- Ratusan spanduk alat peraga kampanye (APK) di Kota Batam terlihat menggunakan tiang penyangga dari pohon mangrove yang ditebang.
- Kondisi itu menimbulkan reaksi dari aktivitas lingkungan di Batam. Tim kampanye diminta untuk membongkar APK yang merusak lingkungan seperti itu.
- Saat dikonfirmasi tim kampanye para paslon membantah tiang pancang APK itu pohon mangrove. Mereka juga berkilah APK bukan dipasang tim kampanye tetapi relawan.
- Nasib hutan mangrove di Batam setiap tahun memprihatinkan, selain dibabat untuk kepentingan politik, hutan mangrove di Batam juga ditimbun untuk kepentingan pembangunan.
Deforestasi hutan mangrove di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau tak ada habisnya. Tidak hanya dibabat untuk kepentingan pembangunan dan arang bakau, tetapi juga digunakan sebagai tiang pemasangan alat peraga kampanye (APK) pemilihan kepala daerah.
Pada Rabu (13/11/2024) lalu, ditemukan spanduk APK salah satu pasangan calon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) diduga menggunakan pohon mangrove. Batang mangrove dijadikan tiang penyangga spanduk berukuran sekitar 2×1 meter itu.
Tak hanya di satu titik, pantauan Mongabay menemukan spanduk APK di sepanjang jalan-jalan utama dari simpang Kepri Mall menuju ke simpang Polda Kepri. Spanduk-spanduk yang juga menampilkan foto Presiden Prabowo itu juga dipaku di pohon-pohon berukuran besar di sepanjang jalan. Padahal berdasarkan UU No.7/2017 tentang Pemilu, APK dilarang dipasang di pepohonan.
Ketua Tim Kampanye Pemenangan Ansar-Nyayang, Ade Angga saat dikonfirmasi, Senin (18/11/2024) mengatakan, akan memastikan terlebih dahulu kayu yang dimaksud apakah benar kayu bakau atau tidak.
“Info tim yang memasang, kayu penyangga itu kayu cerucuk, kayu itu di jual dan beli di toko bangunan. Kayunya dijual bebas dan banyak yang digunakan juga oleh tim lain untuk APK outdoor disana,” kata Ade. Namun pantauan Mongabay, pohon mangrove hanya digunakan paslon yang tim kampanyenya diketuai Ade Angga.
Baca : Pilkada Indragiri Hilir, Para Kandidat Tak Peka Masalah Pesisir dan Masyarakat?
Ade melanjutkan, APK tersebut dipasang bukan oleh tim kampanye tetapi oleh relawan. “Termasuk yang dipaku di pohon itu, kami sejak awal sudah himbau kepada tim kampanye atau relawan, agar tidak memasang spanduk APK dengan cara menggunakan paku di pohon,” katanya sambil mengirimkan video himbauan tersebut.
Ade mengatakan, jika memang spanduk tersebut menggunakan kayu hutan mangrove pihaknya akan segera membongkar, apalagi sebentar lagi masuk masa tenang. “Tapi pastikan dulu itu pohon mangrove atau tidak, karena kalau saya lihat pohon mangrove di Kepri ini tidak ada yang lurus-lurus begitu,” katanya.
Aktivis Lingkungan Minta Spanduk Segera Dibongkar
Organisasi lingkungan Akar Bhumi Indonesia (ABI) memprotes pemasangan APK menggunakan pohon mangrove tersebut. Tim kampanye paslon diminta segera membongkar spanduk tersebut. “Kami minta segera dibongkar,” kata pendiri ABI Hendrik Hermawan, kepada Mongabay, Senin (18/11/2024).
Hendrik juga menyayangkan pernyataan Ketua Tim Sukses Ade Angga yang menyebut kayu tersebut bukanlah pohon mangrove. “Saya tantang mereka untuk ke lapangan, bersama saya, memeriksa secara langsung. Itu pasti pohon mangrove. Jangan seperti itulah menanggapi masalah,” kata Hendrik.
Menurutnya, hasil pantauan lapangan spanduk dengan penyangga pohon mangrove itu juga tampak di jalan dari simpang Kepri Mall menuju Batu Aji. “Dan saya pastikan, paslon lain tidak ada memakai pohon mangrove. Hanya satu paslon saja,” katanya.
ABI menghitung terdapat ratusan baliho berbahan kayu bakau, rata-rata diameter kayu 2 inchi hingga 4 inchi. Usia kayu diperkirakan 8 sampai 20 tahun.
Baca juga : Alat Peraga Kampanye Pemilu Merusak Pohon di Banda Aceh, Solusinya?
Pohon bakau atau Rhizophora di Kota Batam sebagian besar ada di kawasan hutan seluas 13.460 hektar. Ada juga sebagian di luar kawasan hutan 404 Hektar. Keduanya mendapat perlindungan khusus baik yang berada di hutan dengan UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, maupun dengan Perda Kota Batam No.3 tahun 2021, untuk yang berada di luar kawasan hutan.
Dalam dua dekade terakhir, mangrove juga menjadi ekosistem yang terlindungi UU No.27 tahun 2007 juncto UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ekosistem mangrove memiliki banyak fungsi diantaranya: ekologi, ekonomi, sosial budaya dan geopolitik.
Dalam 10 tahun terakhir, NGO Akar Bhumi Indonesia telah menanam 300 ribuan pohon yang sebagian besar adalah bakau (Rhizophora). Kegiatan tersebut hasil kerjasama dengan KLHK, DLHK Provinsi Kepri, swasta, kelompok masyarakat, siswa sekolah dan secara mandiri Akar Bhumi.
Hendrik mengungkapkan, kemungkinan paslon pemasang baliho APK tidak mengetahui hal ini. Namun seyogyanya segera dihentikan pemasangan APK yang tidak ramah lingkungan serta melawan hukum.
Mengutip pernyataan Paus Fransiskus di Gereja Katedral Jakarta, 4 September 2024 lalu, “Mangrove ini adalah simbol perdamaian dan simbol komitmen untuk merawat rumah bersama kita, bumi” kata Hendrik.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) II Batam Lamhot Sinaga mengatakan, sudah mendapat laporan terkait penggunaan pohon mangrove untuk kampanye. “Kaitannya ke kami kalau (asal) mangrove dari kawasan hutan, kalau (asal) mangrovenya dari kawasan APL (areal penggunaan lain) bukan kewenangan di kami,” katanya.
Baca juga : Limbah Kampanye Pemilu Disulap Menjadi Karya Seni Penuh Kritik di Bali
Hutan Mangrove Ditimbun
Belum lama ini hutan mangrove di pesisir Kota Batam juga mengalami deforestasi secara ilegal. Kejadian seperti ini terus berulang meskipun penindakan dilakukan.
Dugaan penimbunan mangrove terjadi di Hutan Lindung Nongsa kota Batam. Tepatnya di jalan Hang Lekiu Km 4 Sambau Nongsa.
Aktivitas penimbunan ini tak hanya merusak hutan mangrove ukuran kecil, tetapi juga menumbangkan pohon mangrove yang sudah berdiameter lebih kurang 30 centimeter. Artinya sudah puluhan tahun menjaga pesisir Pulau Batam.
Dalam laporan Akar Bhumi Indonesia, penimbunan setidaknya terjadi dengan luas hutan mangrove terdampak sekitar 3.000 meter persegi. “Diduga aktivitas juga menyebabkan pencemaran pesisir yang dikeluhkan warga nelayan dan masyarakat Kampung Bakau Serip,” kata Hendrik.
Pada bulan yang sama, penimbunan hutan mangrove juga terjadi di pesisir Hutan Lindung Sei Beduk 1, Kota Batam.
Terhadap dua kasus ini, NGO Akar Bhumi sudah melaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Dugaan pelanggaran yang dilakukan para pelaku penimbunan UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No.18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Pelaku juga melanggar UU No.27 tahun 2007 juncto UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Pemerintah No.22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perda Kota Batam No.4/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Penimbunan hutan mangrove ini juga sudah menjadi perhatian Komisi IV DPR RI,” tambah Hendrik. (***)
Sampah Alat Peraga Kampanye Pemilu, Bagaimana Penanganannya?