Pagar Laut Tangerang Potret Karut Marut Kelola Pesisir

1 week ago 15
  • Kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten,  cermin karut marut tata kelola pemerintah dalam mengelola kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
  • Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan,  nelayan dan masyarakat yang menggantungkan hidup menjadi korban. Nelayan berjuang bertahan hidup meskipun harus berhadapan dengan tantangan bukan hanya karena faktor alam, namun ‘mafia’ pencaplok laut.
  • Kasus pagar laut ini pun terus berkembang hingga ada penerbitan sertifikat di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji secara ilegal. Penelusuran Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat 263 bidang sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas 309,7985 hektar dan 17 bidang sertifikat hak mIlik (SHM) seluas 22,9334 hektar di lokasi itu.
  • Kholid, tokoh nelayan Banten merasa janggal dengan penanganan kasus pagar laut ini. Seolah-olah oleh Kades Kohod cs merupakan aktor intelektual hingga penanganan kasusnya terhenti.  Dia yakin, pelaku utama masih berkeliaran.

Kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten,  cermin karut marut tata kelola pemerintah dalam mengelola kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan,  nelayan dan masyarakat yang menggantungkan hidup menjadi korban. Nelayan berjuang bertahan hidup meskipun harus berhadapan dengan tantangan bukan hanya karena faktor alam, namun ‘mafia’ pencaplok laut.

“Ini adalah bom waktu yang kemudian membuka mata masyarakat Indonesia tentang bagaimana bobroknya pemerintah kita dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau -pulau kecil,” katanya dalam diskusi bertema “Menolak Lupa Pagar Laut Tangerang Utara” AJI Banten, 13 Maret lalu.

Dia bilang, banyak kasus kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak mendapat penanganan dari pemerintah. Dalam kasus pagar laut di Tangerang, kata Susan,  pemerintah terkesan lamban dan tak transparan. Sebenarnya,  pagar laut sudah ada sejak beberapa tahun lalu, namun baru ramai Agustus 2024 bahkan, masih berjalan hingga kini.

“Respon KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)  bukan hanya lambat, juga tidak peduli dengan dengan keluhan masyarakat,” katanya.

Kasus mulai ramai Agustus lalu ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten mendapat laporan masyarakat. Laporan itu mereka tindaklanjuti dengan pengecekan di lapangan.

Hasilnya, pagar laut itu tak mengantongi izin atau persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), sebagaimana Undang-undang (UU) Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja.

Kasus pagar laut ini pun terus berkembang hingga ada penerbitan sertifikat di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji secara ilegal. Penelusuran Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat 263 bidang sertifikat hak guna bangunan (SHGB) seluas 309,7985 hektar dan 17 bidang sertifikat hak mIlik (SHM) seluas 22,9334 hektar di lokasi itu.

Ada pagar laut, nelayan Desa Kohod makin sulit melaut. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Sertifikat itu milik dua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group (ASG) yakni PT Intan Agung Makmur (IAM) 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang. Kemudian, 9 bidang SHGB dan 17 SHM atas nama perorangan.

“Mereka itu sudah mengeluarkan sertifikat dan SHGB itu benar -benar di atas perairan dan itu tidak terhindarkan dan nggak bisa mereka mengklaim bahwa ini adalah dulu daratan karena ini ada peta satelitnya,” kata Susan.

Dia mengatakan,  penguasaan laut dengan cara memagari dan menerbitkan sertifikat tanah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 tentang pengujian UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang pernah Kiara ajukan pada 2010.

“Itu inkonstitusional karena berlawanan dengan putusan MK Nomor 3 tahun 2010 mengatakan, nelayan itu memiliki hak untuk mengakses dan mengontrol ruang hidupnya,” katanya.

Susan pun mengamati,  pemasangan pagar laut dan penerbitan sertifikat dengan Peraturan Daerah Banten Nomor 2/2023 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW). Dalam peta RTRW terdapat garis pantai untuk pembangunan masa depan.

“Artinya, memang kalau garis pantai terencana kita tahu orientasinya adalah reklamasi,” katanya.

Dugaan reklamasi itu makin kuat dengan kebijakan pemerintah yakni, Peraturan Pemerintah No.26/2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi laut dan integrasi tata ruang merupakan produk turunan UU Cipta Kerja.

“Barulah keluar SHGB, SHM, barulah pagar ini dibangun. Jadi ini secara sadar memang sudah disiapkan,” katanya.

Pesisir Desa Kohod. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Pelaku utama belum terjerat

Sejauh ini, pemerintah telah menyegel dan bongkar pagar laut itu pada 22 Januari lalu dan selesai 13 Februari 2025.

KATR/BPN sudah berikan sanksi pencabutan lisensi Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KSJB) Raden Muhammad Lukman Fauzi Parkesit selaku pihak yang survei dan pengukuran pada luas perairan agar terbit sertifikat.

Sanksi berupa pembebasan dan penghentian dari jabatan terhadap enam pejabat dan sanksi berat terhadap dua lainnya.

Pejabat itu seperti JS, mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang periode 2022-2023, sudah pensiun sejak Oktober 2024.

Lalu, SH mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran berinisial; ET mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang; SH mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Kabupaten Tangerang. Kemudian, lalu LM mantan Kepala Survei dan Pemetaan Kantah Kabupaten Tangerang setelah ET.

Selanjutnya, KA mantan Pelaksana Tugas Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Kabupaten Tangerang.  Juga, WS Ketua Panitia A berinisial WS, YS Ketua Panitia A dan NS panitia A.

Kemudian, Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim Polri) menetapkan empat orang terkait kasus pemalsuan penerbitan sertifikat tanah di kawasan pagar laut Desa Kohod. Kempatnya yakni,  Ar selaku Kepala Desa Kohod, UK selaku Sekretaris Desa Kohod, serta dua orang yang mendapat kuasa, CE dan SP.

Sedangkan KKP sudah mengakhiri investigasi dan memberikan sanksi denda Rp48 miliar kepada Ar dan UK.

Kholid, tokoh nelayan Banten merasa janggal dengan penanganan kasus pagar laut ini. Katanya, seolah-olah oleh Arsin cs merupakan aktor intelektual hingga penanganan kasusnya terhenti.  Dia yakin, pelaku utama masih berkeliaran.

“Arsin [Kades Kohod] itu hanya penjahat kecil. Masa iya Arsin melakukan pemagaran sampai Ke Kabupaten Serang,” katanya dalam diskusi yang sama.

Kholid menyoroti,  pembangunan kawasan mewah Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 oleh pengembang ASG dan Salim Group di kawasan pesisir Tangerang.

Pagar laut Desa Kronjo, Tangerang, Banten. Siapa pelakunya? Foto: Irgan Maulana/Mongabay Indonesia

Pantauan Mongabay, pembangunan PIK 2 terus berjalan. Sejauh ini, pembangunan PIK 2 sudah terealisasi di pesisir Kecamatan Kosambi dan sebagian Teluknaga. Sejumlah daerah sudah pembebasan lahan dan dalam tahap pembangunan, seperti Desa Kohod, Tanjung Burung dan Muara.

Dia bilang, sejak kasus pagar laut mencuat, ada pihak-pihak yang berupaya menggiring opini dan terkesan melindungi pengembang besar itu. Contohnya, Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang mengklaim pagar itu dibuat secara swadaya oleh nelayan. Klaim itu pun tak terbukti.

Kholid menuturkan, pejabat negara disinyalir punya andil besar untuk menyulap bidang lahan perairan jadi daratan demi kepentingan korporasi besar.

“Kalau melihat kejadian ini artinya ada pejabat -pejabat di atas yang sudah dari awal kongkalikong.”

Dia menilai,  Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono tak mampu menjaga lahan daerah pesisir maupun pulau terluar yang sudah banyak dicaplok oleh korporasi.

Senada dengan Susan. Dia bilang, Bareskrim Polri menjelaskan dalam kasus ini para tersangka tidak melakukan sendiri. Bareskrim pun tak mengelak kalau ada peluang tersangka lain.

Kan kalau dihitung -hitung bangun pagar itu enggak bermodal kecil itu bermiliar-miliar artinya kan ini ada aktor lebih besar.”

Pagar laut juga ada di Desa Kronjo, Tangerang, Banten. Mengapa yang proses hukum hanya di Desa Kohod? Yang terjerat pun kasus dokumen, bukan soal pagar laut. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

Peran jurnalis

Banyak pihak dari berbagai latar belakang terlibat dalam kasus ini. Mulai dari pejabat, pengacara hingga oknum Jurnalis. Kabupaten Tangerang. Dua tersangka yakni CE dan SP bekerja di media lokal Banten.

Kholid mengatakan, jurnalis seharusnya objektif, bukan justru melibatkan diri dan mencari keuntungan dalam perkara itu.

“Sepengetahuan saya jurnalis itu adalah seorang penyaksi. Matinya jurnalisme adalah matinya satu kesaksian,” katanya.

Dia bilang, jurnalis merupakan profesi yang suci, karena mengabarkan fakta maka penting memegang erat idealisme erat dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

“Artinya jangan pernah memotret atau memberitakan sesuatu yang tidak sesuai, jangan sekali-kali jurnalis ini menjungkir balikkan fakta.”

Sapariah Saturi, dari Mongabay Indonesia mengamini ucapan Kholid. Media maupun jurnalis, katanya, harus berintegritas dan punya kredibilitas  dan bekerja menghasilkan produk jurnalisme.

Peran media, katanya,  penting dalam mengawal isu-isu lingkungan, terutama proyek yang berdampak luas terhadap masyarakat seperti kasus pagar laut ini. Melalui media massa, masyarakat sipil dapat mendorong pemerintah mengusut tuntas pelaku lain dalam kasus pagar laut. Bahkan, lewat berita media, bisa jadi sumber data dan informasi bagi pemerintah, maupun penegak hukum untuk mengusut suatu persoalan lebih lanjut.

Pagar laut di Desa Kohod, Tangerang, Banten. Foto: Irfan Maulana/Mongabay Indonesia

*******

Menanti Proses Hukum Para Pelaku Pagar Laut Tangerang

Read Entire Article
Apa Kabar Berita | Local|