. “Kesejahteraan dalam konteks tambang itu tidak ada, justru memiskinkan warga itu sendiri. Makanya narasi ini memang membohongi warga. Agar perusahaan leluasa masuk tanpa ada perlawanan.”

Menurut catatan Jatam, hingga hari ini tidak ada kawasan tambang yang betul-betul mensejahterakan warga di sekitar tambang. Kata Alfarhat, yang terjadi justru daya rusak yang harus ditanggung masyarakat sekitar tambang.

“Bukan hanya gangguan kesehatan tapi juga penghidupan. Warga Wonogiri yang hidupnya dari pertanian akan segera berubah jika pabrik ada dan itu akan menciptakan konflik yang luar biasa karena itu persoalan.” 

Warga akan kehilangan ruang hidup karena mata pencaharian bergantung pada pertanian akan dan sumber air pun akan surut. Ketika itu terjadi,  warga akan perlu  uang lebih banyak untuk membiayai hidup. Awalnya,  mereka bisa memakan dari apa yang mereka tanam sendiri.

“Yang dijanjikan perusahaan mulai dari lapangan pekerjaan dengan gaji yang tidak seberapa itu justru akan menciptakan konflik yang semakin meluas,” katanya.

Baginya, masih ada kemungkinan mempertahankan ruang hidup ini. Selama warga masih bisa bersatu dan berjuang. “Meskipun aparat desa mendukung,  kalau warga kompak menolak, siapapun tidak boleh memaksa untuk agar tambang itu bisa beroperasi,” katanya.

Area perkabunan dan pertanian warga yang akan dijadikan lokasi pabrik semen. Foto: Wulan Yanuarwati/Mongabay Indonesia.

Air melimpah dan kedaulatan pangan

Kawasan karst Gunungsewu yang terbentang di Gunungkidul Yogyakarta, Wonogiri Jawa Tengah dan Pacitan Jawa Timur memiliki sumber air bawah tanah melimpah. Di Kecamatan Pracimantoro Wonogiri khususnya, air mengalir ke rumah-rumah penduduk mulai era 2.000-an sejak peneliti dan akademisi menemukan sejumlah mata air. 

Sumber air melimpah dan pertanian maju. Tak hanya itu, industri rumahan  bermunculan. Warga Pracimantoro sudah memiliki kedaulatan pangan dari pertanian. 

Para petani mengaku tetap bisa makan, bahkan seandainya tidak memiliki uang sekalipun. Beras sudah ada di gudang, mau makan tinggal petik sayur atau beli lauk. Anak-anak mereka ada yang bertani, ada juga yang merantau ke luar kota. Bagi yang merantau, biasanya akan kembali ke desa dan punya lahan pertanian untuk diolah.

Belakangan, rencana pembukaan tambang dan pabrik semen membuat mereka khawatir. 

“Gaji bulanan gak seberapa ya. Uang jual lahan, satu karung pun tetap akan habis seperti yang ganti rugi jalan lintas selatan itu sekarang pada jual mobil untuk makan. Udah gak punya lahan bertani,” ujar Siti Badriah, petani perempuan. 

Di Pracimantoro, sudah umum para petani melakukan kebiasaan selepan alias  menggiling beras. Uniknya, petani meninggalkan karung berisi gabah di depan rumahnya.

Selagi mereka pergi bertani di ladang, tukang selep keliling akan datang sesuai pasaran Jawa yang mereka sepakati. Setiap wilayah berbeda-beda. Ada yang datang setiap penanggalan Pon atau Kliwon.

“Misal,  setiap Pon lewat daerah dusun A, kesepakatan. gabah taruh di emperan rumah, terus ditinggal ning alas (hutan), tinggal kerjo. Diambil sendiri, diselep, dibalekke (dikembalikan), lalu dibayar,” ujar Guntoro.

Warga tinggal menikmati beras dan kadangkala hingga panen berikutnya masih tersisa. Kalau tersisa,   beras bisa mereka jual. Jadi,  kedaulatan pangan mereka sudah aman terlebih dahulu.

*****

Warga Wonogiri Khawatir Sumber Air Terdampak Pabrik Semen

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|