Hilirisasi Nikel Berujung Kriminalisasi Warga Morowali

1 month ago 60
  • Proyek hilirisasi nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, pemerintah gadang-gadang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat perekonomian, berbalik menjadi sumber konflik dan ketidakadilan. Di tengah gencarnya investasi dalam sektor nikel, warga banyak menghadapi kriminalisasi karena perjuangan mereka mempertahankan hak-hak atas tanah dan lingkungan.
  • Siti Zulaika dari Perkumpulan AEER mengatakan, pemerintah gagal melindungi dan menjamin kesejahteraan masyarakat di tengah-tengah kepungan industri nikel. Pemerintah justru memfasilitasi kepentingan industri nikel dengan berbagai kebijakan.
  • Yusman dari Walhi Sulteng menilai, dari rangkaian konflik antara masyarakat dan IHIP, dan aksi hukum perusahaan merupakan upaya pembungkaman. Fenomena ini masuk dalam kategori strategic lawsuit against public participation (SLAPP) untuk membungkam warga agar tak protes.
  • Moh Taufik, Koordinator Aksi Koalisi Anti SLAPP, menuntut penghentian kriminalisasi pejuang agraria di Desa Topogaro dan Ambunu serta pembatalan MoU antara Pemerintah Morowali dan BTIIG terkait penggunaan jalan desa.

Proyek hilirisasi nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, pemerintah gadang-gadang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat perekonomian, berbalik menjadi sumber konflik dan ketidakadilan. Di tengah gencarnya investasi dalam sektor nikel, warga banyak menghadapi kriminalisasi karena perjuangan mereka mempertahankan hak-hak atas tanah dan lingkungan.

Potret itu yang terjadi dalam pembangunan kawasan industri nikel PT Huabao Industrial Park (IHIP) di Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali. Dalam pembangunan kawasan industri nikel perusahaan asal Tiongkok ini diwarnai konflik agraria dan kerusakan lingkungan.

Dalam catatan Walhi Sulteng, cara IHIP dapatkan lahan dengan bzerbagai modus, misal, salah gusur, mematikan produksi lahan, mengubah jalur sungai, menimbun irigasi, reklamasi ilegal, perusakan mangrove, dan pengambilalihan aset jalan desa secara sepihak.

Dengan praktik ini, konflik antara perusahaan dan masyarakat tak terhindarkan. Aksi protes meningkat sejak 2022, ketika 14 hektar lahan tani di Desa Ambunu tergusur pada malam hari.

Sampai saat ini protes terus jalan, puncaknya Juni-Juli 2024, ketika IHIP mengklaim sepihak jalan desa di Desa Topogaro dan Ambunu sebagai jalan tambang (hauling).

Klaim sepihak itu berawal dari beredar video pernyataan Legal Eksternal IHIP, Riski, menyampaikan, jalan tani sebagai jalan sah perusahaan berdasarkan MoU tukar guling aset dengan Bupati Morowali yang ditandatangani pada 11 Maret 2024. Sebagai gantinya, perusahaan mengerjakan perluasan bandara.

Rifiana Ms, warga Desa Desa Ambunu mengatakan, penandatanganan MoU antara IHIP dengan Bupati Morowali itu tidak melibatkan masyarakat, bahkan tak ada pemberitahuan atau sosialisasi. Padahal, jalan tani yang terhubung dari Desa Topogaro ke dusun Folili, dusun Sigendo dan Desa Ambunu itu adalah jalan yang sudah digunakan oleh masyarakat, jauh sebelum ada perusahaan.

“Masyarakat menggunakan jalan itu sebagai akses menuju kebun maupun ke Gua Vavompogaro, situs budaya bersejarah bagi masyarakat. Kini, akses masyarakat ke kebun pun terganggu karena aktivitas alat berat lalu lalang setiap hari,” kata Rifiana saat jumpa media Oktober lalu.

Saat ini, di Desa ambunu, di jalan sudah ada gudang penyimpanan ore nikel dan gerbang IHIP. Masyarakat tak bisa lagi lewat. Ketika menuju kebun sebelumnya hanya satu kilometer, kini harus memutar sejauh 3-4 km.

Dari berita Mongabay sebelumnya, Cipto Rustianto, External Manager IHIP membantah semua tuduhan masyarakat. Perusahaan, katanya, merupakan hasil koordinasi dan persetujuan pemerintah pusat serta daerah, sesuai peraturan berlaku.

Dia mengklaim, tak pernah menyerobot jalan tani masyarakat, dan siap membuktikan dengan data dan fakta. Cipto juga membantah mengkriminalisasi warga. Katanya, tuduhan kriminalisasi itu tidak berdasar. Selama ini,  mereka berkomitmen melindungi kepentingan masyarakat dalam beraktivitas ekonomi sesuai hukum berlaku.

Perusahaan, katanya, berupaya merangkul masyarakat melalui pemerintah desa dan lembaga terkait.

“Olehnya, saya mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menyerahkan penanganan kepada pihak berwenang kompeten,” kata Cipto seperti dikutip di Media Alkhairaat.

Klaim sepihak perusahaan atas penguasaan jalan tak hanya terjadi di Desa Topogaro, Tondo, dan Ambunu. Juga di Desa Wosu, Umpanga, dan Larebonu. Kondisi ini,  membuat warga geram, dan ramai-ramai memblokade jalan untuk menghentikan aktivitas IHIP.

Aksi blokade jalan itu pada 11 dan 15 Maret 2024 oleh ratusan warga Desa Tondo, Topogaro, dan Ambunu. Tuntutan warga Bungku Barat ini meminta Pemerintah Morowali membatalkan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU). Mereka juga ingin melihat MoU di tangan perusahaan, tetapi IHIP enggan memperlihatkan dokumen. Malah menyampaikan, dokumen itu bersifat rahasia.

Foto Udara kawasan Industri Indonesia Huoboa Industrial (IHIP) yang sudah membabat Bentang Alam Ambunu Morowali, Sulawesi Tengah, Indonesia. Foto: Yayasan Komiu

Perlawanan masyarakat mempertahankan hak terus meningkat, sampai terjadi kriminalisasi dan gugatan hukum kepada orang-orang yang dinilai pelopor perlawanan.

Pada 20 Juni 2024, lima warga Desa Tondo dan Topogaro, Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, Safaat dan Sadam dilaporkan ke Polda Sulteng karena blokade jalan pada 11 Juni lalu di Desa Topogaro. Kelima orang itu kena gugat perdata dengan tuntutan Rp14 miliar, akumulasi kerugian dari hitungan perhari selama tiga hari blokade jalan.

Selain itu, lima warga Desa Ambunu, yakni, Abd Ramadhan A, Hasrun, Moh Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms dan Rifiana Ms juga dilaporkan ke Polda Sulteng. Pada 10 Oktober lalu, mereka berlima mendapatkan surat panggilan dari Polda Sulteng terkait tindakan pidana terganggunya jalan IHIP.

Yusman dari Walhi Sulteng menilai, dari rangkaian konflik antara masyarakat dan IHIP, dan aksi hukum perusahaan merupakan upaya pembungkaman. Fenomena ini masuk dalam kategori strategic lawsuit against public participation (SLAPP) untuk membungkam warga agar tak protes.

Apalagi, kata Yusman, orang-orang yang dilaporkan ini tokoh-tokoh kunci yang memperjuangkan hak akses jalan mereka.

“Masyarakat dibuat tidak ada pilihan lain, sementara pemerintah turut serta melindungi kepentingan perusahaan dan mengabaikan hak masyarakat,” katanya.

Perjuangan warga Topogaro dan Tondo, katanya,  adalah upaya mempertahankan hak mereka demi keberlangsungan hidup. Mereka berjuang untuk hak atas lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang terancam.

Sayangnya, kata Yusman, regulasi anti-SLAPP seakan tak berlaku bagi perusahaan-perusahaan besar, membuat masyarakat berada dalam posisi kalah. Seharusnya, masyarakat dilindungi dari pidana maupun perdata ketika memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat.

IHIP adalah perusahaan Indonesia dengan latar belakang modal Tiongkok. Komposisi saham terdiri dari Zhensi Indonesia Industrial Park 51%, Beijing Shengyue Oriental Investment Co., Ltd 10,28%, PT Kejayaan Emas Persada 27,45%, dan PT Himalaya Global Investment 11,27%.

Pemegang saham terbesar Zhensi Indonesia Industrial Park juga dikenal Zhenshi Holding Group Co., Ltd ini merupakan perusahaan teratas di Industri tersier di Tiongkok dan mengembangkan 10 industri, termasuk baja khusus, dan manufaktur besi nikel. Zhenshi Holding Group ini mendirikan lebih 50 perusahaan induk di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, perusahaan induk Zhenshi Holding Group untuk membangun IHIP adalah PT Bahosua Taman Industri Investment Group (BTIIG). Kawasan industri ini berlokasi di tujuh desa di Morowali, yakni,  Topogaro, Wata, Ambunu, Tondo, Umpanga, Larobenu, dan Wosu. Proyek dengan investasi Rp14 triliun ini seluas 20.000 hektar.

IHI dan BTIIG akan membangun kawasan industri ini dengan skema dua tahap. Pertama, 1.200 hektar di Ambunu, Topogaro, dan Tondo yang sedang bermasalah jalan dengan petani. Kedua,  akan dibangun 18.800 hektar di lima desa lain.

Proyek ini bagian dari zona percontohan kerja sama internasional berkualitas tinggi diklaim di bawah “one belt, one road initiative” yang oleh pemerintah Tiongkok dianugerahi zona kerjasama ekonomi dan perdagangan luar negeri Zhejiang.  Ia disepakati dalam kerjasama  antara Pemerintah Tiongkok dan Indonesia di KTT G20.

Kawasan industri ini diklaim akan memproduksi nikel berskala besar kapasitas 1,5 juta ton untuk pengembangan nikel laterit atau blok besi nikel dan nikel hidroksida dengan berkualitas tinggi sebagai bahan baku stainless steel. Nikel hidroksida juga untuk produksi baterai energi baru kelas atas.

Aksi Koalisi Anti SLAAP desak setop kriminalisasi warga Morowali. Foto: Koalisi Anti SLAAP

Hentikan kriminalisasi

Buntut dari kriminalisasi, Koalisi Anti SLAPP unjuk rasa di depan Kantor BTIIG di Jakarta Selatan awal November 2024. Mereka menuntut BTIIG menghentikan praktik kriminalisasi dan pelanggaran HAM  terhadap warga di sekitar industri IHIP.

Koalisi Anti SLAPP terdiri dari organisasi masyarakat sipil, seperti,  Walhi Nasional, Greenpeace, Walhi Sulteng, Perkumpulan Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER). Lalu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, Yayasan Tanah Merdeka (YTM) dan Pengacara Hijau Sulteng.

Moh Taufik, Koordinator Aksi Koalisi Anti SLAPP, mengatakan, kawasan industri BTIIG sarat konflik agraria dan kerusakan lingkungan.

Upaya pembungkaman masyarakat oleh BTIIG, katanya, untuk memuluskan ambisi pembangunan kawasan industri nikel yang berlabel proyek strategis nasional (PSN) dan hilirisasi.

Mereka juga menuntut penghentian kriminalisasi pejuang agraria di Desa Topogaro dan Ambunu serta pembatalan MoU antara Pemerintah Morowali dan BTIIG terkait penggunaan jalan desa.

Koalisi juga meminta penghentian penggunaan jalan kantong produksi sebagai akses BTIIG di Desa Topogaro dan Ambunu. Selain itu, mereka menuntut penghentian PLTU captive yang menyebabkan polusi udara.

“Kami mendesak BTIIG mencabut gugatan kepada warga Bungku Barat,” kata Taufik saat orasi.

Sebenarnya, upaya perusahaan gunakan strategi SLAPP tak hanya di IHIP. Di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Stardust Estate Investment (SEI) lakukan hal serupa kepada tujuh orang karena protes polusi udara berdasarkan UU Nomor 3/2020.

Fenomena kriminalisasi itu menambahkan buruk bagi pembela lingkungan. Data Walhi menyebut, sudah ada 827 pembela lingkungan menjadi korban kriminalisasi sepanjang 2014-2023. Dari jumlah itu, enam orang meninggal dunia, 145 ditangkap, 28 tersangka, 9 anak-anak, 19 perempuan, serta 620 orang luka-luka mulai ringan hingga berat karena kekerasan aparat. Kasus ini belum termasuk perkara pada 2024.

Siti Zulaika dari Perkumpulan AEER mengatakan, fenomena kriminalisasi menggunakan strategis SLAPP ini berawal dari penetapan nikel jadi mineral kritis yang bisa menjadi komponen esensial dalam teknologi energi terbarukan dan kendaraan listrik  (EV). Kebijakan itu menjadi awal terjadinya eksploitasi di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di Morowali.

Laporan Global Critical Minerals Outlook 2024 menunjukkan, penerapan teknologi energi ramah lingkungan di seluruh dunia tumbuh pesat. Contoh, kapasitas pemasangan solar PV meningkat 85% antara 2021 dan 2023. Sektor kendaraan listrik mengalami pertumbuhan stabil, jumlah mobil listrik naik 60% pada 2023.

Indonesia pun menggenjot produksi nikel. Alhasil, produksi nikel alami peningkatan signifikan dari 2020 hingga 2024. Total produksi nikel diperkirakan naik hampir 120%, dari 32 juta ton pada 2020 jadi 71,4 juta ton 2024, membawa dampak luas.

Siti bilang, nikel memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar kawasan industri. Apalagi,  operasi industri ini didukung infrastruktur yang gunakan PLTU captive.

“Praktik hilirisasi khusus nikel menciptakan penurunan kualitas kesehatan warga, kehilangan keanekaragaman hayati, penurunan kualitas ekosistem laut, penurunan ekonomi warga,” katanya.

Siti menilai, pemerintah gagal melindungi dan menjamin kesejahteraan masyarakat di tengah-tengah kepungan industri nikel. Pemerintah justru memfasilitasi kepentingan industri nikel dengan berbagai kebijakan.

Meskipun itu cukup berat, Siti berharap di Pemerintahan Prabowo-Gibran ini bisa ada jaminan kebebasan bagi warga sekitar industri nikel yang menyuarakan pendapat, tanpa kriminalisasi.

Dia mendesak pemerintah menghentikan upaya pembungkaman warga oleh BTIIG dan IMIP.

“Pemerintah juga harus mengkaji ulang perencanaan peningkatan zproduksi nikel agar ada pembatasan.”

Foto Udara lahan pertanian dan hutan alam yang berada di kawasan IHIP. Foto Milki Yayasan Komiu

********

Masyarakat Terdampak Protes Proyek Kawasan Industri Nikel IHIP di Morowali

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|