Auriga: Deforestasi 2024 Masih Tinggi, Apa Pemicunya?

2 weeks ago 46
  • Deforestasi masih tidak terbendung. Yayasan Auriga Nusantara mencatat, penggundulan hutan tahun 2024, akhir rezim Jokowi, mencapai 261.575 hektar. Naik 4.191 hektar dari tahun sebelumnya.
  • Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara, mengatakan sejak Undang-undang Cipta Kerja, proyek pemerintah leluasa membabat hutan-hutan alam. Sistem hukum Indonesia bahkan tidak melarang pembabatan hutan di dalam izin yang diberikan pemerintah.
  • Ketua Tim Kampanye Greenpeace, Arie Rompas, bilang, selain bubur kertas, program hutan tanaman energi pemerintah akan mendorong industri kebun kayu menjadi penyebab utama deforestasi. 
  • Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch menyebut sawit tidak boleh lagi ekspansi karena mendekati batas atas 18,15 juta hektar. Kajian Sawit Watch bersama organisasi masyarakat sipil lain menyebut batas atas sawit harus dipenuhi untuk menjaga keseimbangan ekosistem. 

Deforestasi Indonesia masih tidak terbendung. Yayasan Auriga Nusantara mencatat, penggundulan hutan tahun 2024, akhir rezim Joko Widodo (Jokowi), mencapai 261.575 hektar. Naik 4.191 hektar dari tahun sebelumnya. Dalam laporan bertajuk Status Deforestasi Indonesia 2024, Auriga mencatat pembabatan hutan terjadi di seluruh pulau besar di Indonesia. Peningkatan terjadi di Kalimantan dan Sumatera.

Sama seperti 11 tahun terakhir, penggundulan terbesar terjadi di Kalimantan. Tahun lalu, luasnya mencapai 129.896 hektar. Sejak 2021, peningkatan deforestasi selalu terjadi di Kalimantan.

Dalam laporan itu, Auriga menduga Ibu Kota Negara jadi salah satu pemicu deforestasi di Kalimantan. Dugaan makin kuat dengan  usulan Pemerintah Kalimantan Timur mengubah rencana tata ruang provinsi. Bila terkabul, berdampak pada 737.055 kawasan hutan. Kondisi serupa terjadi di Kalimantan Utara yang mengusulkan perubahan 762.947 hektar kawasan hutan.

chart visualization

Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara, mengatakan, sejak Undang-undang Cipta Kerja, proyek pemerintah leluasa membabat hutan-hutan alam. Sistem hukum Indonesia bahkan tidak melarang pembabatan hutan di dalam izin yang ada pemerintah.

Biasanya, korporasi atau pemegang izin harus memiliki rencana kerja untuk konsesi kehutanan, pertambangan, dan lain-lain. Sayangnya, pemerintah tidak merilis informasi-informasi ini  maupun peta detail pelepasan kawasan hutan.

“Karena itu, pembabatan hutan alam dalam izin konversi (kebun kayu, sawit, dan pertambangan) sangat terbuka  secara legal oleh pemilik atau pengelola konsesi,”  katanya.

Hasil analisis mereka, hanya 3% deforestasi terjadi di kawasan konservasi, dan 5% terjadi di hutan lindung. Sebanyak 49% terjadi di hutan produksi, dan 43% terjadi di luar kawasan hutan. 

Auriga menelisik sebagian besar pembabatan di hutan lindung dan hutan produksi terjadi di lokasi berizin, baik pemanfaatan atau pengusahaan hutan, maupun program pemerintah seperti proyek strategis nasional. 

“Artinya, 97% deforestasi merupakan yang diizinkan oleh pemerintah.”

bar-chart-race visualization

Pemain lama

Dua tahun terakhir, deforestasi masif terjadi karena pengembangan kebun kayu atau hutan tanaman industri. Tahun 2024, 41.332 hektar terbabat oleh aktivitas kebun kayu, tidak hanya untuk industri pulp, juga kebun energi atau biomassa. 

Kondisi ini masih akan bertahan di masa depan. Pasalnya, terdapat pendirian pabrik pulp raksasa PT Phoenix Resources International di Tarakan, Kalimantan Utara. Menurut Auriga, sumber bahan baku mereka tidak terang.

Senada dengan Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Greenpeace. Selain bubur kertas, katanya, proyek hutan tanaman energi pemerintah akan mendorong industri ini menjadi penyebab utama deforestasi. 

“Akhirnya dibutuhkan bahan baku untuk men-support pabrik di Kaltara itu, atau program transisi energi pemerintah,” katanya lewat sambungan telepon.

Kebijakan-kebijakan pemerintah, masih salah kaprah dan memperbolehkan deforestasi. Padahal, Indonesia memiliki komitmen iklim yang harusnya dipatuhi demi mencegah kenaikan suhu global.

Menurut dia, deforestasi bukan sekadar kehilangan tutupan hutan. Ada keanekaragaman hayati  penting untuk ekosistem. 

“Pemerintah harus bisa mengubah kebijakan-kebijakan pembukaan lahan secara luas. Argumentasi ekonomi yang dipakai nantinya akan patah dari kerusakan yang ditimbulkan.”

Salah satu pemain lama yang mendorong deforestasi ialah kebun sawit. Catatan Auriga, penggundulan hutan besar-besaran terjadi di setiap titik deforestasi. Itu menandakan perluasan kebun sawit itu dilakukan korporasi atau pemodal, bukan punya rakyat kecil. 

Sepanjang 2024, deforestasi karena sawit teridentifikasi mencapai 37.483 hektar atau 14% dari keseluruhan. Sumatera dan Kalimantan, menjadi pulau dengan pembabatan hutan oleh sawit terbanyak.

Kemungkinan ekspansi sawit masih besar, karena pernyataan kontroversial Presiden Prabowo tahun lalu. Kala itu, Prabowo bahas sawit dan deforestasi. 

“Presiden Prabowo seolah sedang membangun pembenaran pada ekspansi sawit yang mengkonversi hutan alam,” ujar Timer.

Sawit. Industri sawit mendapat banyak kritikan dari penyebab deforestasi, kerusakan lingkungan sampai konflik dengan masyarakat adat maupun masyarakat lokal. Kini, sawit mendapat sorotan dari negara-negara di Eropa. Satu sisi, di Indonesia, sawit disebut-sebut komoditas andalan. Apakah industri ini bisa benar-benar menjalankan bisnis berkelanjutan? Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch terpisah menyebut sawit tidak boleh lagi ekspansi karena mendekati batas atas 18,15 juta hektar. Kajian Sawit Watch bersama organisasi masyarakat sipil lain memperlihatkan, harus memperhatikan batas atas sawit untuk menjaga keseimbangan ekosistem. 

Untuk itu, harus mengutamakan intensifikasi kebun sawit, bukan ekstensifikasi. Dia bilang, beberapa daerah yan meremajakan sawit rakyat justru menunjukkan produktivitas meningkat signifikan.

“Jadi sekitar 18 ton TBS (tandan buah segar) per hektar per tahun.”

Rambo, sapaan akrabnya, juga menyinggung komitmen iklim pemerintah. Pembabatan hutan akan mendapat sorotan luas dari dunia.

Pembukaan hutan untuk mengakomodir sawit, katanya, adalah  kebijakan yang malas berpikir. “Masa’ kita mau disebut kebijakan publiknya tidak berdasarkan scientific base?”

Selain kebun kayu dan sawit, pertambangan juga masih jadi pemicu penggundulan hutan. Total 38. 615 hektar deforestasi terjadi karena pertambangan dengan berbagai jenis mineral.

Auriga memberikan,  catatan khusus akan ancaman nikel di pulau-pulau kecil di Papua, khusus Raja Ampat. Setidaknya,  daratan empat pulau kecil, yakni,  Pulau Gag, Pulau Waigeo, Pulau Manuram, dan Pulau Kawei, di Raja Ampat sudah terjamah tambang nikel. Analisis citra satelit mengindikasikan, sampai  2024 terjadi deforestasi karena  penambangan nikel seluas 174 hektar di keempat pulau ini.

Tidak hanya itu, satu izin tambang nikel baru, meski belum beroperasi, sudah terbit di Pulau Batang Pele dan Manyaifun untuk PT Mulia Raymond Perkasa. 

Deforestasi nikel tampaknya akan meluas di Tanah Papua, karena  terdapat lima  izin tambang di pulau paling timur Indonesia ini. Seluruh izin ini  seluas 38.529 hektar, dengan 58% atau 22.452 hektar, berupa  hutan alam.

Tiga buah ekskavator tertangkap basah pada foto ini sedang melakukan penebangan pepohonan hutan alam di konsesi PT. RIA. Foto diambil oleh Eyes on the Forest pada lokasi 10 di Peta 1 (0o4’38.93″N, 102o57’4.18″E) tanggal 8 April 2013. Foto: Eyes on the Forest

Tidak akan selesai

Anggi Putra Prayoga, Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia, khawatir, deforestasi ugal-ugalan di era Jokowi yang terus meluas dan makin buruk di era  Prabowo. Apalagi, ada rencana ekspansi sawit dan penyediaan lahan untuk memenuhi ambisi ketahanan pangan dan energi.

Pemerintahan Prabowo, bagi Anggi, melakukan kekeliruan besar terkait rencana itu. Mereka melihat hutan hanya sebagai komoditas, bukan sumber pangan, energi, bahkan sumber air yang menghidupi alam dan manusia selama ini.

“Ini [ide penyediaan lahan] yang kita bilang planning deforestation, jadi deforestasi yang direncanakan. Memang hutannya sengaja untuk dirusak, hutannya sengaja untuk dikonversi gitu, hutannya sengaja untuk dihilangkan.” 

Dia  contohkan,  proyek-proyek pembangunan gagal di Kementerian Kehutanan (sebelumnya KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ataupun Kementerian Pertanian, seperti, proyek hutan tanaman energi, hak pengusahaan hutan (HPH), HTI, dan perhutanan sosial melalui skema multi usaha. 

Hasil analisis FWI, proyek-proyek itu akan merusak hutan alam seluas 4,65 juta hektar, yang sebetulnya mengkapling wilayah-wilayah hutan dan berkontribusi terhadap deforestasi.

Senada dengan Timer. Dia belum melihat kebijakan spesifik untuk menghentikan deforestasi.

“[Malah] ada indikasi kebijakan-kebijakan baru akan menambah deforestasi, seperti food estate, hutan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” katanya  kepada Mongabay

Laporan Auriga menyebut perlindungan hutan alam saat ini hanya berlaku di kawasan konservasi. Dari total 22,4 juta hektar kawasan konservasi, terdapat 17,3 juta hektar hutan alam.

Catatan Auriga lagi, ada sekitar 94,9 juta hektar hutan alam di Indonesia, dengan 52,9 juta hektar masuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) pada hutan alam primer dan lahan gambut,  melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Artinya, 42,9 juta hektar hutan alam tidak memiliki instrumen perlindungan, dengan  9 juta hektar berada di dalam konsesi, seperti sawit dengan 2,3 juta hektar, tambang 3,2 juta hektar, dan kebun kayu 3,5 juta hektar. 

Timer pun mendesak, Prabowo memberikan perlindungan terhadap seluruh hutan alam tersisa. Peraturan Presiden menjadi instrumen paling tepat karena produk  UU  masih memerlukan turunan peraturan pemerintah yang memakan waktu lama.

Deforestasi yang semakin laju akibat ekspansi bisnis. Foto: Rhett A. Butler

*****

Deforestasi DAS Muroi Ancam Habitat Orangutan Kalimantan

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|