Jaga Sangihe, Lestarikan Tradisi Adat

2 weeks ago 22
  • Festival Sangihe Mebuntuang Mendiaga Nusa, atas gagasan gerakan masyarakat sipil Selamatkan Sangihe Island (SSI), mengangkat tema “Menjaga Tradisi dan Keanekaragaman Hayati untuk Masa Depan Sangihe.”
  • Bagi masyarakat Sangihe, laut, tanah, angin, api, dan gunung merupakan simbol sakral bagi kehidupan. Manusia tidak hanya dekat dengan alam, melainkan menyatu dengan alam.
  • Melalui festival adat itu, masyarakat Sangihe berupaya untuk melestarikan tradisi warisan leluhur, dan berjuang melawan industri ekstraktif yang mengancam kehidupan di Pulau Sangihe.
  • Kehadiran pertambangan, akan menghancurkan Sangihe. Tambang, akan menghasilkan limbah yang mengalir ke laut dan membuat ikan tercemar dan berisiko mengganggu kesehatan saat dikonsumsi.

Tanpa beralas kaki, lima perempuan baya begitu gemulai mengiringi tabuhan gendang. Sesekali, mereka memperlambat Gerakan tatkala syair-sysir tua dibacakan.

Setiap ayunan dan putaran itu menciptakan harmoni unik. Padu padan dengan ayunan lenso yang mereka genggam, seperti anti tesis terhadap dunia modern yang bergerak cepat.

Para perempuan itu sedang menari gunde, tarian tradisional Masyarakat Adat Kepulauan Sangihe, pulau kecil yang berbatasan dengan Philipina. Dahulu kala, tarian ini sebagai ajang pemujaan terhadap leluhur Sangihe jadi setiap gerak tari dan tetabuhan memiliki makna mendalam.

Hari itu, 21 Desember lalu, tarian gunde dan para tagonggong (penabuh gendang) menjadi sajian dalam “Festival Sangihe: Mebuntuang Mendiaga Nusa.” Kegiatan ini gagasan dari gerakan Selamatkan Sangihe Ikekendage atau populer dengan Save Sangihe Island (SSI).

Festival yang mengangkat tema “Menjaga Tradisi dan Keanekaragaman Hayati untuk Masa Depan Sangihe,” ini berlangsung dua hari, 20-21 Desember di Tahuna, ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Festival adat ini mempertemukan berbagai elemen Masyarakat Sangihe. Mulai anak muda, orang tua, tokoh adat, tokoh agama, perempuan maupun laki-laki juga pemerintah daerah untuk memperluas solidaritas melindungi Kepulauan Sangihe yang terancam industri pertambangan.

Para penari gunde, tarian tradisional dari masyarakat adat Kepulauan Sangihe dalam festival adat Sangihe melawan industri tambang. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

Dalam bahasa Sangihe, mebuntuang mendiaga nusa berarti, bersama-sama menjaga dan merawat pulau. Itu pun tercermin dari beragam kegiatan. Ada pengamatan burung endemik Sangihe di Kaki Gunung Awu, pameran foto dan lukisan serta artwork, penanaman sagu yang jadi makanan pokok orang Sangihe, sampai penggalangan solidaritas.

Ada juga pentas seni tradisional, penampilan musik underground dari musisi muda Sangihe, pemutaran film, talk show dengan tema menjaga ekosistem Sangihe dan kearifan lokal. Pentas teater tentang perjuangan orang Sangihe melawan tambang, sampai ritual adat serta pembacaan deklarasi Sangihe untuk alam melengkapi rangkaian kegiatan itu.

“Festival ini dilakukan karena keprihatinan terhadap situasi dan kondisi di Sangihe,” kata Jull Takaliuang, Koordinator SSI saat menyampaikan sambutan. Selain merespon berbagai krisis di Pulau Sangihe, kegiatan ini sekaligus ruang temu bagi seluruh elemen masyarakat.

Melalui festival ini, dia ingatkan kepada pemerintah tak melihat Pulau Sangihe sebagai target investasi. Pulau Sangihe, katanya, mutiara yang perlu terlindungi, dan lestarikan.

Festival ini juga jadi sarana memperluas solidaritas dalam melindungi Sangihe dari ancaman industri ekstraktif dan penangkapan ikan ilegal.

Mebuntuang Mendiagạ Nusa merupakan semangat yang diwariskan kepada kami dan generasi muda Sangihe untuk bergerak bersama, menghimpun banyak orang, untuk meluaskan perlawanan sebagai penjaga pulau,” katanya.

Sangihe, pulau cantik di Sulawesi Utara yang memiliki keindahan alam dan potensi keragaman hayatinya terancam rusak akibat hadirnya perusahaan tambang emas. Foto: Foto: Wikimedia Commons/Government of Sangihe Islands Regency/Public Domain

Alam dan Orang Sangihe

Sangihe merupakan pulau dengan latar kebudayaan bahari dengan hutan kaya keanekaragaman hayati. Luas pulau hanya 736,98 Km2 termasuk dalam kawasan Wallacea, satu wilayah biogeografis unik di Indonesia. Ini berarti, Pulau Sangihe memiliki karakteristik sebagai pulau dengan keanekaragaman hayati tinggi dan endemisitas signifikan.

Merujuk pada Undang-undang Nomor 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP3K), secara tegas mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah perlindungan ekosistem pulau-pulau kecil, yang memiliki ekosistem sensitif dan rentan terhadap kerusakan.

Berdasarkan UU ini, pulau kurang dari 2.000 km2 dengan seluruh kesatuan ekosistemnya diklasifikasikan sebagai pulau kecil. Pulau Sangihe, secara geografis dan ekologis memenuhi kriteria sebagai pulau kecil yang berarti harus bebas dari tambang.

Sebagai pulau kecil, Sangihe juga memiliki keanekaragaman hayati unik dan berperan signifikan secara global. Pulau ini merupakan jalur migrasi penting bagi berbagai jenis hewan laut dan burung, hingga menjadikan kawasan konservasi yang vital.

Niklas Mehare, tetua di badan adat Sangihe, menjelaskan, keterikatan antara warga Sangihe dengan alam. Bagi mereka, laut, tanah, angin, api, dan gunung merupakan simbol sakral kehidupan.

Laut sebagai simbol kekuatan dan kehidupan, tanah sebagai simbol kelahiran dan kematian, sedangkan api simbol pengetahuan. Begitu juga angin, sebagai simbol kehendak, dan gunung sebagai simbol perlindungan dan keteguhan hati.

“Itulah mengapa manusia itu bukan hanya dekat, melainkan menyatu dengan alam,” ucap Opa Mehare, panggilan Niklas Mehare.

Kehadiran pertambangan, akan menghancurkan Sangihe. Tambang, akan menghasilkan limbah yang mengalir ke laut dan membuat ikan tercemar dan berisiko mengganggu kesehatan saat dikonsumsi.

Karena itu, katanya, rencana tambang di Sangihe harus setop. Kalau tidak, bisa jadi bencana buat orang-orang Sangihe dan alamnya.

Para tagonggong, menabuh gendang dengan syair berbahasa Sangihe dalam festival adat Sanghie. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

Abaikan putusan

Pada festival ini juga ada ritual adat darumatehu sembanua. Jull bilang, ritual ini merupakan rintihan hati masyarakat Sangihe atas ancaman industri ekstraktif, deforestasi dan penangkapan ikan ilegal.

Berdasarkan laporan Koalisi Save Sangihe Island, yang mengutip Global Forest Watch, hingga 2023 Kepulauan Sangihe kehilangan 974 hektar tutupan pohon dan menghasilkan 77.000 ton emisi setara CO2 (CO2 e). Tahun 2020, deforestasi tertinggi dengan tutupan pohon hilang 112 hektar.

Deforestasi jadi ancaman besar bagi masyarakat Sangihe, mengingat fungsi hutan penting untuk menopang kehidupan di dalam satu pulau. Hutan di Sangihe, menyediakan fungsi pengatur mikro iklim, regulasi air, hingga penjamin lumbung pangan warga.

Sebagai pulau kecil, katanya, seharusnya Sangihe  terlindungi dari tambang sesuai amanat konstitusi. Justru, Sangihe  terbebani tiga izin pertambangan, dua izin tambang batuan yang  Gubernur Sulawesi Utara keluarkan, satu izin tambang emas PT Tambang Mas Sangihe (TMS).  Baru-baru ini, sebagian saham TMS dibeli PT Arsari Tambang (Arsari Group), entitas usaha milik Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto.

Padahal, TMS sudah kehilangan legalitas untuk beroperasi dengan pencabutan izin operasi dan izin lingkungan batal. Selain itu, Mahkamah Agung (MA) menegaskan penambangan di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir sudah merusak lingkungan hidup, merugikan masyarakat, dan berisiko memperparah kerusakan ekosistem di pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Dengan cara apa lagi kami berjuang? Kami sudah menempuh berbagai cara, sudah menang di jalur litigasi tetapi terus diabaikan. Ini saatnya masyarakat Sangihe bangkit untuk menjaga peradaban dan kehidupan seluruh pulau,” kata Jull.

Dalam festival adat Sangihe dilakukan penanaman pohon sagu yang merupakan makanan pokok orang Sangihe dan juga sebagai simbol komitmen akan kelahiran kembali.Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

*******

Kala KESDM Cabut Izin Operasi Produksi PT TMS, Sangihe Belum Aman?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|