Menanti Putusan Hakim, Cabut Izin dan Pensiunkan PLTU Ombilin

1 month ago 79
  • Gugatan LBH Padang terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta soal tindak lanjut sanksi paksaan pemerintah atas PLTU Ombilin, sudah masuki proses persidangan beberapa kali. LBH Padang, meminta hakim memberikan putusan yang berkeadilan bagi masyarakat terdampak.
  • Alfi Sukri, pengacara publik LBH Padang bilang, ada dua hal penting harus pemerintah ingat dalam penegakan hukum yakni, manusia dan lingkungan di Sijantang Koto. Ketika pemerintah diam saat ada pencemaran dan tidak melakukan tindakan tegas, tentu manusia dan alam akan terdampak.
  • PLTU Ombilin yang dibangun pada 1996 ini ditengarai jadi penyebab masalah kerusakan lingkungan maupun kesehatan masyarakat. Berdasarkan data BPS, kasus infeksi saluran pernapasan Akuta(ISPA) menjadi penyakit paling banyak diderita masyarakat Kota Sawahlunto, terutama di Kecamatan Talawi. Dalam kurun 2011-2022, ada 53.704 masyarakat di Talawi terjangkit ISPA.
  • Andri Gunawan Wibisana, Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Indonesia yang  hadir dalam sidang menilai,  sanksi KLHK tidak sesuai hukum administrasi paksaan pemerintah.  Seharusnya,  pasca 180 hari sanksi, KLHK memiliki tiga pilihan, yakni, menunjuk pihak ketiga untuk pemulihan dan memberi denda keterlambatan. Proses penerapan sanksi sampai pemulihan pun harus transparan karena ada laporan warga menandakan bahwa ini masalah publik.

Gugatan LBH Padang terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta soal tindak lanjut sanksi paksaan pemerintah atas PLTU Ombilin, sudah masuki proses persidangan beberapa kali. LBH Padang, meminta hakim memberikan putusan yang berkeadilan bagi masyarakat terdampak.

“Perkiraan, 9 Januari 2025 jadwal putusan,” kata Alfi Sukri, pengacara publik LBH Padang kepada Mongabay 7 Desember lalu.

Gugatan LBH Padang  antara lain pembekuan dan pencabutan izin PLTU Ombilin.  Dia meminta, hakim PTUN kabulkan gugatan mereka dan beri keputusan yang berkeadilan dengan mempertimbangkan penderitaan masyarakat terdampak.

Selama ini, katanya,  masyarakat sudah lama terkena dampak negatif dari PLTU Ombilin, mulai dari masalah pencemaran lingkungan sampai kesehatan masyarakat.

‘“Kami berharap PTUN mengabulkan tuntutan kami. Selama ini,  masyarakat dipaksa menghirup udara kotor karena PLTU Ombilin. Kerusakan lingkungan juga terjadi karena pembuangan limbah FABA. Perlu waktu lama untuk pemulihan, PLTU Ombilin dan negara harus bertanggung jawab,” katanya.

Berdasarkan pantauan di situs resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN dengan nomor perkara 211/G/TF/2024/PTUN.JKT, kasus LBH Padang sudah jalani 18 kali sidang sampai 12 Desember 2024 dengan agenda pembuktian. Bila mengikuti rangkaian sidang PTUN secara umum, LBH Jakarta tinggal menjalani dua kali sidang, dengan agenda kesimpulan dan putusan.

Pada 31 Oktober 2024, LBH Padang menghadirkan Andri Gunawan Wibisana, Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Indonesia. Andri menilai,  sanksi KLHK tidak sesuai hukum administrasi paksaan pemerintah.

Seharusnya,  pasca 180 hari sanksi, KLHK memiliki tiga pilihan, yakni, menunjuk pihak ketiga untuk pemulihan dan memberi denda keterlambatan.

KLHK, kata Andri, seharusnya memberikan sanksi berdasarkan karakteristik pelanggaran, misal, dalam pelanggaran tentang kontaminasi, maka pendekatan sesuai standar pemulihan. Yang KLHK lakukan kepada PLTU Ombilin justru memberikan tujuh sanksi dalam satu surat keputusan.

Hal ini, katanya,  menunjukkan pemberian sanksi KLHK terhadap PLTU penuh dengan ketidakpastian, rancu, dan multitafsir.

Dia bilang, proses penerapan sanksi sampai pemulihan harus transparan karena ada laporan warga menandakan bahwa ini masalah publik.

Setelah pemberian sanksi, seharusnya KLHK melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sanksi, yang terjadi tidak ada pengawasan. Sanksi kepada PLTU Ombilin seharusnya memiliki dokumen tercatat karena ada prosedur yang wajib dipenuhi hingga ada rekam jejak pemulihan. Apalagi, katanya,  ketika suatu lokasi terkontaminasi, dokumen itu harus berbasiskan hasil laboratorium hingga ada justifikasi barometer pemulihan.

Biang ISPA dan cemari lingkungan

PLTU Ombilin berada di Desa Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) menjadi momok masyarakat. PLTU berbahan bakar batubara yang dibangun pada 1996 ini ditengarai menjadi penyebab masalah kesehatan kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Berdasarkan data BPS, kasus infeksi saluran pernapasan Akut(ISPA) menjadi penyakit paling banyak diderita masyarakat Kota Sawahlunto, terutama di Kecamatan Talawi. Dalam kurun 2011-2022, ada 53.704 masyarakat di Talawi terjangkit ISPA.

Alfi mengatakan,  data dari dua kali pemeriksaan kesehatan terhadap anak-anak SD 19 Sijantang Koto pada Desember tahun 2016-Januari 2017 dengan kesimpulan pada Januari menunjukkan lebih dari 50 murid kelas 3 dan 6 mengalami gangguan fungsi paru. Dari jumlah itu, 34 murid mengalami obstruksi ringan, dan 34 siswa mengalami paru bronchitis kronis dan TB paru.

Dari pemeriksaan itu juga ditemukan ada hubungan penurunan fungsi paru dan kelainan pada foto toraks dengan jarak tempat tinggal yang paling dekat satu kilometer dari PLTU Ombilin. Hal ini juga terjadi pada kondisi murid yang keluar rumah tanpa memakai masker.

Pada periode Desember 2017,  masyarakat sekitar PLTU Ombilin bersama Ikatan Dokter Indonesia dan petugas kesehatan PLTU melakukan pengecekan kesehatan terhadap 53 siswa kelas 4 dan 5 dengan hasil 40 anak dalam kondisi fisik normal, 10 anak mengalami kondisi fisik abnormal. Analisis hasil foto toraks anak-anak SD itu terungkap, 66% sudah mengalami gangguan seperti bronchitis kronis dan TB paru.

“Dari sana karena ada problem itu ya cerobong rusak hingga diduga kena cemaran PM2,5 menyebabkan paru-parunya bermasalah,”  kata Alfi September lalu.

Persoalan PLTU berkapasitas 200 MW  itu terjadi sejak era 2000. Dengan mobilitas pengangkutan batubara mengganggu aktivitas masyarakat dan mencemari jalan.

Pada 2017, PLTU Ombilin melakukan dua pelanggaran fatal,  yakni, penumpukan fly ash and bottom ash (FABA) pada lima tempat tanpa izin dan kerusakan cerobong emisi diesel serta fire fighting.

FABA mereka tumpuk antara lain di tempat PT.AIC seluas 10 hektar sebanyak 432.000 ton, di Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah Nagari, Talawi,  Kecamatan Talawi. Lalu di Tandikek Bawah,  Desa Sijantang seluas 5 hektar sebanyak 200.000 ton .

“Penumpukan FABA ini kan pada 2017 masuk kategori limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Kemudian warga melakukan pelaporan karena pelanggaran itu,”katanya.

Laporan warga mendapat respon. Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) memberikan sanksi paksaan pemerintah kepada PLTU Ombilin pada 28 Agustus 2018  karena terbukti lakukan pelanggaran.  Sanksi kepada PLTU itu berupa paksaan untuk melakukan melakukan :

  1. Perubahan izin lingkungan
  2. Memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pemanfaatan LB3 berupa FABA
  3. Melengkapi kemasan LB3 dengan label LB3
  4. Memperbaiki cerobong emisi diesel emergency dan fire fighting sesuai pertek
  5. Melakukan pengukuran emisi sumber tidak bergerak terus menerus dalam kondisi rusak atau secara manual
  6. Melakukan pengambilan sampel tanah untuk uji kesuburan, kualitas air tanah pada sumur uji
  7. Melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup di lima area.

KLHK pun memberikan waktu 180 hari kepada PLTU Ombilin untuk memenuhi kewajiban itu. Hingga kini tetap saja PLTU Ombilin belum sepenuhnya memenuhi sanksi paksa pemerintah antara lain, belum pemulihan lingkungan hidup di Guguak Rangguang.

 Jaka HB? Mongabay Indonesia

 

Pelanggaran berulang, pemerintah tutup mata

PLTU Ombilin diduga tetap mengulang pelanggaran, sedang KLHK seakan tutup mata. Pelanggaran itu yakni pencemaran udara dari cerobong emisi PLTU Ombilin yang terjadi pada Februari 2019, November 2019, 6 November 2022, 4 Mei 2023, 4 Juli 2023 dan 17-19 Juli 2023.

Berdasarkan pemantauan air virtual LBH Padang dan Greenpeace terdapat dugaan kerusakan cerobong filter hingga mengakibatkan pelepasan PM 2,5 di atas baku mutu pada 17-21 Juni 2019.

“Pada 2022 kita melakukan pemantauan lagi,  masih mendengarkan cerita masyarakat ada pelanggaran. Itu kita mencatat ada 4 Mei dan 4 Juli. Kita coba konfirmasi ke KLHK, tapi tidak berikan data sejauh mana sanksi ini sudah dilaksanakan,” kata Alfi.

LBH Padang, kemudian melayangkan pengaduan kepada KLHK pada 18 Juni 2023 dengan tujuan agar kementerian disiplin mengawasi dan memantau pelanggaran berulang PLTU Ombilin.

KLHK membalas aduan pada 20 Desember 2023. Dalam surat balasan, KLHK menyatakan tak bisa  menindaklanjuti aduan lantaran PLTU Ombilin masih dalam sanksi sebelumnya.

“Semestinya,  kalau dalam sanksi itu, yang mesti dilakukan adalah memvalidasi. Benar enggak ini pelanggaran berulang. Benar enggak ini terjadi pelanggaran baru. Itu mesti dilakukan sebagai fungsi negara, kementerian bertanggung jawab.”

Dia bilang, lebih 27 tahun, masyarakat terdampak PLTU Ombilin dan semestinya setop sementara, atau diberikan atau cabut izin. “ Tapi mereka (KLHK) hanya diam.”

Pada 21 Februari 2024, LBH Padang mengajukan permohonan informasi kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) soal kemajuan pelaksanaan sanksi administratif PLTU Ombilin, khusus terkait kontaminasi abu batubara. Permohonan ditolak, KIP menganggap informasi itu tertutup untuk publik.

Alfi bilang, ada dua hal penting harus pemerintah ingat dalam penegakan hukum yakni, manusia dan lingkungan di Sijantang Koto. Ketika pemerintah diam saat ada pencemaran dan tidak melakukan tindakan tegas, tentu manusia dan alam akan terdampak. “Makin lama akan makin buruk.

Seharusnya, negara bertanggung jawab dan bertindak tegas kepada PLTU Ombilin untuk pengelolaan lingkungan dan memaksa melakukan pemulihan.

“Kalau pencemar tidak sanggup libatkanlah pihak ketiga. Negara bertanggung jawab atas hak kesehatan manusia dan lingkungan hidup, tidak ada yang seharga dengan kesehatan manusia dan lingkungan hidup yang nyaman dari pencemaran.”

Novita Indri, Juru Kampanye Kebijakan Energi dan Keuangan Trend Asia mengatakan, PLTU Ombilin layak disuntik mati atau setop operasi. “Dengan situasi Ombilin sekarang Itu makin menegaskan bahwa kenapa PLTU Ombilin sudah selayaknya dia (PLTU Ombilin) dipensiunkan,” katanya.

Kendati demikian, katanya, pemerintah masih ragu mempensiunkan PLTU barubara dengan alasan memerlukan biaya besar. Dari pernyataan Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN saat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR 3 Desember lalu, satu PLTU memerlukan biaya Rp30 triliun-Rp50 triliun.

Satu sisi, kata Novita, masyarakat sudah menderita dengan polusi udara PLTU batubara, termasuk di Ombilin yang menyebabkan masalah kesehatan.

“Jadi pertanyaan,  mau seberapa lama kita memperpanjang usia PLTU batubara? Dengan tak memperhitungkan dampak kesehatan dan perusakan lingkungan.”

******** 

Kala Kementerian Lingkungan Kena Gugat Kasus PLTU Ombilin

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|