Interkoneksi, Kunci Pemerataan Energi Terbarukan di Batam dan Sumatera

1 month ago 48
  • Penggunaan energi baru terbarukan yang bersumber dari tenaga surya mulai banyak digunakan di Batam, Kepulauan Riau.
  • Papan panel surya atap tersebut tersebar di berbagai kawasan industri, perguruan tinggi, rumah warga hingga komunal yang ada di pulau.
  • PLN Batam menyebutkan potensi energi terbarukan di Batam terbatas hanya tenaga surya, sehingga perlu interkoneksi energi terbarukan dari Pulau Sumatera untuk Batam.
  • Menurut Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Indonesia perlu membangun transmisi untuk memeratakan energi hijau dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mulai masif di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Tak hanya PLTS yang dibangun komunal di pulau-pulau kecil, tetapi panel surya juga terpantau terdapat di atap-atap kawasan industri, gedung perguruan tinggi, hingga lampu penerangan jalan.

Upaya ini dilakukan berbagai pihak untuk mencapai target bauran energi terbarukan nasional sebanyak 23 persen pada tahun 2025. Target ini direvisi menjadi 13 persen.

Listrik yang dipanen dari tenaga surya di Batam, akan dibaurkan dengan energi listrik yang sudah ada. Kemudian disalurkan ke konsumen seperti rumah tangga hingga industri. “PLN Batam berkomitmen dalam menerapkan energi terbarukan, diwujudkan dengan berbagai intensif,” kata Zulhamdi, Sekretaris Perusahaan PLN Batam, Jumat, (01/11/2024).

Batam saat ini memang hanya memiliki pembangkit listrik energi terbarukan dari tenaga surya melalui solar panel atap atau photovoltaic (PV) rooftop. Potensi tersebut juga terbilang kecil. Sampai saat ini, sistem kelistrikan Batam menggunakan PV rooftop sebesar 2,5 MWaC baru memenuhi 0,42 persen kebutuhan listrik dengan total 665,7 MW.

Kedepan tidak hanya pemanfaatan PV Rooftop, PLN Batam juga akan mengembangkan PLTS terapung di waduk-waduk. Namun, hal itu tidak mencukupi untuk mencapai target energi terbarukan 25 persen 2025.

Dalam jangka panjang, kata Zulhamdi, akan direncanakan interkoneksi energi terbarukan dari Pulau Sumatera ke Batam. Energi baru terbarukan (EBT) akan dibawa kabel bawah laut untuk memenuhi target energi terbarukan di Batam.

“Kita tidak tahu bagaimana teknologi berkembang kedepan, bisa juga nanti pendistribusian energi dari daerah berpotensi ke daerah tidak berpotensi EBT menggunakan baterai, seperti kita beli galon,” katanya.

Baca : Kala PLTS Terapung Terbesar Dunia Bakal Dibangun di Batam

Instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Pulau Panjang, Kota Batam, Kepulauan Riau yang mampu menyediakan listrik 24 jam di pulau itu. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

Ketua Mobilitas Energi Terbarukan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Zainal Arifin mengatakan, EBT memang tergantung kepada potensi yang ada di masing-masing daerah. Seperti di Batam, EBT-nya tidak banyak dibandingkan potensi EBT di Sumatara Utara yang berasal dari hidro, yaitu energi yang dihasilkan dari aliran air.

“Termasuk daerah Sulawesi, punya hidro PLTS dan angin hingga geothermal. Potensi inikan tidak bisa dipindah-pindahkan, sumber EBT di daerah berpotensi itu adalah berkah Tuhan,” lanjutnya.

Sehingga seperti yang disampaikan Sekper PLN Batam, Zulhamdi interkoneksi energi antar daerah harus segera dilakukan. Misalnya, kata Zainal, ketika Batam keterbatasan lahan untuk membangun EBT dari tenaga surya, energi hijau bisa dikirim dari Pulau Sumatera yang potensinya besar tetapi tidak ada permintaan.

“Jadi tidak perlu setiap daerah membangun EBT sendiri, kalau bisa masing-masing daerah saling jual beli, apa salahnya, yang penting tidak bergantung pada impor,” jelasnya.

Kendala Interkoneksi

Namun ada satu kendala teknis, kata Zainal, kenapa selama ini potensi dan permintaan energi terbarukan tidak cocok di daerah, karena belum adanya transmisi yang menghubungi lokasi pusat EBT dengan potensi beban.

“Contoh ekstremnya di Papua, kalau dibuat (pembangkitan listrik dengan kapasitas) 26 gigawatt bisa dibangun PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air). Masalahnya yang memakai listriknya tidak ada, jadi perlu transmisi yang menghubungkan itu,” katanya.

Transmisi ini ujar Zainal, adalah jalan tol yang harus dibangun pemerintah untuk pemerataan energi terbarukan di Indonesia. “Mau tidak mau harus dibangun (transmisi), kalau tidak makanya distribusi energi di Indonesia tidak optimal, jadi ada mismatch pusat potensi EBT dan daerah beban, seolah tidak ada jalan tolnya, pemerintah harus hadir disitu,” jelasnya.

Dengan catatan membangun transmisi bukanlah sebuah proyek untuk mencari keuntungan, tetapi ini sama dengan membangun sekolah, jalan umum dan lainnya. “Jadi pembangunan transmisi bukan semacam tanam modal, tetapi ini memang untuk kebutuhan publik,” lanjutnya.

“Tantangannya, jumlah transmisi cukup panjang, karena negara kita daerah kepulauan, yang penting ada kemauan pemerintah untuk membantu infrastruktur kelistrikan pemanfaatan energi terbarukan ini,” katanya.

Baca juga : Kemandirian Energi Pulau-pulau Kecil di Batam Berkat Listrik Surya 24 Jam

Seorang pekerja membersihkan panel surya pembangkit listrik di PLTS Tanjung Uma, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Foto ; Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

Menurut METI sejauh ini secara keseluruhan progres pengembangan EBT di Indonesia sudah lebih maju dari periode sebelumnya. Ada beberapa proyek fisik yang sudah dibangun seperti Cirata, Saguling, Sidrap dan lainnya.

“Tetapi target memang belum tercapai, ada beberapa alasan. Pertama karena, dunia dilanda pandemi Covid-19 permintaan listrik menurun. Selain itu saat ini PLN masih kerjasama dengan PLTU, sehingga PLN tak bisa meningkatkan pengembangan EBT,” katanya.

Potensi EBT di Batam

Menurut Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau M. Darwin, rencana interkoneksi energi terbarukan dari Pulau Sumatera ke Batam tentu akan menghubungkan Provinsi Kepri ke sistem grid nasional.

“Itu akan memberikan manfaat antara lain dari sisi kehandalan pasokan listrik serta dapat mengurangi defisit daya. Begitu juga dari sisi lingkungan akan mengurangi penggunaan ruang dan pembakaran energi fosil di Kepri,” katanya.

Namun, lanjutnya, sumber energi terbarukan tidak hanya berasal dari tenaga surya seperti yang dilakukan di Batam. Tetapi terdapat potensi lain seperti air dan juga angin.

“Di daerah beralih ke energi terbarukan itu sudah ada. Kita sebenarnya memiliki sumber daya besar, disamping potensi angin, gelombang dan arus laut, begitu juga bahan baku pasir silika untuk membuat kaca panel surya juga ada di Kepri,” katanya.

Sekarang, sudah ada perusahaan dari Denmark dan Australia yang sedang mengembangkan energi gelombang laut di Natuna. “Mereka masih dalam tahapan kajian dan penjajakan kerjasama dengan PLN,” katanya.

Kendala saat ini kata Darwin masih minimnya kajian tentang pengembangan EBT di daerah kepulauan seperti di Kepri. Selain itu modal membangun energi terbarukan juga mahal. (***)

Transisi Energi, Akankah jadi Prioritas Pemerintahan Baru?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|