Jaga Hutan Mangrove Sinaka, Kepiting pun Sejahterakan Warga

1 week ago 17
  • Hamparan mangrove di Pesisir Sinaka, Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadikan kawasan ini kaya akan sumber hasil laut, salah satu kepiting bakau. Harga jual kepiting bakau Mentawai pun lebih tinggi, bisa sampai  Rp270.000 per kg. Hutan mangrove Sinaka lestari, sumber pangan dan ekonomi warga terjaga. 
  • Ertaria, yang juga istri kepala dusun Sinika katakan, mencari ikan sudah menjadi tradisi yang diajarkan secara turun temurun di kampungnya. Para orang-orang tua terdahulu, ringkali mengajak anak-anak mereka, termasuk perempuan untuk berburu ikan di hutan bakau. 
  • Untuk melindungi hutan bakau, Pemdes Sinaka terbitkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Tata Kelola Wilayah Perikanan Tradisional Berkelanjutan. Beleid itu mengatur sejumlah larangan guna mencegah kerusakan ekosistem perikanan. Termasuk menebang mangrove dan pemberian sanksinya. 
  • Kepala Pusat Studi Mangrove Universitas Bung Hatta, Eni Kamal mendorong agar mangrove di Mentawai tetap dijaga. Sebab, hilangnya mangrove akan mengakibatkan ikan-ikan migrasi akan ‘singgah’ lebih jauh lagi karena tidak ada lagi sumber makanannya.

Hari sudah senja saat dua perempuan menambatkan perahu di Pantai Sinaka,  dusun di Kecamatan Pagai Selatan, bagian Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai,Sumatera Barat. Wajah terlihat semringah lantaran opa -nama lokal keranjang- yang mereka bawa penuh. Ada ikan, udang hingga kepiting. 

Di Sinaka, perempuan mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga atau  menambah penghasilan  keluarga. Mereka  mencari hasil laut di sekitar hutan mangrove. “Di sini ada kepiting, lokan, lilit, sekoira, dan labau,” kata Ertaria, nelayan perempuan Sinaka. 

Ertaria juga istri kepala dusun Sinaka  mengatakan, perempuan melaut sudah menjadi tradisi  turun temurun di kampungnya. Para orang tua terdahulu, seringkali mengajak anak-anak mereka, termasuk perempuan  berburu ikan di hutan bakau. Termasuk dirinya, berangkat sekitar pukul 8.00  pulang  sore hari.

“Bapak-bapak juga ke bakau, tapi tidak sering,” katanya.

Para lelaki, kata Ertaria, ke mangrove hanya pada bulan-bulan tertentu, antara September-November karena sedang musim badai dan laut sedang ganas-ganasnya. Begitu air surut, hutan bakau penuh laki-laki berburu kepiting. 

Putra, nelayan Sinaka mengatakan, malam sebelumnya, nelayan biasa memasang jaring saat air tengah pasang. Alat tangkap sederhana itu mereka pasang di antara rimbun hutan bakau dengan posisi sejajar, mengikuti garis pantai. “Pas air surut, kepiting-kepiting kadang banyak terjebak disitu,” katanya. 

Bagi nelayan 25 tahun ini, kepiting bakau memang alternatif saat musim gurita sedang surut, misal, ketika angin musim selatan. Kepiting justru menjadi sumber penghasilan utama nelayan karena kondisi perairan lebih keruh menyulitkan nelayan mencari gurita. 

Lebatnya hutan bakau di Sinaka memudahkan warga mencari kepiting. Untuk menangkap pun tidak memerlukan alat khusus. Hanya berbekal tangan kosong , kepiting sudah bisa mereka dapatkan. 

Derman, nelayan Sinaka, menunjukkan kemampuan menangkap kepiting dengan tangan kosong. Dia  menekan bagian punggung atau cangkang kepiting terlebih dulu, lalu melipat kedua kedua supit, dan mengikatnya. 

Kepiting bakau Sinaka relabih mahal ketimbang daerah lain. Untuk grade XL dengan berat 1 kilogram lebih, harga  Rp250.000-Rp270.000 setiap kg. Grade L,  7-9 ons, biasa  Rp100.000-Rp150.000 per kilogram. Sedangkan grade M atau yang paling kecil berat 2-4 ons Rp40.000-Rp80.000 perkg. 

Hamparan mangrove di Pesisir Sinika, Mentawai. Foto: Jaka Hendra Baittri/Mongabay Indonesia.

Bentuk Perdes

Nursan, nelayan Sinaka mengatakan, perairan Sinika kaya ikan. Selain kepiting, para nelayan  mudah mendapatkan ikan, lobster, hingga gurita. Bahkan area berlumpur sekalipun, warga bisa mendapatkan banyak kerang untuk sumber pangan. 

Bagi Nursan, limpahan kekayaan itu  tak lepas dari hutan mangrove  yang masih terjaga. Mangrove, katanya, terbukti mampu menjadi tempat pemijahan ikan dan menjadikan mereka tetap lestari. “Itulah mengapa menjaga mangrove sangat penting,” katanya.

Di Sinaka, kepiting dapat berkembang dengan sangat baik berkat mangrove. Tak jarang, nelayan bisa mendapat satu kepiting dengan bobot 2-3 kilogram. Dengan harga Rp250.000 setiap kg, berarti nelayan bisa mendapat Rp500.000-Rp750.000 tangkapan kepiting. 

Upaya perlindungan hutan mangrove salah satu melalui Peraturan Desa (Perdes) Nomor 2/2023 tentang Tata Kelola Wilayah Perikanan Tradisional Berkelanjutan. Beleid itu mengatur sejumlah larangan guna mencegah kerusakan ekosistem perikanan. 

Pasal 18, misal, mengatur larangan penggunaan alat tangkap merusak, seperti bom ikan, potas, martil, sabun, dertergent, bensin dan alat tangkap lain yang menurut pengetahuan umum dapat menyebabkan kerusakan habitat wilayah perikanan tradisional.

Selain mengatur larangan, beleid yang berlaku sejak dua tahun lalu itu juga merinci ancaman sanksi bagi setiap pelanggar. Misal, wajib penanaman kembali mangrove rusak, membersihkan fasilitas umum selama satu hari, hingga sanksi tulou, sebagaimana hukum adat berlaku. 

Kepiting bakau hasil tangkapan nelayan di Sinaka, Mentawai. Foto: Jaka Hendra Baittri/Mongabay Indonesia.

Perkuat data

Yuafriza, Program Manager Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan Berbasis Masyarakat Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) mengatakan, penuturan nelayan Sinaka membuktikan pentingnya ekosistem mangrove lestari. Kesadaran itu  akhirnya menjadikan warga sepakat  membentuk perdes.

Sebagai bentuk dukungan atas inisiatif baik itu, mereka senantiasa menggelar survei ekologi mangrove untuk mendukung pengelolaan perikanan oleh pemerintah desa. Salah satu tujuan survei ini untuk mengetahui kualitas habitat, sekaligus menggali potensi pemanfaatan mangrove di Sinaka. 

Survei ini  dengan melibatkan masyarakat. Selain melengkapi profil desa, hasil survei nanti bisa menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam menentukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove ke depan.

“Misal, soal kemungkinan pemberlakuan buka tutup mangrove yang menjadi areal tangkapan kepiting nelayan. Nah, data kualitas ini bisa jadi salah satu pertimbangan selain data lokasi dan jumlah tangkapannya,” katanya.

Dia menekankan, pentingnya mangrove sebagai bagian dari tiga ekosistem penting dalam perikanan, selain terumbu karang dan lamun. Ketiga ekosistem ini saling terkait erat dalam menjaga keseimbangan perikanan. 

“Mangrove berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan, menyediakan nutrisi dan karbon organik terlarut, serta melindungi hewan-hewan muda di dalamnya melalui akar-akarnya,” katanya.

Kalau  mangrove rusak, kata Yuafriza, tentu akan berdampak bagi biota perikanan terutama ikan demersal dan invertebrata. 

Bagi masyarakat Sinaka, keberadaan jauh lebih penting lagi. Sebab, mencari ikan tidak hanya untuk jual, juga  sumber pangan. Kalau sampai hutan  mangrove rusak, akan ancam sumber penghidupan mereka sendiri.

“Karena kan di daerah seperti yang jauh dari akses pasar dan pangan, masyarakat sangat bergantung pada pangan lokal. Kebutuhan protein utama didapatkan dari hasil laut ini. Jika tiga habitat ini rusak maka pangan masyarakat terancam,” katanya.

Georgerius Baleuma Sakailoat, Koordinator Survei Ekologi Mangrove YCMM mengatakan, beberapa data yang mereka kumpulkan dari survei ini bisa masyarakat Sinaka manfaatkan untuk menyusun rencana pengelolaan perikanan (RPP). Sekaligus menjadi pedoman pengelolaan perikanan  berkelanjutan.

Menurut dia, ada tiga lokasi yang menjadi fokus survei kali ini. Masing-masing titik terdiri dari sembilan plot. Dari survei itu, terungkap ada empat jenis mangrove, yakni, Bruguiera gymnorhiza, Lumnitzera littorea, Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata.

Desa Sinaka, Mentawai membantuk Peraturan Desa (Perdes) untukmelindungi mangrove setempat. Foto: Jaka Hendra Baittri/Mongabay Indonesia.

Eni Kamal, Kepala Pusat Studi Mangrove Universitas Bung Hatta, mendorong, mangrove di Mentawai harus  jaga mati-matian. “Kalau mangrovenya habis maka jalur-jalur ikan yang bermigrasi antar negara akan membelokkan migrasinya lebih jauh lagi, karena tidak ada lagi sumber makanannya,” katanya.

Mangrove Mentawai menjadi sumber makanan bagi biota laut. Posisinya  di jalur lintas samudera menjadikan perairan ini kaya sumber ikan, terutama di selat antara Mentawai dan daratan utama Sumatera.

*****

Cerita Nelayan Desa Sinaka Tangkap Gurita dengan Cangkang Kerang

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|