Biofluoresensi dan Cahaya Cinta Cendrawasih

2 days ago 9
  • Burung cendrawasih bercahaya dalam gelap. Inilah keistimewaan burng dari surga yang jarang kita ketahui.
  • Peneliti dari Museum Sejarah Alam Amerika dan Universitas Nebraska-Lincoln, melaporkan untuk pertama kalinya penampakan bioflouresensi pada cendrawasih.
  • Biofluoresensi adalah kemampuan organisme hidup menyerap sinar ultraviolet dan cahaya biru, lalu memantulkan kembali ke warna lain yang memukau. Berbeda dengan bioluminesensi yang menghasilkan cahaya dari reaksi kimia internal, biofluoresensi aktif setelah menerima cahaya dari luar. Misalnya, sinar matahari.
  • Cendrawasih adalah kelompok karismatik yang menggunakan bulu berwarna cerah dalam tampilan visual mereka. Mereka mungkin menggunakan biofluoresensi untuk meningkatkan sinyal-sinyal ini selama pendekatan dan perkawinan.

Cendrawasih terkenal dengan warna bulunya yang indah dan tarian kawinnya yang memikat. Julukannya, burung dari surga.

Dokumentasi tentang satwa ini melimpah. Namun, belum ada yang memperlihatkan perilakunya di kanopi hutan tropis yang gelap dengan pendar cahaya hijau, kuning, dan biru pucat. Inilah keistimewaan lain yang jarang kita ketahui. Cendrawasih bercahaya dalam gelap.

Peneliti dari Museum Sejarah Alam Amerika dan Universitas Nebraska-Lincoln, melaporkan untuk pertama kalinya penampakan bioflouresensi pada jenis ini. Riset mereka dimuat di jurnal Royal Society Open Science, 12 Februari 2025.

Baca: Tarian Memikat Cendrawasih Botak Menaklukkan Pasangan

Crown-jewel papua atau cendrawasih raja (Cicinnurus regius), jenis cendrawasih yang dapat dijumpai di Kampung Malagufuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Foto: Dok. Rekam Nusantara Foundation/Khairul Abdi

Biofluoresensi adalah kemampuan organisme hidup menyerap sinar ultraviolet dan cahaya biru, lalu memantulkan kembali ke warna lain yang memukau. Berbeda dengan bioluminesensi yang menghasilkan cahaya dari reaksi kimia internal, biofluoresensi aktif setelah menerima cahaya dari luar. Misalnya, sinar matahari.

“Burung-burung ini hidup dekat garis khatulistiwa, tempat banyak cahaya matahari sepanjang tahun. Mereka hidup di hutan dengan kompleksitas cahaya yang dipengaruhi perbedaan tajuk dan tempat sinyal biofluoresensi dapat ditingkatkan,” kata Emily M. Carr, dikutip dari Phys.org. Dia merupakan peneliti dari Museum Sejarah Alam Amerika.

Para peneliti memang belum melihat cahaya cendrawasih itu di alam. Mereka baru sebatas melihatnya di ruang laboratorium, menggunakan kumpulan ratusan spesimen koleksi museum. Namun menurut mereka, hal itu tidak mengurangi nilai penting tentang evolusi burung.

Pengamatan biofluoresensi di alam sering butuh peralatan khusus. Yaitu, berupa kamera dengan filter lensa tertentu dengan latar atau kondisi gelap. Juga, memakai pencahayaan dengan syarat-syarat tertentu. Sesuatu yang sulit dilakukan untuk objek pengamatan seperti cendrawasih. Terlebih dalam jumlah banyak, di medan yang sangat sulit.

Baca: Bidadari Halmahera, Burung Cendrawasih di Luar Papua

Bidadari halmahera, jenis cendrawasih yang hanya ditemukan di Pulau Halmahera dan Pulau Bacan, Maluku Utara. Foto: Dok. Taman Nasional Aketajawe Lolobata

Cahaya cinta cendrawasih

Di dunia burung, selain suara dan gerak, sinyal visual dipercaya memiliki peran penting dalam perilaku reproduksi.

“Cendrawasih adalah kelompok karismatik yang menggunakan bulu berwarna cerah dalam tampilan visual mereka. Kami percaya, mereka mungkin menggunakan biofluoresensi untuk meningkatkan sinyal-sinyal ini selama pendekatan dan perkawinan,” tulis Rene P. Martin, ketua tim peneliti dari Universitas Nebraska-Lincoln, Amerika, dalam naskah laporan itu.

Baca: Cendrawasih Gagak, Burung Evolusi Asal Kepulauan Maluku Utara

Burung cendrawasih yang bulunya memancarkan cahaya dalam gelap. Foto: Rene Martin/Royal Society Open Science

Sebenarnya dugaan bahwa cendrawasih bersifat biofluoresensi sudah muncul sekitar satu dekade lalu. Justru dikemukakan oleh seorang ahli ikan, John Sparks, yang melakukan survei cepat burung koleksi museum. Sayangnya, setelah itu belum ada penelitian lanjutan.

Menggunakan spesimen burung yang menjadi koleksi museum, Rene dan rekannya, memeriksa 45 spesies cendrawasih. Saat itu ada 110 spesimen yang diperiksa.

Di ruangan gelap, cahaya biru diarahkan ke sejumlah spesimen lalu diukur menggunakan spektrometri dan difoto. Hasilnya, dari 45 spesies, 37 punya kemampuan biofluoresensi. Bagian bulu yang berpendar bervariasi tergantung spesiesnya. Namun, umumnya di kepala, leher, perut, dan hiasan bulu.

Selain di bulu, fenomena ini juga muncul di bagian tubuh tertentu. Misalnya, paruh, bagian dalam mulut, dan tenggorokan.

Baca juga: Pakar Konservasi: Papua Punya Potensi Besar Ekowisata Berbasis Birdwatching

Sejumlah spesimen cendrawasih yang diteliti di laboratorium yang memiliki sifat biofluoresensi. Foto: Rene Martin/Royal Society Open Science

Apa pentingnya bagian dalam mulut?

Beberapa cendrawasih jantan memperlihatkan paruh terbuka selama 30 detik atau lebih saat melakukan tarian. Sementara sayapnya yang hitam kelam direntangkan membentuk lingkaran.

Dengan paruh terbuka, sang jantan menunjukkan bagian dalam mulut ke betina. Dibantu latar belakang sayap melingkar itu, terciptalah warna yang kontras. Penampilan sang jantan pun semakin menarik secara visual. Sebuah upaya tak kenal lelah untuk mendapatkan cinta dari calon pasangan.

Laporan itu juga menjelaskan perilaku beberapa spesies cendrawasih yang unik. Mereka membersihkan arena pertunjukan di tanah yang disebut lek. Jantan akan menyingkirkan daun dan ranting sebelum memanggil betina. Setelah semua siap, dia akan memanggil betina dengan suaranya. Begitu datang, si jantan mulai unjuk kebolehan dengan menampilkan tarian terbaiknya sambil merentangkan sayap.

Sebagian besar studi perilaku setuju bahwa mengekspos tanah kosong membantu menonjolkan warna bulu yang dapat menciptakan sinyal visual lebih baik.

“Pembersihan puing-puing mungkin menciptakan latar belakang yang lebih tenang, sehingga sinyal visual terang yang diperkuat oleh biofluoresensi akan tampak semakin baik,” tulis laporan itu.

Berbeda dengan manusia, cendrawasih bisa melihat lebih banyak dari yang kita lihat. Spektrum warna yang tertangkap mata cendrawasih diduga lebih lebar dibanding manusia. Beberapa spesies burung memang mampu melihat cahaya ultraviolet, menurut laporan itu.

Cendrawasih jantan yang menari indah, tidak hanya memamerkan bulunya di keteduhan hutan tropis. Tetapi juga, memancarkan warna pelangi yang tak kasat mata.

Dijuluki Merpati Bermahkota, Burung Ini Hanya Ada di Papua

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|