Seruan Tinggalkan Energi Batubara, Waspada Solusi Palsu

1 month ago 53
  • Pembangkit listrik energi batubara ini bisa terlihat di mana-mana di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, batubara jadi sumber energi terbesar di dunia. Ia menyumbang 40% emisi karbon secara global dari sektor energi.  Tanpa keseriusan beralih dari batubara, kenaikan suhu global tak akan terbendung.
  • Negara-negara yang sebagian besar tergabung dalam Powering Past Coal Alliance (PPCA) itu menyatakan, untuk tak membangun proyek batubara baru.  Ed Miliband,  Menteri Energi Inggris, mengatakan, penggunaan batubara jadi ancaman paling besar dari upaya mempertahankan target 1,5° celcius.
  • Data Global Coal Plant Tracker menunjukkan, dari 2.130 GW pembangkit batubara global, 69,5 GW baru beroperasi pada 2023 dengan 21,1 GW setop. Dengan begitu, ada selisih kapasitas pembangkitan batubara baru 48,4 GW.
  • Firdaus Cahyadi, pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, meminta masyarakat tetap bersikap kritis terhadap janji presiden terkait rencana mempercepat penutupan PLTU batubara. Hal itu tak lepas dari rekam jejak sang presiden yang cukup lekat dengan industri ekstraktif ini.

Asap mengepul dari cerobong bergaris  putih dan merah.  Gumpalan asap kecil lalu membesar dan menyebar di udara. Pembangkit Listrik energi batubara ini bisa terlihat di mana-mana di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, batubara jadi sumber energi terbesar di dunia. Ia menyumbang 40% emisi karbon secara global dari sektor energi.  Tanpa keseriusan beralih dari batubara, kenaikan suhu global tak akan terbendung.

Pada Konferensi Perubahan Iklim (COP29) di Baku, Azerbaijan,  lalu, sekitar 25 negara di dunia dan Uni Eropa (UE) menyerukan ajakan segera meninggalkan batubara. Negara-negara ini menilai, pengurangan emisi batubara secara cepat sebagai prioritas paling mendesak mencegah kenaikan suhu global lebih dari 1,5° celcius.

Dalam keterangannya, negara-negara yang sebagian besar tergabung dalam Powering Past Coal Alliance (PPCA) itu menyatakan, untuk tak membangun proyek batubara baru.

“Langkah pertama untuk mengatasi tantangan ini adalah mengakhiri pembangunan batubara,” tulis mereka, sebagaimana dikutip dari laman PPCA, 21 November lalu.

Ed Miliband,  Menteri Energi Inggris, mengatakan, penggunaan batubara jadi ancaman paling besar dari upaya mempertahankan target 1,5° celcius. Alasan itu yang menjadikan Inggris sebagai negara G-7 pertama yang memutuskan tidak lagi menggunakan batubara sebagai sumber energi.

Dia menyerukan, penggunaan batubara bisa setop sebelum COP30 tahun depan. “Kita makin dekat dengan masa depan yang didukung energi terjangkau, aman dan bersih,” katanya.

Miliband pun menyerukan, keputusan meninggalkan batubara juga diikuti negara lain. Seruan itu diikuti sejumlah negara dari lintas benua. Selain Inggris, ikut juga beberapa negara  seperti Angola, Austria, Australia, Belgia, Kanada, Kolombia, Siprus, Republik Ceko, Denmark, Republik Dominika, Etiopia. Lalu, Prancis, Jerman, Italia, Malta, Maroko, Belanda, Norwegia, Slowakia, Slovenia, Swedia, Uganda, Uruguay, Vanuatu.

Transisi energi bukan hal mudah. Seperti Kolombia, beberapa sektor utama ekonomi mereka sangat bergantung Batubara, seperti  listrik, dan industri baja. “Tetapi, kami yakin energi bersih dapat mendorong pertumbuhan industri, menarik investasi domestik dan asing, menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketimpangan ekonomi,” kata Omar Andres Camacho Morales,  Menteri Pertambangan dan Energi Kolombia.

Wopke Hoekstra,  Komite Eropa untuk Aksi Iklim, mengatakan, kendati pun sebagian negara berangsur mulai beralih pada energi bersih, kenyataan, energi batubara tetap tumbuh secara global. Situasi itu,  menjadikan upaya menahan laju suhu global di bawah 1,5° celcius makin berat.

Dia mendukung berbagai inisiatif dan upaya negara-negara koalisi untuk mengurangi penggunaan batubara. “Penggunaan batubara harus diubah, karena jadi ancaman terbesar untuk menjaga agar target 1,5° celcius tercapai.”

Laporan Globalenergymonitor.org berjudul Boom and Bust Coal 2024 mengonfirmasi pernyataan Wopke. Meski kampanye transisi energi makin kuat, faktanya, tren penggunaan batubara global terus meningkat. Bahkan, berdasar pendataan organisasi ini, kapasitas operasi batubara tumbuh 2% pada 2023.

Tiongkok tercatat berkontribusi paling besar dengan dua per tiga. Namun, peningkatan juga terjadi di luar negara itu, yang menjadikan sebagai pertumbuhan paling besar sejak 2019.

Data Global Coal Plant Tracker menunjukkan, dari 2.130 GW pembangkit batubara global, 69,5 GW baru beroperasi pada 2023 dengan 21,1 GW setop. Dengan begitu, ada selisih kapasitas pembangkitan batubara baru 48,4 GW.

“Ini peningkatan tertinggi dalam kapasitas pembangkit listrik tenaga batubara sejak 2016 ,” tulis Energymonitor.org, dikutip dari laman organisasi.

Peningkatan itu terutama dari pembangkit batubara milik Tiongkok sebesar 47,4 GW. Disusul India, Vietnam, Jepang, Bangladesh, Pakistan, Korea Selatan, Yunani dan Zimbabwe.

Ruth Nankabirwa Ssentamu,  Menteri Energi Uganda, mengatakan, dunia saat ini menanggung beban berat dari meningkatnya kejadian bencana sebagai dampak krisis iklim. Peluang untuk perbaikan terbuka lebar dengan meninggalkan energi kotor yang menjadi penyumbang emisi paling besar.

Penggunaan batubara, katanya, tak hanya meningkatkan daya rusak, juga menghambat proses transisi energi yang sedang berlangsung. “Karena itu, energi batubara harus diakhiri agar energi terbarukan dapat berkembang pesat, sekaligus menjaga agar iklim dan mata pencaharian kita tetap aman,” katanya.

Petani di Indramayu, diduga terdampak PLTU. hasil pertanian sering rusak bahkan gagal panen. Foto: Rabul Sawal/ Mongabay Indonesia

Bagaimana Indonesia?

Meski tak bergabung dalam aliansi PPCA, Indonesia menyatakan komitmen mencapai target net zero emission lebih satu dekade lebih cepat dari target, yakni 2050. Pernyataan itu disampaikan Presiden Prabowo di sela menghadiri konferensi G-20 di Brasil.

Secara khusus, Prabowo juga menyampaikan rencana untuk menyuntik mati seluruh PLTU batubara dan bahan bakar fosil lain dalam kurun 15 tahun mendatang, sebagaimana dikutip Reuters, 21 November lalu. “Indonesia akan membangun 75 GW pembangkit listrik terbarukan dalam 15 tahun ke depan.”

Indonesia, kata presiden berada di garis khatulistiwa,  memiliki sinar matahari melimpah yang bisa jadi sumber energi berbasis surya. “Kami memiliki sumber energi terbarukan,  itulah sebabnya kami sangat optimis dapat mencapai emisi nol bersih sebelum 2050,” katanya, mengutip sumber yang sama.

Sebelumnya, utusan Indonesia untuk COP29 di Baku, Azerbeijan Hashim Djojohadikusumo menyampakan hal sama. Sebagai satu negara penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, Indonesia memiliki komitmen menghentikan pembangkit listrik batubara.

“Akan ada 100 GW energi baru dalam pemerintahan baru 15 tahun ke depan, yang 75% atau 75 GW berupa energi terbarukan,” katanya dalam pidato, merujuk sumber sama.  Proyek energi terbarukan itu mencakup tenaga surya, hidro, panas bumi, dan nuklir.

Aksi warga Poco Leok, Kecamatan Satar Mese menolak pembangunan proyek geothermal saat kehadiran Bupati Manggarai,Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto : John Manasye

Waspadai solusi palsu

Firdaus Cahyadi, pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, meminta masyarakat tetap bersikap kritis terhadap janji presiden terkait rencana mempercepat penutupan PLTU batubara. Hal itu tak lepas dari rekam jejak sang presiden yang cukup lekat dengan industri ekstraktif ini.

Dia katakan, dalam pidatonya ketika pelantikan sebagai presiden, Prabowo menyampaikan gagasan perihal swasembada energi.

“Celakanya, swasembada energi itu masih berbasiskan skala besar seperti geothermal (panas bumi) dan masih mengandalkan batubara,” katanya dalam keterangan tertulisnya.

Hal yang patut dicatat, kata Firdaus, pengembangan energi skala besar, sangat rentan perampasan ruang hidup masyarakat sekitar. Di berbagai daerah, pembangunan geothermal mendapat perlawanan dari warga sekitar proyek.

Kalau pembangunan energi terbarukan justru menggusur warga sekitar, kata Firdaus, sama saja menghancurkan kapasitas masyarakat untuk beradaptasi dengan krisis iklim.

Dia juga menyoroti narasi swasembada energi Prabowo yang masih mengandalkan batubara. Pesan itu bisa berarti penutupan PLTU batubara tak serta merta diikuti penghentian operasional tambang, sekaligus penggunaan produknya.

“Dalam berbagai kesempatan, Prabowo kerap mengatakan batubara perlu diolah jadi produk energi lain. Ini jelas solusi palsu transisi energi.”

Menurut Firdaus, penutupan batubara, mensyaratkan perubahan paradigm dalam melihat transisi energi dan krisis iklim. Hingga kini, pemerintah masih gunakan paradigma usang yang hanya melihat transisi energi dari kacamata ekonomi, sebagai peluang untuk mengakumulasikan laba.

Paradigma itu pula yang pada akhirnya menjadikan aspek keadilan sosial dan lingkungan acapkali terabaikan dalam proses transisi energi. “Krisis iklim diakibatkan oleh paradigm usang pembangunan. Karena itu, sangat tidak mungkin kita bisa menyelesaikan persoalan krisis iklim dengan gunakan paradigma seperti itu.”

PLTU di kawasan industri nikel di Halmahera, Maluku Utara. Foto: Rabul Sawal/Mongabay Indonesia

*******

Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate di Posko Tolak Batubara, Komnas HAM: Usut Tuntas

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|