Bagaimana Masa Depan Kuda di Indonesia?

1 month ago 71
  • Beberapa daerah di Indonesia memiliki jenis kuda lokal dengan karakteristik khas. Daerah-daerah itu juga memiliki tradisi berkaitan dengan kuda yang masih dilestarikan hingga kini.
  • Jenis kuda lokal Indonesia yang terkenal antara lain kuda gayo, kuda batak, kuda jawa, kuda minahasa, juga kuda sandalwood.
  • Kuda telah tergambar dalam relief Candi Borobudur, bangunan raksasa dari batu yang dikerjakan pada abad ke-8 Masehi. Kuda muncul bersama satwa lain, seperti gajah, harimau, tikus. Dalam relief, kuda umumnya ada di permukiman atau pedesaan.
  • Sebuah studi baru (2024) memperlihatkan, kuda dikembangbiakkan sekitar 2200 SM. Para arkeolog menggunakan analisis DNA untuk melacak kapan domestifikasi kuda terjadi.

Kuda telah lama menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia.

Kuda telah tergambar dalam relief Candi Borobudur, bangunan raksasa dari batu yang dikerjakan pada abad ke-8 Masehi. Kuda muncul bersama satwa lain, seperti gajah, harimau, tikus. Dalam relief, kuda umumnya ada di permukiman atau pedesaan.

Sebagian relief kuda, memperlihatkan satwa ini menjadi hewan penarik kereta. Hal ini memberi bukti, kuda merupakan binatang yang akrab dengan kehidupan masyarakat di Nusantara sejak lama.

Sebuah tulisan dari William Gervase Clarence-Smith menghubungkan antara gajah, kuda, dan kedatangan Islam di Sumatera Utara. Agaknya, peran gajah perlahan hilang di Asia pada milenium kedua Masehi. Perannya digantikan kuda yang lebih lincah dan murah yang bisa dipakai untuk perang maupun saat damai, serta sebagai alat transportasi dan membantu pertanian.

Baca: Mengenal Empat Spesies Kuda yang Telah Punah

Kuda sumba merupakan salah satu jenis kuda terbaik di Indonesia. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Sebuah studi baru (2024) memperlihatkan, kuda dikembangbiakkan sekitar 2200 SM. Para arkeolog menggunakan analisis DNA untuk melacak kapan domestifikasi kuda terjadi. Mereka menemukan ada garis keturunan kuda yang menjadi dominan, berasal dari padang rumput Pontic, Kaspia. Mengutip Smitsonian Magazine, garis keturunan ini kemudian memunculkan kuda-kuda domestifikasi saat ini.

“Kami melihat jenis genetik ini menyebar di Eurasia—jenis kuda lokal yang kemudian menjadi global dengan sangat cepat,” kata Ludovix Orlando, arkeolog molekuler Perancis, salah satu penulis studi itu.

Sebelumnya diketahui, pada 5500 tahun lalu, kuda liar pertama kali dijinakkan oleh orang-orang Botai, yang sekarang menjadi Kazakhstan. Namun, budaya itu kemudian punah dan kuda menjadi liar kembali di seluruh Asia Tengah.

Pada sekitar 4200 tahun lalu manusia kembali menjinakkan kuda di wilayah Sintashta, Rusia. Jika sebelumnya diutamakan diambil daging dan susunya, dalam perkembangannya kuda dimanfaatkan untuk mobilitas, menurut artikel itu.

Baca: Kisah Pilu Kuda-kuda Penambang Batubara Bawah Tanah

Kuda jenis sandalwood di savana Sumba, NTT. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Kuda Indonesia

Beberapa daerah di Indonesia memiliki jenis kuda lokal dengan karakteristik khas. Daerah-daerah itu juga memiliki tradisi berkaitan dengan kuda yang masih dilestarikan hingga kini. Jenis kuda lokal Indonesia yang terkenal antara lain kuda gayo, kuda batak, kuda jawa, kuda minahasa, juga kuda sandalwood.

Dari penelusuran, kuda lokal umumnya memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, kaki-kakinya kuat, punya kecepatan berlari, punya kemampuan menanggung beban, ukurannya tidak besar, dan cukup pintar. Karena karakternya itu, kuda asal Indonesia juga dikenal di luar negeri.

Seperti dalam preview buku berjudul “Horses, horse-trading and royal courts in
Indonesian history, 1500-1900” terdapat sebuah foto hitam putih yang memperlihatkan kuda poni jantan sumatera dibawa ke sebuah pameran di Paris pada 1931. Pada masa kolonial, menurut buku itu, Belanda mengambil kuda dari tanah jajahan dibawa ke luar negeri untuk dikembangbiakkan. Kuda-kuda terbaik pada masa itu, selain diperdagangkan juga untuk hadiah bagi para penguasa.

Di Aceh, tepatnya di kabupaten Aceh Tengah, ada tradisi pacuan kuda yang telah berlangsung lama, bahkan jauh sebelum kedatangan Belanda. Masyarakat menyelenggarakan pacuan kuda dalam rangka merayakan panen.

Kuda yang dipacu adalah kuda yang juga dipakai untuk membajak sawah. Sebelumnya, pacuan   diselenggarakan di kawasan Danau Laut Tawar di Pante Menye, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah. Beberapa kali acara pacu kude, dalam bahasa lokal, dipindah ke tempat yang lebih representatif. Pacu kude telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.

Di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, kita bisa melihat kuda poni sandalwood mencari rumput di savana dan bermain di pantai. Nama itu berasal dari kayu cendana (sandalwood) yang pada masa lalu merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya.

Kuda sandalwood terkenal karena meski posturnya kecil, namun mampu berlari cepat dan memiliki daya tahan luar biasa. Itu sebabnya, kuda ini kerap diikutkan dalam ajang pacuan kuda. Selain itu postur tubuhnya juga menarik. Leher proporsional, punggung cukup panjang, dengan kaki kuat.

Banyak wisatawan yang ingin menyaksikan kuda ini secara langsung dengan latar belakang alam Sumba yang memesona.

Baca juga: Meski Berbeda Bentuk, Kuda Laut Termasuk Jenis Ikan

Pacuan kuda tradisional di Danau Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah

Populasi Kuda

Jumlah kuda di Indonesia secara statistik cenderung turun dari tahun ke tahun. Penurunan itu juga tergambar di Propinsi Nusa Tenggara Timur, penghasil kuda sandalwood. Robert Ramone, budayawan Sumba, pernah mengeluhkan penurunan itu.

“Kalau merujuk pada masa kecil saya tahun 70-an, populasinya masih sangat banyak jika dibandingkan saat ini,” katanya, seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya, jika dulu di Pulau Sumba masih ada ratusan kuda sandalwood terlihat mencari makan di savana pada musim kemarau, namun dalam satu dekade ini pemandangan itu jumlahnya berkurang.

Berdasar data BPS, populasi kuda di Indonesia tahun 2021 hingga 2022, menurun dari 382.014 ekor menjadi 367.302 ekor. Dari 38 provinsi hampir semuanya turun, kecuali Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, dan Maluku.

Pada 2010, populasi kuda di Indonesia mencapai 418.618 ekor. Sempat naik pada 2012 yaitu sebanyak 437.383 ekor, namun kembali turun hingga tahun lalu.

Sebaliknya, produksi daging kuda di Indonesia meningkat untuk periode 2009 hingga 2011, 2015 hingga 2017, dan 2021 hingga 2023. Misalnya, pada 2009 hingga 2011 dari 1.799,27 ton menjadi 2.185 ton. Sementara periode 2021 sebanyak 1.292,67 ton menjadi 1.597 ton pada 2023.

Apakah ada hubungan antara penurunan populasi kuda dengan peningkatan produksi daging kuda ini? Dari penelusuran, belum ada penjelasan yang didapatkan akan keterkaitan keduanya. Namun, di beberapa daerah, daging kuda dikonsumsi masyarakat sebagaimana daging sapi, kambing, atau kerbau.

Kuda Sumba, Warisan Alam Tanah Marapu yang Semakin Menghilang

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|