Kala Warga Laporkan Dugaan Operasi Ilegal PT GKP di Wawonii

2 months ago 71
  • Sarmanto, warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, melaporkan aktivitas ilegal anak usaha PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Desa Sukarela Jaya dan Dompo-Dompo di Roko-roko Raya, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), akhir Januari 2025. Aktivitas GKP dinilai ilegal karena Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP, tahun lalu. 
  • Adi Nugraha Pratama, kuasa hukum warga Wawonii, mengungkapkan, warga juga memenangi dua gugatan uji materi Perda RTRW Kabupaten Konkep Nomor 2 Tahun 2021 yang mengalokasikan ruang untuk aktivitas pertambangan. Pertama, perkara nomor 57 P/HUM/2022 diputus kabul pada 22 Desember 2022, dan kedua, perkara nomor 14 P/HUM/2023 diputus kabul pada 11 Juli 2023. 
  • Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut GKP telah menghina muruah MA. Ia pun menduga Pemerintah Daerah (Pemda) Sultra sengaja membelokkan cara memaknai putusan hukum dengan memberikan pendapat sesat seolah-olah perusahaan masih memiliki legalitas untuk beroperasi.
  • Sahidin, Wakil Ketua DPRD Konkep, tegas menentang operasi ilegal PT GKP yang masih berlangsung. Katanya, PT GKP melanggar peraturan hukum dan potensi kegiatan kriminal.

Sarmanto, warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, melaporkan operasi ilegal PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Desa Sukarela Jaya dan Dompo-Dompo di Roko-roko Raya, Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara, akhir Januari 2025. Aktivitas GKP dinilai ilegal karena Mahkamah Agung (MA) sudah memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) anak usaha Harita Group ini, tahun lalu. 

Laporan dia layangkan ke Polda Sulawesi Tenggara, berlanjut hingga pemberian keterangan 5 Februari lalu. Dalam laporannya, Sarmanto menegaskan anak usaha Harita itu tetap menambang meskipun tak mengantongi alas legal maupun sosial.

“Kami menganggap, GKP sudah melakukan illegal mining sejak putusan itu,” katanya, saat dikonfirmasi Mongabay

Dia bilang, GKP melanjutkan penambangan meskipun ada putusan pengadilan, termasuk memuat bijih nikel di pelabuhan jetty dan beroperasi di  hutan lindung. 

“Kami sudah memberikan bukti-bukti seperti salinan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan IPPKH GKP, dokumentasi aktivitas GKP di Pulau Wawonii dan bukti-bukti lain terkait dengan dugaan pelanggaran GKP.”

Sarmanto berharap, aparat penegak hukum bekerja serius. “Sampai hari ini masih melakukan pemuatan ore nikel di pelabuhan jetty milik GKP, itu kan termasuk juga mereka masih melakukan aktivitas di areal IPPKH yang sebenarnya sudah diputus,” katanya.

Adi Nugraha Pratama, kuasa hukum warga Wawonii, menyatakan, polisi sudah  mengeluarkan laporan kemajuan kepada para pengadu, dan tengah menyelidiki masalah ini. 

“Selanjutnya, penyidik akan memanggil pihak  terlapor…. mungkin akan memanggil GKP untuk menjelaskan aktivitas mereka.”  

Dia desak, aparat penegak hukum memaksa GKP menghentikan operasi pertambangan nikel dan mematuhi putusan MA.

Pratama bilang, warga juga memenangi dua gugatan uji materi Perda RTRW Konkep Nomor 2/2021 yang mengalokasikan ruang untuk pertambangan. Pertama, perkara Nomor 57 P/HUM/2022 pada 22 Desember 2022 dan kedua, perkara Nomor 14 P/HUM/2023. Mahkamah Agung mengabulkan gugatan warga  pada 11 Juli 2023. Dengan putusan MA itu, katanya, berarti, alokasi ruang tambang di Wawonii seperti dalam perda  jadi batal seluruhnya.

GKP mengajukan uji materi terhadap Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), agar dapat menambang di Wawonii, namun juga gagal. 

Dalam uji materi itu, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan, pulau kecil bukan untuk pertambangan mineral. Pada 21 Maret 2024, Majelis Hakim MK memutus perkara itu dengan amar ‘tolak’.

Kawasan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menyebbakan pencemaran laut dan berdampak pada masyarakat sekitar. Foto: WALHI Sulsel.

Ada apa?

Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut, GKP menghina marwah MA. Dia  menduga, Pemerintah Sultra sengaja membelokkan cara memaknai putusan hukum dengan memberikan pendapat seolah-olah perusahaan masih memiliki legalitas untuk beroperasi.

Sebelumnya, Andi Azis, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintah Sulawesi Tenggara, menyatakan,  GKP dapat melaksanakan hak dan kewajiban sesuai diktum 3 dan 4 SK Menteri Kehutanan Nomor 576/ 2014 terkait IPPKH.

GKP, katanya, tetap dapat menambang, menjual hasil tambang, dan membayar PNBP ke negara. 

Atas hal ini, Jamil menegaskan, SK itu batal demi hukum dan Majelis Hakim Mahkamah Agung tegaskan dalam perkara kasasi Nomor 403 K/TUN/TF/2024.

“Terjadi kongkalikong pembangkangan hukum yang dilakukan Pemerintah Sulawesi Tenggara dan Konawe Kepulauan bersama dengan perusahaan mengabaikan keselamatan warga Wawonii.”

Kondisi itu yang menyebabkan, tak ada eksekusi kepada GKP dari Wawonii. Pun demikian dengan revisi Perda RTRW sesuai putusan MA.

Upaya peninjauan kembali (PK) GKP atas pembatalan IPPKH kerap jadi tameng bagi pemerintah menghindari eksekusi putusan MA. Padahal, mengacu pada Pasal 65 UU Nomor 30/2014 soal Administrasi Pemerintahan, pembiaran operasi GKP ini akan menimbulkan kerugian negara, kerusakan lingkungan hidup dan konflik sosial di Pulau Wawonii. Keadaan itu, justru jadi beban baru bagi Pemerintah Sulawesi Tenggara.

Jamil juga menyerukan, penyelidikan terhadap peran pejabat daerah, termasuk Bupati dan DPRD, serta polisi atas dugaan keterlibatan hingga GKP bisa tetap beroperasi. 

“Penyelidikan juga harus  terhadap pejabat tertentu di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta polisi, atas kemungkinan keterlibatan mereka dalam pertambangan ilegal.”

Sahidin, Wakil Ketua DPRD Konkep, tegas menentang operasi ilegal GKP. Perusahaan ini, katanya, melanggar peraturan hukum dan berisiko melakukan tindakan kriminal.

Awal Februari 2025, dia melayangkan surat panggilan kepada GKP untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat di DPRD tetapi perusahaan tidak hadir. 

“Dalam balasan suratnya mengaku belum bersedia dengan alasan (pemanggilan) ‘tidak jelas,’” kata Sahidin.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah Sultra Asrun Lio, meminta, semua pihak menahan diri atas tindakan yang bisa berakibat hukum. Alasannya, Kemenhut tengah mengajukan PK atas putusan MA terkait IPPKH.

Sahidin menilai Asrun Lio, terkesan ‘menjadi juru bicara perusahaan’. Dia berpendapat,  Sekda tidak memahami konstruksi hukum dan teori hukum yang digunakan masyarakat dalam gugatan, serta tak memahami fakta-fakta hukum yang sebenarnya.

Dia pun menekankan penegak hukum harus bertindak tegas terhadap GKP dan mendesak mereka memprioritaskan supremasi hukum serta kepentingan rakyat daripada tekanan perusahaan.

“Aparat penegak hukum itu adalah aparat dari dan untuk rakyat karena memang digaji lewat APBN maupun APBD. Bukan dari gaji perusahaan.” 

Dia berpendapat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) tidak boleh menerbitkan lagi rencana kerja dan anggaran Biaya untuk GKP. KESDM harus mencabut izin perusahaan ini.  

“Karena tata ruang di Pulau Buni itu soal tambang itu sudah dibatalkan Mahkamah Agung dan itu urusannya final mengikat.”

Pengerukan ore nikel PT GKP di Pulau Wawonii. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

*****

UU Minerba Sah, Ini Cerita Seri Baru ‘Bloody Nickel’

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|