Akhirnya Miliki Surat Kapal, Nelayan Rajungan Maros Lebih Lega Melaut

1 month ago 61
  • Puluhan nelayan di Desa Ampekale, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, mendaftarkan kapalnya untuk mendapatkan surat kapal atau biasa disebut Pas Kecil.
  • Pas Kecil tidak hanya menjadi dokumen legalitas, tetapi juga membuka pintu bagi para nelayan untuk mendapatkan pembinaan, pendampingan, dan bahkan perlindungan dari pemerintah.
  • SFP menilai pendaftaran 50 kapal rajungan di Kabupaten Maros adalah sebuah langkah maju yang tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi nelayan tetapi juga memperkuat daya tawar mereka dalam program nasional.
  • Di Kabupaten Maros, penangkapan rajungan menjadi salah satu mata pencaharian utama masyarakat pesisir.

Pagi itu, Desa Ampekale di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tampak lebih sibuk dari biasanya. Beberapa nelayan rajungan terlihat berdiskusi sambil menunjuk ke arah kapal-kapal kecil mereka yang tertambat di dermaga. Hari itu adalah hari yang telah lama dinantikan oleh Rusman dan nelayan lainnya di desa itu: proses pengukuran dan pendaftaran kapal nelayan rajungan skala kecil untuk mendapatkan izin kapal atau Pas Kecil.

Pas Kecil adalah tanda daftar kapal/keabsahan kapal berbasis elektronik yang harus dimiliki oleh setiap pemilik kapal 1 GT – 6 GT. Adapun persyaratan pembuatan Pas Kecil adalah surat permohonan, surat kuasa bermaterai (Jika pemohon bukan pemilik kapal) dan surat tukang bermaterai.

Di bawah terik matahari siang, petugas dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Utama Makassar tampak sibuk mengukur kapal-kapal yang telah bersandar di dermaga. Proses pengukuran ini adalah salah satu tahapan penting sebelum Pas Kecil diterbitkan. Meski terlihat sederhana, langkah ini membawa harapan besar bagi para nelayan.

Hari itu, Sabtu (07/12/2024), Forum Komunikasi Simpul Maros bekerja sama dengan Sustainable Fisheries Partnership (SFP) dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Utama Makassar memulai sebuah langkah penting: memfasilitasi pendaftaran kapal nelayan rajungan skala kecil.

“Akhirnya, kapal kami bisa terdaftar. Kami sudah lama menunggu momen ini,” kata Rusman, seorang nelayan sekaligus Koordinator Forum Komunikasi Nelayan Rajungan Nusantara (Forkom) Simpul Kabupaten Maros.

Proses ini bertujuan agar kapal-kapal yang selama ini menjadi tulang punggung penghidupan masyarakat pesisir itu memiliki Pas Kecil, sebuah dokumen resmi yang menjadi bukti sah kepemilikan kapal sekaligus tanda kebangsaan kapal.

Baca : Bahagianya Nelayan Kecil Makassar Peroleh Pas Kecil

Rusman tak bisa menyembunyikan kegembiraannya mengikuti proses pengukuran kapal. Bagi Rusman dan nelayan di Desa Ampekale, Pas Kecil sebagai legalitas dalam melaut, bukan hanya soal kepemilikan kapal, tetapi juga pengakuan terhadap eksistensi mereka sebagai bagian dari ekosistem perikanan Indonesia. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

Kepemilikan Pas Kecil memberikan dampak besar bagi nelayan seperti Rusman. Selama bertahun-tahun, Rusman dan rekan-rekannya melaut dengan rasa was-was. Tanpa dokumen resmi, ada ketakutan akan dianggap melanggar hukum, meskipun mereka hanya berusaha mencari nafkah di perairan yang telah menjadi bagian dari hidup mereka sejak kecil.

“Dengan Pas Kecil, kami merasa lebih aman. Kami bisa membuktikan kalau kapal ini benar-benar milik kami, dan kami tidak perlu khawatir lagi saat melaut,” katanya.

Pas Kecil tidak hanya menjadi dokumen legalitas, tetapi juga membuka pintu bagi para nelayan untuk mendapatkan pembinaan, pendampingan, dan bahkan perlindungan dari pemerintah. Dengan dokumen ini, nelayan seperti Rusman bisa lebih terintegrasi ke dalam program-program nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Proses pendaftaran kapal ini tidak terjadi dalam semalam. Sejak Oktober 2024, para nelayan yang terlibat telah memulai langkah-langkah awal dengan mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan. Berbagai penyuluhan tentang persyaratan administrasi juga diberikan oleh SFP, sebuah organisasi yang fokus pada pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Dessy Anggraeni, Direktur Program Indonesia untuk SFP, menjelaskan pentingnya legalitas ini dalam konteks keberlanjutan perikanan.

“Kami percaya bahwa pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia hanya akan berhasil jika didukung oleh nelayan skala kecil yang beroperasi dan memiliki dokumentasi yang tepat,” katanya.

Menurut Dessy, pendaftaran 50 kapal rajungan di Kabupaten Maros adalah sebuah langkah maju yang tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi nelayan tetapi juga memperkuat daya tawar mereka dalam program nasional.

“Ini adalah landasan penting bagi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan,” tambahnya.

Baca juga : Rajungan: Populer di Luar Negeri, Terancam di Dalam Negeri

Proses pengukuran kapal oleh petugas terlatih dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Utama Makassar. Sekitar 50 kapal nelayan yang berhasil diukur dan didaftar pada kegiatan 7 Desember 2024 itu. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

Tradisi yang Bertemu dengan Hukum

Di Kabupaten Maros, penangkapan rajungan menjadi salah satu mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Perairan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia 713 yang mencakup Selat Makassar, Teluk Bone, hingga Laut Flores, adalah rumah bagi kapal-kapal kecil berukuran kurang dari 10 Gross Ton yang menjadi tulang punggung sektor perikanan tangkap.

Namun, seperti di banyak daerah lain, aktivitas ini sebagian besar dilakukan secara informal. Tidak semua nelayan memiliki dokumen seperti Buku Kapal Perikanan, Nomor Induk Berusaha, atau kartu nelayan (Kusuka). Akibatnya, mereka sering kali terpinggirkan dari program-program bantuan dan dukungan pemerintah.

“Inisiatif ini adalah langkah signifikan untuk memberdayakan komunitas nelayan kecil. Dengan pas kecil, kami merasa lebih percaya diri untuk melaut dan memanfaatkan peluang-peluang yang sebelumnya sulit kami akses,” ujar Rusman.

Bagi Rusman dan rekan-rekannya, legalitas ini bukan hanya soal kepemilikan kapal, tetapi juga pengakuan terhadap eksistensi mereka sebagai bagian dari ekosistem perikanan Indonesia.

“Kami ingin menjadi bagian dari solusi untuk keberlanjutan perikanan,” katanya. “Dengan memiliki dokumen resmi, kami berharap bisa lebih dilibatkan dalam program-program pemerintah yang mendukung nelayan kecil.”

Dessy Anggraeni juga menegaskan hal yang sama.

“Kami bangga dapat berkolaborasi dengan Forkom Simpul Kabupaten Maros dan Dinas Perhubungan setempat untuk mewujudkan ini. Harapannya, inisiatif ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain,” ujarnya.

Program pendaftaran kapal nelayan rajungan di Maros adalah bukti nyata bagaimana sinergi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan komunitas lokal dapat menciptakan perubahan yang berarti. Lebih dari sekadar dokumen, Pas Kecil adalah simbol pengakuan dan harapan.

Rusman berharap program ini bisa terus berlanjut dan menjangkau lebih banyak nelayan kecil di seluruh Indonesia.

“Kami tidak ingin hanya menjadi saksi perubahan, tetapi juga pelaku utama dalam menciptakan perikanan yang lebih baik untuk masa depan,” katanya dengan semangat.

Di Desa Ampekale, di antara suara deburan ombak dan gemuruh mesin kapal, harapan baru telah lahir. Bagi nelayan-nelayan rajungan, ini bukan sekadar soal dokumen resmi, tetapi tentang masa depan yang lebih pasti di laut yang telah menjadi bagian dari hidup mereka. (***)

Kepiting dan Rajungan: Enak Rasanya, Unggulan Ekspor Indonesia, Bagaimana Keberlanjutannya?

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|