Sebuah gunung berbentuk piramida di benua Antartika di Kutub Selatan, kembali menjadi viral di internet dan memicu beragam spekulasi. Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru, karena ‘piramida’ tersebut pernah menghebohkan dunia maya pada pertengahan tahun 2016. Saat itu, bentuknya yang menyerupai piramida buatan manusia, dengan sisi-sisi yang tampak simetris dan sudut-sudut yang tajam, telah menarik perhatian banyak orang di seluruh dunia. Gambar-gambar puncak gunung yang menjulang di tengah hamparan es yang luas dan sunyi beredar luas di media sosial, membuatnya viral dan menjadi bahan perbincangan dan perdebatan yang hangat.
Banyak yang mengaitkannya dengan peradaban kuno yang hilang, teknologi tersembunyi yang terlupakan, bahkan campur tangan makhluk luar angkasa. Teori-teori konspirasi bermunculan, menganggapnya sebagai bukti keberadaan piramida buatan manusia di Antartika di Kutub Selatan, dibangun oleh peradaban yang jauh lebih maju dari peradaban modern. Meskipun para ahli telah memberikan penjelasan ilmiah tentang asal-usulnya pada tahun 2016, entah bagaimana, ‘piramida’ tersebut kembali viral dan memicu gelombang spekulasi baru.
Namun, di balik semua spekulasi dan sensasi tersebut, penjelasan ilmiah yang telah diberikan oleh para ahli tetap relevan dan menawarkan pemahaman yang lebih membumi tentang formasi unik ini.
Baca juga: Ada Piramida Misterius di Kutub Selatan, Siapa Pembuatnya?
Bukan Piramida Buatan, Melainkan Hasil Proses Alami
Gunung yang dimaksud, yang sebenarnya tidak memiliki nama resmi, merupakan salah satu dari banyak puncak yang membentuk Pegunungan Ellsworth di Antartika. Pegunungan ini pertama kali ditemukan oleh penerbang Amerika, Lincoln Ellsworth, saat melakukan penerbangan melintasi Antartika pada 23 November 1935, menurut sebuah makalah penelitian tahun 2007 yang diterbitkan oleh Survei Geologi Amerika Serikat (USGS). Lebih spesifik lagi, gunung tanpa nama ini — yang terletak di 79°58’39.25″S 81°57’32.21″W — berada di bagian selatan Pegunungan Ellsworth di daerah yang disebut Heritage Range. Daerah ini dikenal dengan fosil-fosilnya yang luar biasa, termasuk trilobita periode Kambrium dari lebih dari 500 juta tahun yang lalu, menurut laporan USGS tahun 1972.
Gunung ini tidak terlalu tinggi menurut standar bumi, hanya 1.265 meter, atau hanya beberapa meter lebih tinggi dari Gunung Baluran di Jawa Timur. Meskipun tidak memiliki ketinggian yang mencolok, bentuk piramida uniknya membuatnya menonjol, kata Mauri Pelto, seorang profesor ilmu lingkungan di Nichols College di Dudley, Massachusetts.
Bentuk piramida yang dimilikinya bukanlah hasil konstruksi buatan, melainkan proses alami yang disebut erosi beku-cair, atau pelapukan beku. Pelto menjelaskan bahwa proses ini terjadi ketika salju atau air masuk ke celah-celah gunung pada siang hari. Pada malam hari, ketika suhu turun, salju/air ini membeku dan mengembang menjadi es. Pengembangan es menyebabkan retakan di gunung semakin membesar. Proses beku-cair ini terjadi berulang kali selama jutaan tahun, akhirnya mengikis dan memahat gunung tersebut menjadi bentuk piramida yang kita lihat sekarang.
Selain erosi beku-cair, orientasi gunung terhadap matahari dan angin juga berperan penting dalam pembentukan bentuk piramida. Sisi-sisi gunung yang lebih banyak terpapar sinar matahari akan mengalami pencairan es yang lebih cepat, sehingga erosi di sisi tersebut lebih intensif. Begitu pula, sisi-sisi yang terlindung dari angin akan cenderung mengakumulasi lebih banyak salju dan es, sehingga erosi di sisi tersebut lebih lambat. Kombinasi faktor-faktor inilah yang menghasilkan bentuk piramida yang unik dan simetris.
Para Ahli Menjelaskan Fenomena Gunung Piramida Kutub Selatan
Para ahli seperti Mauri Pelto, seorang profesor ilmu lingkungan di Nichols College, telah menjelaskan peran erosi beku-cair dalam membentuk gunung-gunung seperti ini. Pelto menjelaskan bahwa proses ini terjadi ketika salju atau air masuk ke celah-celah gunung. Pada malam hari, ketika suhu turun, salju/air ini membeku dan mengembang menjadi es. Pengembangan es menyebabkan retakan di gunung. Proses beku-cair ini terjadi berulang kali, yang akhirnya mengikis gunung sedemikian rupa sehingga retakannya menjadi besar dan akhirnya pecah. Pelto mengatakan bahwa erosi beku-cair inilah yang memberikan bentuk piramida yang unik pada beberapa gunung.
Dr. Mitch Darcy, seorang ahli geologi di Pusat Penelitian Geosains Jerman di Potsdam, juga telah menjelaskan pembentukan alami ‘piramida’ ini. Menurut Darcy, puncak-puncak di Pegunungan Ellsworth, tempat ‘piramida’ ini berada, jelas-jelas terdiri dari batuan, dan merupakan kebetulan bahwa puncak tertentu ini memiliki bentuk tersebut. “Ini bukan bentuk yang rumit, jadi ini juga bukan kebetulan yang istimewa. Menurut definisi, itu adalah nunatak, yang hanyalah puncak batu yang mencuat di atas gletser atau lapisan es. Yang ini memiliki bentuk piramida, tetapi itu tidak menjadikannya konstruksi manusia,” jelas Darcy.
Eric Rignot, seorang profesor ilmu sistem bumi di University of California, Irvine, juga telah memberikan pandangannya tentang fenomena pembentukan puncak piramida di daerah glasial. Rignot menjelaskan bahwa “bentuk piramida bukanlah mustahil – banyak puncak sebagian terlihat seperti piramida, tetapi mereka hanya memiliki satu hingga dua sisi seperti itu, jarang empat.”
Baca juga: Ini 7 Perbedaan Mendasar Kutub Utara dan Kutub Selatan
Fenomena Gunung Piramida: Tak Hanya di Antartika
Penting untuk dicatat bahwa gunung berbentuk piramida bukanlah sesuatu yang eksklusif di Antartika. Fenomena ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, menunjukkan bahwa proses pembentukannya merupakan bagian dari dinamika geologis bumi yang alami. Beberapa contoh gunung berbentuk piramida yang terkenal antara lain:
-
Matterhorn di Pegunungan Alpen: Terletak di perbatasan Swiss dan Italia, Matterhorn merupakan salah satu gunung paling ikonik di dunia dengan bentuk piramida yang hampir sempurna. Puncaknya yang tajam dan sisi-sisinya yang curam terbentuk melalui kombinasi proses tektonik, erosi glasial, dan pelapukan.
-
Broad Peak di Himalaya: Broad Peak, gunung tertinggi ke-12 di dunia, juga menampilkan bentuk piramida yang mencolok. Terletak di Karakoram Range di perbatasan Pakistan dan Cina, gunung ini terbentuk oleh proses pengangkatan tektonik yang kuat dan erosi glasial yang intensif.
-
Gunung Búlandstindur di Islandia: Gunung ini merupakan contoh lain dari puncak berbentuk piramida yang terbentuk oleh proses vulkanik dan erosi glasial. Lerengnya yang curam dan puncaknya yang runcing memberikannya penampilan yang dramatis.
-
Gunung Bordoyarnes di Kepulauan Faroe: Terletak di Samudra Atlantik Utara, gunung ini memiliki bentuk piramida yang khas dengan sisi-sisinya yang terjal dan puncak yang runcing. Formasi ini dihasilkan oleh kombinasi aktivitas vulkanik dan erosi oleh angin dan air laut.
Keberadaan gunung-gunung berbentuk piramida di berbagai belahan dunia dengan kondisi geologis yang berbeda-beda menunjukkan bahwa proses alami, seperti erosi dan pelapukan, mampu menciptakan struktur piramida tanpa campur tangan manusia atau makhluk luar angkasa. Fenomena ini menegaskan bahwa ‘piramida’ di Antartika bukanlah sebuah anomali, melainkan bagian dari keragaman bentuk lahan yang dihasilkan oleh kekuatan alam.