Rekor! Iguana-Iguana Ini Berhasil Melintasi Pasifik Sejauh 8.000 km

1 week ago 13
  • Sebuah studi baru yang dipublikasikan pada 17 Maret 2025 di PNAS mengungkapkan bahwa sekitar 34 juta tahun lalu, sekelompok iguana melakukan perjalanan transoseanik sejauh 8.000 kilometer dari Amerika Utara ke Fiji, yang merupakan penyebaran terdokumentasi terpanjang untuk vertebrata darat.
  • Analisis genetik menunjukkan bahwa iguana Fiji (Brachylophus) memiliki hubungan kekerabatan terdekat dengan iguana gurun Amerika Utara (Dipsosaurus dorsalis), yang mengindikasikan penyebaran langsung dan menolak teori asal usul dari Amerika Selatan atau garis keturunan Pasifik yang punah.
  • Waktu kedatangan iguana di Fiji bertepatan dengan pembentukan pulau-pulau vulkanik sekitar 34 juta tahun yang lalu, dan toleransi iguana gurun terhadap kondisi ekstrem menjadikannya kandidat yang mungkin untuk perjalanan laut yang panjang di atas rakit alami.

Sekitar 34 juta tahun yang lalu, sebuah peristiwa biogeografi yang luar biasa terjadi ketika sekelompok iguana melakukan perjalanan transoseanik yang diperkirakan sejauh 8.000 kilometer melintasi Samudra Pasifik. Perjalanan epik ini dimulai dari pesisir barat Amerika Utara dan berakhir di Kepulauan Fiji, yang terletak di wilayah Melanesia, Oceania. Jarak ini secara signifikan melebihi bentangan antara Jakarta, Indonesia, dan Antananarivo, Madagaskar, yang menggarisbawahi skala migrasi yang luar biasa ini. Para ahli biologi evolusioner percaya bahwa penyebaran transoseanik ini merupakan yang terdokumentasi terpanjang untuk vertebrata darat. Temuan krusial ini dipublikasikan pada tanggal 17 Maret 2025 dalam jurnal ilmiah bergengsi, Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), yang menyoroti pentingnya studi ini dalam memahami mekanisme penyebaran spesies.

Iguana: Lebih dari Sekadar Kadal Biasa

Subordo Iguania merupakan kelompok taksonomi besar dalam kelas Reptilia, yang mencakup lebih dari 2.100 spesies kadal yang beragam, termasuk famili Iguanidae (iguana), Agamidae (misalnya, naga berjanggut), dan Chamaeleonidae (bunglon). Iguana sendiri dikenal melalui morfologi khasnya, seperti tubuh yang relatif besar, ekor yang panjang dan sering kali berfungsi sebagai alat keseimbangan dan pertahanan, serta kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap berbagai jenis habitat, mulai dari hutan hujan tropis hingga lingkungan arid.

Di Belahan Bumi Barat, spesies Iguana iguana, atau yang lebih dikenal sebagai iguana hijau, adalah representasi ikonik dari kelompok ini. Iguana hijau mendiami ekosistem hutan hujan tropis, zona pesisir, dan berbagai pulau di kawasan Karibia. Sebagai herbivora obligat, diet mereka terutama terdiri dari dedaunan, bunga, dan buah-buahan, yang mencerminkan peran ekologis mereka sebagai konsumen primer. Menariknya, I. iguana juga menunjukkan plastisitas fenotipik yang memungkinkannya untuk berkolonisasi di lingkungan perkotaan, sering kali terlihat di taman dan area hijau lainnya.

Famili Iguanidae mencakup sekitar 45 spesies yang tersebar luas di wilayah Karibia serta zona tropis, subtropis, dan gurun di benua Amerika Utara, Tengah, dan Selatan. Salah satu contoh yang paling unik adalah Amblyrhynchus cristatus, atau iguana laut, yang endemik di Kepulauan Galápagos.

Amblyrhynchus cristatus, atau iguana laut, yang endemik di Kepulauan Galápagos| foto oleh RAF-YYC from Calgary, CanadaAmblyrhynchus cristatus, atau iguana laut, yang endemik di Kepulauan Galápagos| foto oleh RAF-YYC from Calgary, Canada

Iguana memainkan peran ekologis yang signifikan dalam ekosistem tempat mereka berada. Sebagai herbivora, mereka berkontribusi pada penyebaran biji melalui feses mereka, yang membantu dalam regenerasi dan pemeliharaan keanekaragaman tumbuhan. Selain itu, iguana merupakan sumber makanan penting bagi berbagai predator, termasuk burung pemangsa (seperti elang dan falkon), ular besar (seperti boa), dan mamalia karnivora, sehingga menempatkan mereka sebagai komponen integral dari jaring-jaring makanan terestrial.

Baca juga: Mengenal Iguana Laut, “Godzilla” Kecil yang Masih Hidup Hingga Sekarang

Paradoks Biogeografi: Keberadaan Iguana di Pulau-Pulau Terpencil Pasifik

Namun, keberadaan iguana di pulau-pulau terpencil di Pasifik seperti Fiji dan Tonga menghadirkan sebuah paradoks biogeografi yang menarik. Berbeda dengan kerabat dekat mereka di Belahan Bumi Barat, iguana yang ditemukan di Fiji dan Tonga merupakan spesies yang secara filogenetik terisolasi dan telah mengalami adaptasi evolusioner terhadap kondisi lingkungan yang sangat berbeda di tengah Samudra Pasifik. Para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk mengungkap mekanisme bagaimana iguana ini dapat mencapai pulau-pulau tersebut dan bagaimana mereka telah beradaptasi dengan tekanan seleksi unik di lingkungan oseanik ini.

Penyebaran Melalui Air: Jembatan Alami Antarbenua

Penyebaran melalui air, atau hidrokori bagi tumbuhan dan zoochory melalui rakit alami bagi hewan, merupakan mekanisme kunci dalam pembentukan dan kolonisasi pulau-pulau terpencil oleh berbagai bentuk kehidupan, termasuk tumbuhan, hewan, dan bahkan mikroorganisme. Proses ini sering kali menjadi pemicu spesiasi alopatrik, di mana populasi yang terisolasi secara geografis mengalami divergensi genetik dan akhirnya membentuk spesies baru yang unik.

Studi filogenetik terbaru ini secara signifikan memperkuat hipotesis bahwa kedatangan nenek moyang iguana Fiji bertepatan dengan periode intensifikasi aktivitas vulkanik yang membentuk landasan geologis kepulauan tersebut. Fiji, sebagai sebuah kepulauan vulkanik, terbentuk melalui serangkaian peristiwa geologis kompleks yang berlangsung selama jutaan tahun. Proses pembentukan ini terutama didorong oleh aktivitas tektonik lempeng di kawasan Pasifik Barat Daya, yang melibatkan zona subduksi dan kemungkinan juga pengaruh titik panas (hotspot) di bawah Lempeng Indo-Australia.

Lokasi Fiji di Pasifik Selatan | Foto by CSISLokasi Fiji di Pasifik Selatan | Foto by CSIS

Periode Oligosen, yang berlangsung sekitar 33,9 hingga 23 juta tahun yang lalu, merupakan era penting dalam pembentukan banyak pulau vulkanik di Pasifik, termasuk cikal bakal kepulauan Fiji. Munculnya pulau-pulau baru dari dasar laut akibat erupsi vulkanik menciptakan habitat terestrial pertama di wilayah tersebut. Berdasarkan analisis komprehensif terhadap data genetik, para ilmuwan memperkirakan bahwa gelombang kolonisasi pertama iguana di Fiji terjadi sekitar 34 juta tahun yang lalu. Estimasi waktu ini diperoleh melalui analisis jam molekuler, sebuah metode yang memanfaatkan tingkat mutasi genetik yang relatif konstan pada spesies untuk memperkirakan waktu divergensi antara dua garis keturunan evolusioner.

Tingkat divergensi genetik yang signifikan antara iguana Fiji dari genus Brachylophus dan kerabat terdekat mereka, iguana gurun Amerika Utara (Dipsosaurus dorsalis), menjadi bukti kuat bahwa kedua kelompok ini telah terpisah secara evolusioner selama puluhan juta tahun. Perbedaan genetik ini mencerminkan akumulasi perubahan genetik yang terjadi secara independen sejak mereka berbagi nenek moyang yang sama, dan skala perbedaan ini sesuai dengan perkiraan waktu yang didasarkan pada catatan geologis pembentukan pulau-pulau Fiji. Dengan demikian, korelasi temporal antara pembentukan pulau-pulau vulkanik dan perkiraan waktu kedatangan iguana memberikan dukungan yang kuat untuk skenario penyebaran transoseanik yang terjadi tak lama setelah munculnya habitat yang sesuai di wilayah tersebut.

Baca juga: Seorang Penyelam Bertemu dengan Makhluk Seperti Godzilla di Dasar Laut

Penemuan Mengejutkan: Hubungan Kekerabatan dengan Iguana Gurun Amerika Utara

Sebelumnya, para ahli biologi mengusulkan hipotesis bahwa iguana Fiji mungkin berasal dari garis keturunan yang lebih tua yang pernah tersebar luas di sekitar kawasan Pasifik, namun kemudian mengalami kepunahan di sebagian besar wilayahnya. Teori lain berspekulasi bahwa iguana mungkin telah berpindah dari wilayah tropis Amerika Selatan, kemudian melalui jalur yang melibatkan Antartika atau bahkan Australia. Meskipun hipotesis awal ini kurang didukung oleh bukti genetik atau fosil yang kuat, analisis genetik terbaru memberikan dukungan yang mengejutkan untuk skenario penyebaran langsung dari Amerika Utara.

“Kami menemukan bahwa iguana Fiji memiliki hubungan kekerabatan terdekat dengan iguana gurun Amerika Utara, sebuah temuan yang belum pernah terungkap sebelumnya. Selain itu, garis keturunan iguana Fiji terpisah dari garis keturunan saudaranya relatif baru, lebih mendekati 30 juta tahun yang lalu, yang bertepatan dengan atau terjadi segera setelah periode aktivitas vulkanik yang kemungkinan besar membentuk daratan Fiji,” ungkap Simon Scarpetta, salah satu penulis utama studi ini yang merupakan seorang paleontolog dan herpetolog dari Universitas San Francisco.

“Bahwa mereka bisa mencapai Fiji langsung dari Amerika Utara tampaknya mustahil,” kata Jimmy McGuire, penulis studi lainnya yang merupakan seorang herpetolog dari Universitas California, Berkeley. “Namun, model alternatif yang melibatkan kolonisasi dari area daratan yang lebih dekat tidak sesuai dengan kerangka waktu yang kami miliki, karena kami tahu bahwa mereka tiba di Fiji dalam 34 juta tahun terakhir. Ini mengindikasikan bahwa segera setelah daratan muncul di lokasi Fiji saat ini, iguana-iguana ini mungkin telah berhasil menjajahnya. Terlepas dari waktu pasti penyebarannya, peristiwa itu sendiri sangatlah luar biasa.”

Tantangan Perjalanan Laut dan Adaptasi yang Memungkinkan

Pelaut modern umumnya dapat mencapai Fiji dari California di pantai barat AS dalam waktu sekitar satu bulan menggunakan kapal modern. Namun, bagi sekelompok iguana yang mengandalkan “rakit alami”—yaitu material organik yang mengapung di laut secara alami seperti pohon tumbang, cabang besar, atau tumpukan vegetasi—, perjalanan ini pasti membutuhkan waktu yang jauh lebih lama. Reptil-reptil ini kemungkinan besar terbawa arus di atas puing-puing kayu apung dan material tumbuhan tersebut, melintasi zona konvergensi tropis yang dikenal dengan kondisi laut yang tenang, dan akhirnya menyeberangi garis khatulistiwa menuju Fiji dan Tonga.

Untungnya, iguana adalah hewan berukuran relatif besar dan herbivora yang memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam waktu yang lama tanpa asupan makanan dan air yang signifikan. “Rakit” alami mereka juga berpotensi menyediakan sumber makanan tambahan berupa daun dan materi organik lainnya selama perjalanan laut yang panjang.

“Anda bisa membayangkan skenario di mana badai siklon yang kuat merobohkan pepohonan di area dengan populasi iguana yang padat, termasuk individu dewasa dan mungkin telur mereka. Kemudian, puing-puing ini beserta penumpangnya tersapu oleh arus laut dan mengapung melintasi samudra,” jelas Scarpetta.

Seekor iguana bercula Fiji sedang beristirahat di atas pohon kelapa di pulau Fiji di Pasifik Selatan. Empat spesies iguana yang kini menghuni Fiji dan Tonga berasal dari nenek moyang yang menjajah pulau ini dalam 34 juta tahun terakhir, kemungkinan dengan mengarungi 8.000 melintasi Samudra Pasifik dari barat Amerika Utara. | foto oleh Nicholas HessSeekor iguana bercula Fiji sedang beristirahat di atas pohon kelapa di pulau Fiji di Pasifik Selatan. Empat spesies iguana yang kini menghuni Fiji dan Tonga berasal dari nenek moyang yang menjajah pulau ini dalam 34 juta tahun terakhir, kemungkinan dengan mengarungi 8.000 melintasi Samudra Pasifik dari barat Amerika Utara. | foto oleh Nicholas Hess

Berdasarkan penemuan beberapa fosil di wilayah Asia Timur, para ahli biologi berteori bahwa beberapa populasi iguanid yang kini telah punah pernah mendiami kawasan sekitar Cincin Pasifik dan mungkin melakukan perpindahan antar pulau secara bertahap menuju pusat Samudra Pasifik. Mereka mungkin telah memanfaatkan Jembatan Darat Bering selama periode glasial untuk melakukan perjalanan dari Amerika Utara, kemudian melalui wilayah yang kini menjadi Indonesia dan Australia, atau mengikuti Arus Humboldt yang dingin di sepanjang pantai Pasifik Amerika Selatan. Namun, analisis genetik sebelumnya terhadap beberapa gen dari kadal iguanid tidak memberikan kesimpulan yang jelas mengenai hubungan filogenetik iguana Fiji dengan spesies lain di kawasan tersebut.

“Berbagai analisis filogenetik sebelumnya telah menghasilkan kesimpulan yang berbeda mengenai hubungan kekerabatan iguana Fiji, dan tidak ada satu pun yang memiliki dukungan statistik yang kuat,” kata McGuire. “Oleh karena itu, masih terdapat ketidakpastian mengenai posisi Brachylophus dalam pohon filogenetik iguanid. Data yang dikumpulkan oleh Simon benar-benar memberikan kejelasan baru dalam hal ini.”

Terobosan Analisis Genetik: Mengungkap Hubungan Filogenetik yang Jelas

Scarpetta dan timnya berhasil mengumpulkan sekuens DNA genom dari lebih dari 4.000 gen yang berbeda dari jaringan lebih dari 200 spesimen iguanian yang berasal dari berbagai koleksi museum di seluruh dunia. Analisis data genetik yang komprehensif ini secara meyakinkan menunjukkan bahwa iguana Fiji memiliki hubungan kekerabatan terdekat dengan iguana dari genus Dipsosaurus. Spesies yang paling dikenal dan tersebar luas dalam genus ini adalah Dipsosaurus dorsalis, atau iguana gurun Amerika Utara, yang telah beradaptasi secara ekstrem terhadap kehidupan di lingkungan gurun yang panas dan gersang di wilayah barat daya Amerika Serikat dan Meksiko utara. Spesies lain dalam genus ini terbatas pada Pulau Santa Catalina di Laut Cortez.

“Iguana dan khususnya iguana gurun dikenal memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi kelaparan dan dehidrasi. Oleh karena itu, menurut saya, jika ada kelompok vertebrata atau kelompok kadal yang secara realistis mampu melakukan perjalanan sejauh 8.000 kilometer melintasi Samudra Pasifik di atas rakit vegetasi, maka nenek moyang yang mirip dengan iguana gurun adalah kandidat yang paling mungkin,” kata Scarpetta.

Analisis genetik yang cermat menentukan bahwa kedua garis keturunan evolusioner ini—Brachylophus (iguana Fiji) dan Dipsosaurus (iguana gurun)—berpisah sekitar 34 juta tahun yang lalu. Estimasi waktu divergensi yang direvisi ini tidak sesuai dengan teori-teori awal mengenai asal usul iguana Fiji yang mengusulkan waktu yang lebih baru atau asal usul yang berbeda.

//commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=14644622Igana gurun (Dipsosaurus dorsalis) | Foto oleh Wilson44691 – Own work, CC0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=14644622

“Ketika Anda tidak memiliki pemahaman yang jelas mengenai posisi Brachylophus di dasar pohon filogenetik, maka spekulasi mengenai asal usul mereka bisa sangat beragam,” jelas McGuire. “Oleh karena itu, sebelumnya lebih mudah untuk membayangkan bahwa Brachylophus berasal dari Amerika Selatan, terutama karena kita sudah memiliki contoh iguana laut dan darat di Kepulauan Galápagos yang hampir pasti menyebar ke pulau-pulau tersebut dari daratan Amerika Selatan.”

Namun, analisis filogenetik baru ini secara kuat menolak gagasan bahwa iguana Fiji berasal dari Amerika Selatan. Lebih lanjut, mengingat bahwa Pulau Fiji sendiri diperkirakan muncul dari aktivitas vulkanik di dasar laut sekitar 34 juta tahun yang lalu, temuan ini menunjukkan bahwa iguana mungkin telah mendarat di pulau-pulau tersebut tepat pada waktunya, tidak lama setelah pembentukannya. Pulau-pulau Pasifik lainnya selain Fiji dan Tonga mungkin juga pernah menjadi habitat iguana di masa lalu. Akan tetapi, pulau-pulau vulkanik di wilayah ini dikenal memiliki siklus hidup geologis yang relatif singkat, sehingga kemungkinan besar banyak bukti keberadaan iguana di pulau-pulau Pasifik lainnya telah hilang karena erosi dan tenggelam.

Tim peneliti berencana untuk terus menganalisis data genom dari berbagai spesies kadal Iguanian untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hubungan evolusioner mereka dan untuk mempelajari lebih lanjut tentang interaksi mereka melalui waktu dan ruang, yang pada akhirnya akan memperkaya pemahaman kita tentang biogeografi dan evolusi vertebrata darat.

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|