- Proyek pengembangan gas alam (LNG) bisa menghambat Indonesia dalam memenuhi komitmen penurunan emisi karbon (dekarbonisasi) seperti tertuang dalam Perjanjian Paris. Laporan itu juga memperlihatkan, ambiguitas bank-bank global dalam pemenuhan komitmen iklim. Begitu antara lain kesimpulan kajian bersama debtWATCH, Trend Asia,
- Diana Gultom, perwakilan debtWATCH Indonesia, menyebut, dukungan pendanaan proyek LNG sebagai strategi global untuk menunda transisi energi sejati dan mempertahankan kontrol atas sumber daya alam Indonesia.
- Sebelumnya, debtWATCH dan Trend Asia riset proyek pengembangan LNG di Indonesia. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menghambat Indonesia dalam memenuhi komitmen Perjanjian Paris dan mencerminkan ambiguitas bank-bank global dalam pemenuhan komitmen iklim.
- Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) sebut, beberapa kebocoran gas alam ke atmosfer berasal dari sumur minyak dan gas alam, tangki penyimpanan, jaringan pipa dan pabrik pengolahan. Emisi gas metana dari sistem gas alam dan minyak bumi serta dari sumur minyak dan gas alam yang terbengkalai berkontribusi terhadap 33% total emisi yang terjadi.
Proyek pengembangan gas alam (LNG) bisa menghambat Indonesia dalam memenuhi komitmen penurunan emisi karbon (dekarbonisasi) seperti tertuang dalam Perjanjian Paris. Laporan itu juga memperlihatkan, ambiguitas bank-bank global dalam pemenuhan komitmen iklim. Begitu antara lain kesimpulan kajian bersama debtWATCH, Trend Asia,
Novita Indra Pratiwi, pengkampanye Fossil Fuel Trend Asia menyampaikan, ketergantungan pada gas alam akan memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil, serupa dengan batubara, dan menghambat kemajuan tujuan iklim.
“Itu akan berpotensi mencekal upaya dekarbonisasi dan pengurangan emisi gas rumah kaca yang bertanggung jawab sekitar 30% atas naiknya temperatur global sejak revolusi industri,” katanya.
Seharusnya, pengurangan emisi dapat dengan cara dekarbonasi dari energi berbasis fosil ke energi terbarukan. Masalahnya, political will pemerintah dinilai masih terlalu lemah, yang terlihat dari rendahnya kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi.
Situasi itu, diperparah dengan peraturan yang belum memadai, termasuk RUU Energi Terbarukan yang masih dalam perdebatan dan kurangnya insentif. “Pemerintah cenderung memprioritaskan bahan bakar fosil seperti batubara,” katanya.
Riset dua lembaga ini dengan metode pengumpulan dan pengelolaan informasi dari sumber terbuka. Mereka mendapati ada tiga aktor utama yang terlibat dalam proyek gas di Indonesia adalah pemerintah/negara, perusahaan (BUMN atau swasta), lembaga keuangan, seperti bank pembangunan multilateral, lembaga keuangan internasional, dan bank swasta.
Rupanya, investasi signifikan dalam infrastruktur LNG di Indonesia, termasuk proyek-proyek seperti Tangguh LNG, Bontang LNG, dan Abadi Masela, telah menarik pendanaan dari MDB seperti Grup Bank Dunia (WBG) dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Novita menyoroti transparansi lembaga pembiayaan energi terbarukan dengan menyatakan, mekanisme pengawasan dan evaluasi seringkali minim. Lembaga keuangan global, seperti ADB dan World Bank memberikan pembiayaan kepada proyek, tetapi evaluasi dan monitoring kurang melibatkan partisipasi publik.
Dia bilang, emisi metana di sepanjang rantai pasok penggunaan gas alam menjadi paradoks dengan komitmen beberapa lembaga keuangan itu. Sebelumnya, mereka sempat menyatakan komitmen untuk menyelaraskan dengan Perjanjian Paris, terutama dalam pembiayaan energi.

Foto: Melvinas Priananda / Trend Asia.
Dalam laporan bertajuk “Investasi LNG Indonesia, Jalan Mundur Komitmen Iklim” itu,, debtWATCH dan Trend Asia mengingetifikasi 18 proyek LNG tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Antara lain, proyek Tangguh LNG di Teluk Bintuni, Papua Barat dengan operator British Petroleum (BP) biaya dari ADB, JBIC, dan IFC dengan estimasi investasi US$8 miliar.
Ada juga proyek Bontang LNG di Kalimantan Timur, operator Pertamina, menerima dana ADB, HSBC dengan estimasi investasi US$4 miliar. Proyek LNG Abadi (Blok Masela) di Laut Arafura, Maluku oleh Inpex Corporation yang memiliki estimasi investasi US$19,8 miliar dari JBIC dan KEXIM. Kemudian, PLTG Arun di Aceh dan Bangkanai, Kalimantan Tengah yang PLN kelola menerima dana pembangunan proyek dari Bank Standard Chartered 160 juta Euro.

Diana Gultom, perwakilan debtWATCH Indonesia, menyebut, dukungan pendanaan terhadap proyek-proyek LNG sebagai strategi global untuk menunda transisi energi sejati dan mempertahankan kontrol korporasi terhadap sumber daya alam Indonesia. “Dengan ekspansi LNG, Indonesia diarahkan untuk tetap menjadi eksportir gas bagi negara maju, bukan untuk memenuhi kebutuhan energi domestik,” katanya.
Dia khawatir, investasi lembaga keuangan internasional itu akan melanggengkan ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil dan merusak upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, memicu berbagai dampak buruk, seperti korupsi dan inefisiensi tata kelola, sengketa geopolitik, pelanggaran HAM, hingga pencemaran lingkungan.
Menurut Diana, Indonesia adalah negara kaya energi bersih dan terbarukan. Air, matahari, angin, laut, dan lain-lain adalah sumber yang tidak akan habis jadi energi. “Kita harus berani keluar dari skema pengadaan energi fosil dan berorientasi pada bisnis semata, pada proyek energi yang berorientasi pada kebutuhan dan kelestarian lingkungan,” kata Diana.
Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA) menyebut, beberapa kebocoran gas alam ke atmosfer berasal dari sumur minyak dan gas alam, tangki penyimpanan, jaringan pipa dan pabrik pengolahan. Badan Perlindungan Lingkungan mereka bahkan mengasumsikan pada 2021, emisi gas metana dari sistem gas alam dan minyak bumi serta dari sumur minyak dan gas alam yang terbengkalai berkontribusi terhadap 33% total emisi yang terjadi.
Pengeboran sumur dapat menghasilkan berbagai dampak, seperti, mengganggu manusia, satwa liar, dan polusi udara. Pemasangan pipa yang mengangkut gas alam dari sumur biasa juga memerlukan pembersihan lahan untuk mengubur pipa.
Produksi gas alam juga dapat menghasilkan udara yang terkontaminasi dalam jumlah besar. Udara ini memerlukan penanganan, penyimpanan dan pengolahan yang tepat agar tidak mencemari tanah dan perairan lainnya.
Sumur dan pipa gas alam seringkali memerlukan sejumlah peralatan dan kompressor yang menghasilkan polutan udara dan gangguan. Di beberapa daerah, gas alam yang diproduksi di sumur minyak tidak ekonomis untuk diangkut atau mengandung hidrogen sulfida tinggi, biasanya dibakar di lokasi. Dampak dari pembakaran ini menghasilkan CO2, karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan banyak senyawa lain.
Buletin Gas Rumah Kaca terbitan Pusat Layanan Terapan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) 2022, sebut, gas alam yang merupakan komponen utama proyek gas berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumag kaca. Metana adalah senyawa kimia dengan rumus CH4. Sedangkan LNG adalah bentuk fisik dari gfas alam tang sebagian bvesar terdiri dari metana.
Selama 15 tahun terakhir, tren konsentrasi CH4 Indonesia terus meningkat dengan laju peningkatan +7,7 ppb/tahun. Situasi itu menjadikan Indonesia masuk dalam 10 negara emiter metana terbesar karena mengalami peningkatan jumlah emisi dari konsentrasi CH4.
*****