Mengapa Beruang Kutub Tak Kedinginan di Suhu -56°C Kutub Utara? Ini Penjelasan Ilmiahnya

3 weeks ago 47
  • Adaptasi Ganda: Beruang kutub bertahan di suhu Arktik yang ekstrem melalui kombinasi adaptasi fisik (bulu anti-icing, lapisan lemak tebal, cakar khusus, bentuk tubuh kompak) dan perilaku (membuat sarang salju, “mode hemat energi”).
  • Peran Sebum: Sebum, minyak alami pada bulu beruang kutub, berperan penting dalam memberikan sifat anti-icing dan menjaga mereka tetap kering serta hangat.
  • Ancaman Perubahan Iklim: Hilangnya es laut akibat perubahan iklim menjadi ancaman utama bagi beruang kutub karena mengurangi akses mereka ke makanan dan habitat.

Beruang kutub (Ursus maritimus) adalah makhluk luar biasa yang mampu bertahan dan berkembang di lingkungan Arktik yang ekstrem, di mana suhu dapat merosot hingga -56°C, disertai angin kencang yang dapat menyebabkan wind chill (sensasi dingin yang lebih parah dari suhu udara sebenarnya) yang jauh lebih rendah. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya sinar matahari selama berbulan-bulan di musim dingin, menciptakan kegelapan dan tantangan tambahan bagi kehidupan.

Selain itu, beruang kutub hidup di atas es laut yang terus bergerak dan mencair, memaksa mereka untuk beradaptasi dengan perubahan habitat yang konstan. Kemampuan mereka untuk tetap hangat dan aktif dalam kondisi yang sangat dingin dan keras ini telah lama menjadi subjek kekaguman dan penelitian ilmiah. Apa sebenarnya rahasia beruang kutub  yang memungkinkan mereka menaklukkan dinginnya Kutub Utara, sebuah wilayah yang menuntut ketangguhan dan kemampuan beradaptasi tanpa henti?

Adaptasi Bulu Beruang Kutub

Bulu beruang kutub bukanlah sekadar lapisan pelindung; ini adalah sistem termoregulasi yang canggih. Terdiri dari dua lapisan, bulu luar yang panjang dan tahan air (guard hairs) melindungi dari salju dan air, sementara lapisan dalam yang padat (undercoat) memerangkap udara hangat dekat kulit. Menariknya, rambut beruang kutub sebenarnya transparan dan berlubang, memungkinkan cahaya matahari untuk menembus dan menghangatkan tubuh melalui mekanisme yang mirip dengan panel surya.

Induk beruang kutub (Ursus maritimus) dan dua anaknya berdiri di atas pecahan es yang terapung di Svalbard, Norwegia. Foto : WWF

Seperti yang dijelaskan oleh Julian Carolan dari Trinity College Dublin, yang meneliti sifat unik bulu beruang kutub, “Identifikasi karakteristik fisik dan kimiawi bulu beruang kutub yang memungkinkan sifat anti-pembekuan menjanjikan untuk menginspirasi pengembangan bahan dan permukaan anti-pembekuan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan,” katanya.  Hal ini juga menunjukkan potensi aplikasi adaptasi beruang kutub dalam teknologi. Studi terbaru bahkan mengungkapkan bahwa bulu beruang kutub memiliki sifat anti-icing, berkat kandungan sebum yang kaya akan kolesterol, diasilgliserol, dan asam lemak.  Sebum, minyak alami yang diproduksi oleh kelenjar sebaceous di kulit, dalam hal ini memiliki komposisi unik yang membuatnya repel air dan es. Senyawa ini mencegah air membeku dan menempel pada bulu, menjaga beruang tetap kering dan mengurangi kehilangan panas.

Baca juga: Foto: Beruang Kutub yang Kelaparan ini Memakan Sampah Plastik

Peran Lemak dalam Isolasi dan Energi

Lapisan lemak tebal di bawah kulit beruang kutub memiliki fungsi ganda yang krusial bagi kelangsungan hidup mereka di lingkungan Arktik yang keras. Sebagai isolator yang sangat baik, lemak membantu mempertahankan panas tubuh, terutama saat berenang di air es yang suhunya bisa mencapai di bawah titik beku. Lapisan lemak ini bekerja seperti pakaian selam, mencegah hilangnya panas tubuh ke air yang dingin. Ketebalan lapisan lemak ini dapat mencapai 11 cm, memberikan perlindungan yang signifikan terhadap dingin ekstrem dan angin kencang.

Selain berfungsi sebagai isolator, lemak juga merupakan sumber energi yang sangat penting. Beruang kutub menggunakan lemak sebagai cadangan energi saat mereka tidak berhasil berburu atau selama periode kelangkaan makanan, seperti saat musim dingin ketika anjing laut sulit ditemukan. Metabolisme lemak menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk menjaga suhu tubuh, bergerak, dan berburu. Tanpa lapisan lemak yang cukup, beruang kutub akan kesulitan bertahan hidup di lingkungan yang keras ini.

Adaptasi Fisiologis: Cakar dan Bentuk Tubuh

Cakar beruang kutub memiliki adaptasi khusus yang memungkinkan mereka bergerak dengan efisien di atas es dan salju, sekaligus mengurangi kehilangan panas. Cakar mereka ditutupi oleh bulu dan lemak, yang memberikan isolasi tambahan dan meminimalkan kontak langsung dengan permukaan yang dingin. Bantalan kaki beruang kutub memiliki tekstur kasar dan dilengkapi dengan tonjolan-tonjolan kecil (papillae) yang membantu mereka mendapatkan traksi yang baik di atas es, mencegah mereka tergelincir saat bergerak atau mengejar mangsa.

Selain itu, sistem peredaran darah di cakar beruang kutub juga unik. Pembuluh darah di cakar mereka memiliki kemampuan untuk mengatur suhu, memungkinkan darah hangat untuk bersirkulasi ke area yang membutuhkan dan mencegah dingin masuk ke seluruh tubuh melalui kaki. Bentuk tubuh beruang kutub yang kompak dan bulat, dengan telinga dan ekor pendek, juga merupakan adaptasi penting untuk konservasi panas. Bentuk tubuh ini meminimalkan luas permukaan tubuh yang terpapar dingin, sehingga mengurangi hilangnya panas ke lingkungan.

Strategi Perilaku Beruang Kutub dalam Menghadapi Suhu Ekstrem

Selain adaptasi fisik, beruang kutub juga memiliki strategi perilaku yang cerdas untuk menghadapi cuaca ekstrem di Arktik. Mereka membuat sarang salju untuk berlindung dari angin kencang dan suhu rendah yang bisa mencapai di bawah -40°C hingga -50°C . Sarang salju memberikan isolasi tambahan dan melindungi beruang dari wind chill yang bisa membuat suhu terasa jauh lebih dingin. Beruang kutub betina yang sedang hamil menggali sarang yang lebih besar dan kompleks, yang dapat mereka gunakan selama berbulan-bulan untuk melahirkan dan merawat anak-anaknya yang masih sangat rentan terhadap dingin. Sarang ini menjadi tempat yang aman dan hangat bagi bayi beruang untuk tumbuh dan berkembang.

Seekor beruang kutub dengan dua anaknya di pantai Laut Beaufort di Suaka Margasatwa Nasional Arktik. Foto : Susanne Miller / USFWS.

Meskipun tidak melakukan hibernasi sejati seperti beberapa hewan lainnya, beruang kutub dapat memasuki kondisi “hemat energi” saat cuaca sangat buruk atau makanan langka. Dalam kondisi ini, mereka memperlambat metabolisme dan mengurangi aktivitas untuk menghemat energi yang tersimpan dalam lemak mereka. Kondisi “hemat energi” ini membantu beruang kutub bertahan hidup selama periode sulit ketika berburu menjadi sulit atau tidak mungkin.

Baca juga:  Ilmuwan Mengungkap Rahasia Bulu Beruang Kutub

Metabolisme dan Termoregulasi Beruang Kutub

Beruang kutub memiliki tingkat metabolisme yang tinggi dibandingkan dengan mamalia lainnya. Tingkat metabolisme yang tinggi ini membantu menghasilkan panas tubuh yang penting untuk bertahan hidup di lingkungan yang sangat dingin. Aktivitas seperti berburu dan berenang, yang membutuhkan energi besar, juga didukung oleh metabolisme yang tinggi ini. Diet tinggi lemak, terutama dari anjing laut, adalah sumber energi utama bagi beruang kutub dan mendukung tingkat metabolisme mereka yang tinggi. Lemak memberikan kalori yang dibutuhkan untuk menghasilkan panas dan energi. Ketika makanan berlimpah, beruang kutub akan mengonsumsi bagian berlemak dari anjing laut dan menyimpan kelebihan energi sebagai lemak. Cadangan lemak ini akan digunakan saat makanan langka.

Selain itu, hidung beruang kutub, yang kaya akan pembuluh darah, juga berperan dalam menghangatkan udara yang dihirup. Saat beruang kutub bernapas, udara dingin yang masuk melalui hidung akan dihangatkan oleh pembuluh darah sebelum masuk ke paru-paru. Mekanisme ini membantu mencegah hilangnya panas tubuh melalui pernapasan.

Tantangan Perubahan Iklim bagi Beruang Kutub

Perubahan iklim, terutama peningkatan suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia, telah memicu serangkaian perubahan dramatis di wilayah Arktik, dan hilangnya es laut menjadi ancaman paling signifikan bagi populasi beruang kutub. Es laut bukan hanya habitat tempat beruang kutub tinggal; ini adalah platform penting bagi mereka untuk berburu anjing laut, mangsa utama mereka. Anjing laut bergantung pada es laut untuk berkembang biak dan beristirahat, sehingga penurunan luas dan durasi es laut secara langsung mengurangi populasi anjing laut, dan pada gilirannya, ketersediaan makanan bagi beruang kutub.

Baca juga: Beruang Kutub Kelaparan: Es Laut Mencair, Ancaman Baru Muncul

Seekor beruang kutub yang kurus kering kelaparan. Ini bukti nyata dampak perubahan iklim di kawasan kutub utara. Foto : Instagram Cristina Mittermeier

Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya es laut terjadi pada tingkat yang mengkhawatirkan. Data satelit menunjukkan bahwa luas es laut Arktik telah menyusut secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, dengan laju kehilangan yang paling cepat terjadi selama musim panas. Hal ini memaksa beruang kutub untuk berenang lebih jauh dan lebih lama untuk mencari makanan, menguras cadangan energi mereka yang penting. Tidak hanya itu, es yang lebih tipis dan kurang stabil membuat perburuan menjadi lebih sulit dan berbahaya. Beruang kutub yang kelaparan mengalami penurunan berat badan, yang berdampak negatif pada kesehatan mereka secara keseluruhan, termasuk sistem kekebalan tubuh, kemampuan reproduksi, dan tingkat kelangsungan hidup anak-anaknya.

Lebih lanjut, perubahan iklim juga berdampak pada pola cuaca ekstrem, seperti peningkatan badai dan gelombang panas di Arktik. Kondisi ini dapat mengganggu aktivitas berburu beruang kutub, merusak sarang mereka, dan meningkatkan risiko kematian akibat hipotermia atau tenggelam. Dengan demikian, perubahan iklim menciptakan tekanan ganda pada populasi beruang kutub: mengurangi ketersediaan makanan dan meningkatkan risiko lingkungan. Tanpa tindakan mitigasi yang signifikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperlambat laju pemanasan global, masa depan beruang kutub di Arktik sangat suram.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|