- Madu masih menjadi andalan sebagian warga yang hidup di sekitar Suaka Margasatwa Rawa Singkil.
- Tualang atau sialang, merupakan jenis pohon yang sangat disukai lebah madu untuk bersarang. Tingginya bisa mencapai puluhan meter.
- Madu dari Rawa Singkil dianggap yang terbaik di Aceh, sehingga harganya lebih tinggi dibanding lainnya. Namun, sekarang lebah mulai jarang bersarang di pohon sialang. Adanya pembukaan lahan, menyebabkan banyak pohon sialang ditebang.
- Hasil perhitungan tim Geographic Information System Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), menunjukkan tutupan hutan di Rawa Singkil sejak 2020-2024 mencapai 2.179 hektar.
Madu masih menjadi andalan sebagian warga yang hidup di sekitar Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Terutama, masyarakat yang berada di kemukiman Buloh Seuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, serta Desa Teluk Rumbia dan Rantau Gedang, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh.
Tualang atau sialang, merupakan jenis pohon yang sangat disukai lebah madu untuk bersarang. Tingginya bisa mencapai puluhan meter.
“Biasanya, lebah hutan memilih cabang yang terbuka dan bebas dedaunan,” ungkap Jalaluddin, petani madu di Buloh Seuma, Jumat (7/2/2025).
Banyaknya madu hutan, sangat membantu ekonomi masyarakat yang juga bekerja sebagai nelayan.
“Kami panen dua kali setahun, Juni-Juli dan Desember-Januari. Pada satu batang pohon, bisa mendapat 100 liter madu. Harga per liter, sekitar Rp600 ribu.”
Baca: Dirambah untuk Kebun Sawit, Ancaman Serius Suaka Margasatwa Rawa Singkil

Madu dari Rawa Singkil dianggap yang terbaik di Aceh, sehingga harganya lebih tinggi dibanding lainnya. Namun, sekarang lebah mulai jarang bersarang.
“Adanya pembukaan lahan, menyebabkan banyak pohon sialang ditebang. Ini membuat lebah kehilangan rumahnya.”
Asap akibat pembukaan lahan yang menyelimuti hutan, sangat mengganggu lebah.
“Masyarakat Buloh Seuma memiliki aturan adat tidak boleh menebang pohon sialang, namun kini tidak efektif lagi.”
Baca: 4.100 Hektar Hutan Gambut Rawa Singkil Rusak

Berani Berutu, pawang madu dari Desa Teluk Rumbia, mengatakan madu mulai sulit didapatkan dari Rawa Singkil.
“Alih fungsi hutan menyebabkan banyak pohon sarang lebah ditebang. Banyak pawang madu kini menjadi nelayan,” ujarnya, Kamis (6/2/2025).
Amrul Hadi, Kasi Pemerintahan Desa Teluk Rumbia, di hari yang sama mengungkapkan, kerusakan hutan gambut Rawa Singkil telah mengancam kehidupan masyarakat Teluk Rumbia.
“Tapi, kerusakan juga terjadi di Aceh Selatan.”
Amrul mengatakan, kadang warga Teluk Rumbia cemburu melihat masyarakat di Aceh Selatan, dengan mudahnya masuk kawasan.
“Kami di sini. Tetap memegang warisan leluhur yaitu menjaga Rawa Singkil.”
Baca juga: Rawa Singkil, Habitat Orangutan Sumatera yang Terancam Perambahan

Tradisi ambil madu
Essi Hermaliza, Abdul Manan, Fariani, dan Kodrat Adami, dan buku Tradisi Mengambil Madu Lebah Buloh Seuma terbitan Balai Pelestarian Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan 2022 menjelaskan, tradisi pengambilan madu lebah di Buloh Seuma, dilakukan dengan ritual.
“Warga menyebutnya “pet uno” atau memetik madu, yang dilakukan sampai sekarang.”
Tradisinya cukup unik. Madu tidak diambil dari pohon tualang sembarangan dan waktunya juga dibicarakan.
“Ada pawang yang memimpin kegiatan tersebut dengan keahlian khusus.”

Pawang madu juga memimpin pemasangan pijakan dari bambu ke pohon tualang. Jarak antarpaku bambu itu 30-40 cm, yang kemudian diikat bambu besar agar lebih kuat.
“Mereka hanya mengambil madu, tidak membunuh lebahnya.”
Tradisi ini mengedepankan prinsip keseimbangan dan keberlanjutan hutan.
“Bagi masyarakat Buloh Seuma, panen madu hutan adalah kegiatan sakral yang melibatkan kombinasi ritual adat dan agama,” jelas buku tersebut.

Tutupan hutan berkurang
Hasil perhitungan tim Geographic Information System Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), menunjukkan tutupan hutan di Rawa Singkil berkurang sebesar 2.179 hektar, sejak 2020-2024
Keseluruham, luas hutan rawa gambut Rawa Singkil yang terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam, ini sekitar 82.188 hektar.
“Rinciannya, 2020 (41 hektar), 2021 (165 hektar), 2022 (716 hektar), 2023 (832 hektar), dan 2024 (425 hektar),” kata Lukmanul Hakim, Manager GIS HAkA, Selasa (11/2/2025).
Wilayah paling banyak kehilangan tutupan berada di Aceh Selatan.
“Sementara di Aceh Singkil dan Subulussalam pada 2024, luasan yang berkurang tidak mencapai satu hektar,” ujarnya.
Deforestasi Rawa Singkil Tertinggi di Aceh, Ancaman Serius Habitat Orangutan Sumatera