12 Tahun Penjara untuk Pemburu Badak Jawa, Setimpal?

3 weeks ago 47
  • Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang menvonis 12 tahun penjara untuk Sahru bin Karnadi, pemburu badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten.
  • Sahru melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP karena memiliki senjata api jenis locok. Sahru juga melanggar Pasal 40 ayat 2 juncto Pasal 21 ayat 2 huruf a dan huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, karena membunuh dan memiliki bagian tubuh satwa dilindungi.
  • Sahru dihukum paling berat dibanding lima terdakwa lainnya. Dia merupakan satu dari tiga ketua geng pemburu. Perannya sebagai eksekutor. Sebanyak empat individu badak bercula satu telah dibunuh. Selain menembak, Sahru juga berperan sebagai tukang jagal. Dibantu rekannya Leli dan Karip, mereka bertugas memotong cula dari kepala badak.
  • Lima terdakwa lain yang terlibat perburuan: Karip bin Usup, Leli Bin Mudin, Atang Damanhuri alias Cecep bin Daman, Isnen bin Kusnan, dan Sayudin bin Lomri, semuanya dihukum 11 tahun penjara, denda Rp100 juta (subsider 3 bulan kurungan), dan biaya perkara Rp5.000. Denda dan biaya perkara ini juga berlaku terhadap Sahru.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang menvonis 12 tahun penjara untuk Sahru bin Karnadi, pemburu badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten.

“Terbukti menggunakan senjata api dan turut serta membunuh satwa liar dilindungi dalam keadaan hidup,” ucap Handi Reformen Kacaribu, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang, Rabu (12/2/2025).

Handi menyatakan, Sahru melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP karena memiliki senjata api jenis locok. Sahru juga melanggar Pasal 40 ayat 2 juncto Pasal 21 ayat 2 huruf a dan huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, karena membunuh dan memiliki bagian tubuh satwa dilindungi.

Dalam sidang tersebut, Sahru dihukum paling berat dibanding lima terdakwa lainnya. Dia merupakan satu dari tiga ketua geng pemburu. Perannya sebagai eksekutor. Sebanyak empat individu badak bercula satu telah dibunuh.

Selain menembak, Sahru juga berperan sebagai tukang jagal. Dibantu rekannya Leli dan Karip, mereka bertugas memotong cula dari kepala badak.

Lima terdakwa lain yang terlibat perburuan: Karip bin Usup, Leli Bin Mudin, Atang Damanhuri alias Cecep bin Daman, Isnen bin Kusnan, dan Sayudin bin Lomri, semuanya dihukum 11 tahun penjara, denda Rp100 juta (subsider 3 bulan kurungan), dan biaya perkara Rp5.000. Denda dan biaya perkara ini juga berlaku terhadap Sahru. Vonis ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Pandeglang, pada persidangan sebelumnya, Rabu (22/1/2025).

Terhadap putusan hakim tersebut, Sahru tidak langsung menerima. “Saya pikir-pikir dulu bersama penasihat hukum,” ucapnya di persidangan.

Baca: Sidang Perburuan Badak Jawa: 6 Pelaku Dijerat UU Darurat dan Konservasi

Badak jawa betina bernama Iris ini, lahir di TNUK. Ia terpantau kamera jebak pada awal Mei 2024. Foto: BTNUK/Kementerian Kehutanan

Perburuan badak jawa

Nanda Nababan, Kordinator Advokat & Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI), mengapresiasi putusan hakim yang menerapkan asas in dubio pro natura. Hakim mengutamakan perlindungan lingkungan dalam putusannya, ketika mengalami keraguan dalam hal barang bukti.

Nanda mencontohkan, ketiadaan alat bukti berupa senjata tajam yang digunakan untuk memotong cula. Juga, senjata api yang dibeli patungan seharga Rp1,2 juta berjenis locok.

Selain itu terjadi pergantian hakim pada kasus badak sebelumnya. Namun, putusan hakim tetap merujuk peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang penanganan perkara lingkungan hidup di internal Mahkamah Agung.

“Hakim diwajibkan mempunyai rasa keberpihakan kepada alam,” terangnya kepada Mongabay, Kamis (13/2/2025).

Dalam fakta persidangan terungkap, terdapat tiga geng pemburu. Meski demikian, mereka terhubung dan menjual hasil buruan melalui Sunendi, yang sudah dipenjara 12 tahun.

“Pola distribusinya satu pintu, yang lain tidak tahu siapa pembelinya, kecuali Sunendi itu. Ternyata, mereka berkerabat sehingga ini bisa dikatakan bisnis keluarga.”

Menurut Nanda, keterangan dari para terdakwa menjadi bias. Terutama, jumlah badak yang diburu. Berdasarkan fakta persidangan, total buruan sejak 2019 sebanyak 10 individu, sementara sejak awal kasus ini terungkap, Polda Banten merilis 26 individu badak yang dibunuh.

“Sayangnya, keterangan terdakwa sulit dibuktikan. Terlebih, selama persidangan aliran uang hasil penjualan tidak ditelusiri lebih lanjut. Padahal ini bisa berkaitan dengan pencucian uang,” paparnya.

Baca: Perdagangan Delapan Cula Badak Digagalkan di Palembang, Terkait Jaringan Sunendi?

Sebanyak enam terdakwa pemburu badak jawa ini menjalani sidang vonis hakim di Pengadilan Negeri Pandeglang, Rabu (12/2/2025). Foto: Dok. Advokat & Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI)

Buronan pemburu badak jawa

Sejauh ini, tiga tersangka masuk daftar pencarian orang (DPO), yaitu Nurhadi, Rahmat, dan Wandi. Berdasarkan keterangan enam terdakwa, Nurhadi adalah orang yang paham posisi badak jawa dari jejaknya. Rahmat berperan menyembunyikan senjata api, golok dan perlengkapan berburu. Wandi bertugas seperti pengepul dan menjual cula badak kepada Sunendi.

“Ini terorganisir. Saya ragu jika hanya faktor ekonomi, karena pergerakan mereka sangat baik,” ujar Nanda.

Nanda mempertanyakan alat komunikasi semua tersangka tidak dijadikan barang bukti. Berbeda dengan perkara sebelumnya, semua bukti percakapan antara Sunendi, Yogi Purwadi dan Willy alias Liem Hoo Kwan Willy, dibuka di persidangan.

“Mereka juga tidak menyebut orang-orang di luar yang terlibat. Jadi, banyak hal yang belum terungkap selama persidangan.”

Meski begitu, Nanda mengaku, hukuman ini memberi dampak positif terhadap kelestarian lingkungan hidup. Sepanjang berkarir di dunia advokasi, kasus badak jawa ini paling tinggi hukumannya.

“Ini bisa dijadikan role model penegakan hukum satwa terancam punah di Indonesia. Namun, fokusnya tidak hanya pada hukuman, tetapi juga mengejar pemain besar lainnya. Saya yakin, ini jauh lebih berdampak,” terangnya.

Baca juga: 26 Badak Jawa Mati Diburu, Pengamanan Ujung Kulon Lemah?

Para terdakwa ini terbukti bersalah memburu badak jawa di TNUK. Foto: Dok. Advokat & Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI)

Apresiasi hukuman

Ardi Andono, Kepala Balai TNUK, memberikan apresiasi kepada semua pihak atas vonis tersebut. Ini menunjukan keberpihakan pemerintah dalam melindungi kelestarian satwa endemiknya.

“Diharapkan, memberi efek jera dan masyarakat lebih memahami pentingnya menjaga keberlanjutan badak jawa,” dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/2/2025).

Balai TNUK akan berusaha memutus rantai perburuan di kawasan taman nasional dengan memperketat pintu masuk, serta menerapkan fully protected area yaitu menutup kawasan Semenanjung Ujung Kulon, mulai Karang Ranjang sampai Tanjung Layar. Termasuk, areal Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA).

“Kami berkomitmen menindak segala bentuk pelanggaran dan upaya yang mengancam kawasan TNUK,” paparnya.

Jalan Panjang Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|